31. Ungkapan lama

1.1K 151 15
                                    

"Enak nak?," tanya Haris menatap Aleta yang tengah menyuapkan makanan perlahan di tempatnya.

Aleta menoleh tersenyum dengan anggukan sambil menyuapkan suapan terakhir dari piringnya. Haris membalas tersenyum, berdiri mempersilahkan Aleta dan Amora untuk kembali berbincang di ruang tamu.

"Aleta, kamu yang betah ya disini, setelah kamu dan putra keluarga Ardiaz itu resmi bercerai papa akan ajarkan kamu mengurus perusahaan. Kita akan hidup dengan nyaman,"

Aleta tersenyum sinis. Kepalsuan ini semakin menjadi, Aleta bahkan bisa melihat sebilah pisau yang Haris sembunyikan.

"Pa, dimana makam mama?," tanya Aleta tiba-tiba sukses membuat Haris terkejut. Tatapannya kesana kemari tidak tentu arah berusaha mencari kalimat yang pas untuk menjawab pertanyaan Aleta.

"Ada, ... Di ... Papa juga kurang tau Queen mamamu tertangkap dan hanya mereka yang tahu,"

"Kenapa papa tidak cari tahu?, tidak cinta mama?,"

"Apa maksud kamu? Tentu papa cinta mamamu,"

"Tapi papa biarkan mama tiada,"

Haris terdiam menatap Aleta yang sudah menitihkan air mata. Nampaknya ia harus segera membunuh Aleta sebelum perasaannya berubah.

"Maaf, papa salah."

Aleta menggeleng semakin terisak. Apakah Haris kira dengan meminta maaf seperti ini trauma Callistopia—mama Aleta akan sembuh? Apakah Haris pikir dengan kata maaf ini bisa mengembalikan luka yang tergores dalam di hatinya karena perlakuan Danu—paman Aleta?. Apa maaf ini bisa memperbaiki pula masa kecil Aleta yang sendirian?. Tidak.

"Aleta dengarkan papa, pa—"

"cukup! Papa hentikan saja sandiwara ini. Keluarkan pisau itu dari jas papa. Bunuh Leta sekarang! Itu kan yang papa inginkan? Kalian cuma bersandiwara!," pekik Aleta berdiri menunjuk Haris yang panik dibuatnya.

"Kamu bicara apa Queen?!," Haris ikut emosi berdiri memegang kedua bahu Aleta yang langsung ditepis.

"Kak Leta tolong ka—,"

"Diem! Jangan banyak sandiwara lagi! Lo cuma orang luar Mor! Jangan ikut campur! Apapun yang dijanjikan papa lupakan itu dan keluar dari sini!," usir Aleta menatap nyalang pada Amora yang meringsut mundur.

"Baik! Baik kalau itu mau kamu Aleta tapi papa benar-benar minta maaf soal meninggalnya mamamu. Sekaramg, karena kamu sudah tahu papa akan minta maaf terlebih dahulu papa lakukan ini karena mamamu,"

Aleta menggeleng pelan, memundurkan langkahnya. "Bukan karena mama! Mama masih hidup asal papa tahu, Leta udah ketemu mama!," ungkapnya menambah keterkejutan yang Haris rasakan.

"ma ... masih hidup?," tanyanya terbata-bata sedikit mundur kebelakang karena terkejut.

"Tidak mungkin! Saya lihat Cally tiada di depan mata saya sendiri, kamu jangan berbohong Queen!," sangkal Haris mengeluarkan pisau yang sedari tadi ia simpan.

Tentu ia sangat mencintai Callistopia, gadis manis yang ia temui di pesta ulang tahun temannya. Siapa sangka gadis itu seorang pewaris tunggal sebuah perusahaan ternama. Membuat ia semakin gencar mendekati Callistopia.

"Maafkan papa, paman kamu Aiden baru saja tiada. Kamu resmi menjadi pewaris tunggal, itu sangat berat nak jadi ijinkan papa mengambil alih dan pergilah dengan tenang menyusul mamamu, sampaikan maaf papa padanya,"

Pisau yang Haris bawa mulai terarah pada leher samping Aleta. Tubuh Aleta bergetar melirik pisau yang kapan saja siap menghunus dirinya.

"Papa tega? Apa papa gak punya malu sedikit saja? Aleta malu punya papa yang kaya gini," benci Aleta pada Haris yang berdecih pelan.

"Papa benar-benar minta maaf," lirih Haris sekali lagi mengeratkan pegangan pada pisaunya yang sedikit lagi mampu menggores kulit Aleta.

Aleta memejam erat, Alvina ataupun polisi tidak kunjung datang. Misinya adalah mencari tahu tempat tinggal Haris menahannya sampai polisi datang. Kalau memang ia tidak bisa, maka berarti takdir hidupnya berkata lain.

Bahkan, aku belum denger ungkapan cinta Revin udah gini aja

Dorr ....

Suara tembakan diudara mengambil alih fokus mereka. Disana Revin berdiri bersama Alvina, Callistopia dan lima orang polisi. Melihat kelengahan Haris, segera Aleta memindurkan langkah menjauh dari Haris mendekat pada Revin.

"Aleta!," teriak Haris hendak mengejar namun ujung pistol yang terarah padanya menghentikan gerak kakinya.

"Cukup Mas! Hentikan niat jahat kamu ini! Sudah cukup!," seru Callistopia yang terisak dalam dekapan Alvina.

Revin mengelus pegangan Aleta pada lengannya mengisyaratkan semua akan baik-baik saja.

Haris sendiri bagai lumpuh melihat Callistopia disana. Wanita yang ia kira telah tiada. "Cally, dengarkan saya dulu,"

"Cukup Haris! Cally sudah aman bersama saya dan Rescha. Pertanggung jawabkan perbuatan kamu sekarang," potong Alvina mempersilahkan polisi yang ia bawa untuk menangkap Haris.

"Tidak! Lepaskan! Aleta sayang! Cally!," teriaknya tidak berdaya ditangan polisi yang menggiringnya keluar. Amora diam menatap takut pada Alvina dan Revin yang melotot padanya.

"Pulang, jauhi keluarga saya Amora," usir Alvina pada Amora yang mengangguk gemetar berlari keluar rumah.

"Sstt, ... Udah selesai," ucap Revin menenangan Aleta mendekap gadis itu yang tengah terisak memeluk erat.
"Gak mau cerai,"

Revin tersenyum, terbesit kejahilan didalam kepalanya. "Lo yang minta kan, gue nurut,".

Aleta mendongak melotot garang pada Revin, "Itu cuma bohong ih!," geramnya memukul pelan dada Revin.

Revin tertawa kembali mendekap Aleta, "Iya-iya gue tahu,".

Alvina berdehem, "masih ada mama loh, ini ada mama mertuamu juga loh Vin. Nanti aja ah," goda Alvina mengajak Callistopia yang tertawa kecil keluar dari rumah ini.

Aleta dan Revin tertawa saling bertatapan. "Let, can i love you?," tanya Revin perlahan membuat Leta nyaris terkena serangan jantung. Ini pertama kalinya kan? Iya kan?.

"Kenapa harus nanya sih, tinggal bilang i love you aja kan bisa!,"

"I love you too,"

Pipi Aleta bersemu segera ia kembali mendekap Revin sebelum laki-laki itu menangkap basah dirinya yang tengah salah tingkah.

Revin tertawa memeluk serta mencium pucuk kepala Aleta. Kini semua sudah terang benderang, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Married Dadakan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang