30. Medan Perang

1.1K 128 3
                                    

Suara jangkrik yang saling bersahutan membunuh suasana sepi di gang kosong perumahan ini. Dua lelaki berhoodie hitam dan putih berjalan beriringan dengan sebuah pistol yang tersimpan rapat di saku hoodie mereka. Jangan lupakan sebilah pisau yang terimpan di saku belakang celana mereka.

Udara dingin malam ini tidak menyurutkan langkah mereka melewati gang ini menuju sebuah gedung luas yang berada di samping rumah besar.

"Takut, huh?," tanya Nino dengan nada mengejek pada Revin yang mengamati gedung itu disampingnya. Revin menoleh, menatap sinis dengan gelengan kepala.

"Bisa lo serius No? Kita diambang pintu kematian," sarkas Revin berbisik melotot pada Nino yang cengegasan seperti biasanya.

Nino terkekeh membentuk tanda peace dengan kedua jarinya. Revin melengos kembali menatap kedepan.

Seperti yang sudah direncanakan, mereka akan menemui Vano alias Reyhan beserta William untuk menahan mereka berdua sampai Rescha—papa Revin datang.

Sudah cukup lama Revin bersabar untuk hal ini, kini semua sudah memenuhi batas wajar. Ia harus segera bertindak sebelum perceraiannya dengan Aleta diurus.

"Kosong, ayo," ajak Revin pada Nino yang mengangguk mengikuti Revin yang sudah berjalan cepat didepan.

Mereka sampai di gerbang utama. Keduanya saling bertatapan kemudian mengangguk bersamaan. Dengan perlahan Nino mendorong pelan salah satu dari dua pintu besar ini. Ia mengintip sedikit melihat sekitar. Seperti info yang ada gedung ini adalah tempat perkumpulan anggota William lebih tepatnya gudang utama dimana ribuan narkotika yang mereka perjual belikan disimpan.

Revin dan Nino menaikkan masker mereka mengendap-endap masuk ke dalam. Ruangan pertama, ruangan kecil yang cukup terang menyimpan berbagai alat kebun. Kamuflase yang bagus.

Keduanya menyusuri ruangan ini kemudian beralih pada pintu selanjutnya. Hanya sebuah pintu kecil dari kayu di sudut ruangan. Nino memberi isyarat agar Revin mengeluarkan pistolnya. Insting pria muda ini mengatakan bahwa didalam sana mulailah permainan.

Pintu didorong pelan segera mereka masuk menodongkan pistol ke segala arah. Tidak ada siapapun kecuali puluhan lemari kayu yang menyimpan berbotol botol champagne dan juga timbunan karung yang mereka yakini berisi sabu.

"Kaga ada disini anjrit," kesal Nino menatap sekitar menyusuri ruangan redup ini.

"Pulang aja dha kita, mending gue di rumah tidur," sesal Nino menendang salah satu almari kayu dengan decakan yang terdengar keras.

Revin berdecak menatap sinis, Nino ini rewel seperti Aleta. Ya wajar saudara jauh. Tapikan dia ini laki-laki.

"Lo bisa diem? Masih ada pintu lain," sinis Revin menatap pintu lainnya.

Nino ikut menatap, "Kaga bisa diem lah, kan gue kaga bisu," cibirnya ikut mendekati Revin yang sudah berjalan kearah pintu.

Baru Nino ingin mendorong pintu ini, tangan Revin sudah lebih dulu mencegah. "Kasih tahu lokasi kita dulu, baru masuk," usulnya mendapat anggukan dari Nino.

Pria tinggi itu mengangguk, mengirimkan koordinat lokasi mereka, "beres".

Revin mengangguk kembali fokus pada pintu didepannya. Pintu terbuka sedikit, bukan tapi dibuka dari dalam!
Keduanya terkejut menatap pria paruh baya yang mengenakan setelan jas lengkap didepan mereka. Sontak Nino menendang perut pria itu hingga dia terjatuh kebelakang masuk ke dalam ruangan.

Keduannya bergegas masuk ke dalam. Bisa dilihat keterkejutan belasan orang didalam sini saling menatap Nino dan Revin yang baru saja masuk.
Segera kedua pria itu memegang pistol dibelakang tubuh mereka menatap lekat William dan Vano yang tengah duduk didepan ruangan pertemuan ini dengan segelas minuman di tangan mereka.

Married Dadakan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang