25. Mulai terlihat

1.7K 234 67
                                    

"Lo beneran ga pa-pa?," Leta bertanya membuat kedua lelaki yang tengah duduk berhadapan itu menghela nafas bersama.

Sudah berkali-kali Aleta menanyakan hal tersebut pada Nino, mungkin lebih dari sepuluh kali sejak tujuh belas menit yang lalu kedatangan mereka di kediaman Cakrabuana.

"Beneran Let, lebay amat lu," cibir Nino mulai jengah menatap Leta yang memasang muka kesal menggerutu pelan padanya.

Revin hanya memperhatikan kegiatan keduanya, ia mengedarkan pandangan mencari berapa jumlah pendingin ruangan di sini. Ada empat ternyata, tapi entah kenapa tubuhnya masih panas dan gerah. Ia berdecak pelan, merasa jengah.

Tidak lama perhatian ketiganya berpusat pada wanita paruh baya yang membawa dua gelas air sirup dan cemilan menggunakan nampan menaruhnya di meja kaca yang berada di tengah sofa yang menjadi tempat duduk mereka.

"Ayo dinikmati. Nino ini memang bandel, kamu pukul lagi aja Let," tuturnya pada Aleta dengan muka geram tertuju pada putranya, Nino.

Dia Andraya, yang terpaksa segera pulang lantaran panggilan polisi untuk menjemput putranya yang menjadi korban penyerangan.

Leta tertawa berbeda dengan Nino yang sudah mendengus kesal pada Andraya. Revin tetap memperhatikan, tidak ada niat ikut tertawa sedikitpun lantaran kurang paham dengan pembicaraan mereka.

"oiya ma itu Revin, suami Leta. Revin, ini pembantu pribadi gue mama Andraya," Nino memperkenalkan Revin dan Andraya dibarengi dengan candaan dan cengiran di akhir.

Andraya sontak menampar pelan luka Nino, membuat pria tinggi itu meringis mengusap lengannya, ia berdecak bergumam pelan menatap Andraya yang melotot padanya."ngawur kamu, dasar nakal," geram Andraya pada Nino.

Revin tersenyum tipis, berdiri mengulurkan tangan pada Andraya yang disambut uluran juga serta senyum manis wanita itu.

"Saya Revin, Arevin Nero Ardiaz," ungkap Revin melemaskan jabat tangan mereka, Andraya tercekat mendengar nama Ardiaz disana yang berarti anak laki-laki ini putra Alrescha Nero.

Ia melotot, memundurkan langkah mengundang kebingung semua orang disana. Nino pun langsung berdiri, menahan tubuh Andraya yang hampir jatuh. Revin ikut cemas, tidak tau apakah ia salah berbicara.

"Aduh mama, kalau belum makan siang makan dulu mau pingsan kan ayo pangeran kodok antar ke kamar," ajak Nino mengerti dengan reaksi Andraya saat ini.

"Gue anter mama dulu," pamit Nino kemudian, memapah pelan Andraya. Sepeninggal keduanya, Revin kembali duduk menatap Aleta yang juga menatap dirinya.

Tangan Leta terulur mengusap kepala Revin kala melihat muka khawatir dan bingung di wajah lelaki itu, "tante memang ada darah rendah, ga pa-pa," ucapnya berusaha memberi ketenangan. Revin mengangguk, mengambil alih tangan Leta mengenggamnya diatas paha.

"Aduh, gitu ya kalau udah tua," cengir Nino kembali duduk menatap Aleta dan Revin. "ngapa lu berdua gandengan? Kaya mau nyebrang aja," cibir Nino kemudian dengan muka julid yang amat ketara. Sungguh dia iri.

Mendengar hal tersebut, Revin berusaha melepas gengaman mereka namun gagal karena Aleta yang semakin kuat mengunci telapak tangan keduanya. "Makannya cari pacar!," seru Aleta meledek sahabatnya yang tengah dalam masa jones, yang diledek berdecak berlanjut menye-menye tidak jelas.

"Nino," panggil Revin mengalihkan pandangan keduanya. Aleta melotot tidak percaya begitu juga Nino yang menatap ngeri pada Revin. Tidak biasanya Revin memanggil namanya.

"serem Vin, jangan panggil gue," tolak Nino sebelum Revin melanjutkan perkataannya. Aleta mengangguk menyetujui apa yang Nino katakan. Revin menarik nafas pasrah, ia sedang serius padahal.

Married Dadakan Where stories live. Discover now