26. Mulai bergerak

1.9K 229 93
                                    

Suara dahan pohon mangga yang saling bergesekan menemani Aleta yang tengah menjemur pakaian di taman samping kediaman Ardiaz.

Mulai terdengar alunan nada yang keluar dari bibir merahnya, benar-benar pagi yang sangat cerah. Pagi ini, Aleta terbangun lebih pagi dengan semangat yang menggebu membayangkan bahwa Revin akan libur seharian mengingat ini hari minggu.

Gadis itu berkacak pinggang menatap puas bermacam pakaian basah yang sudah tergelar diatas penjemur pakaian yang terbuat dari besi. Ia sangat senang dengan masih mengembangkan senyum ia membuang sisa air dalam ember biru yang ia gunakan menampung pakaian tadi pada rumput taman.

Dengan riang gembira ia berjalan memasuki rumah, pemikiran untuk jalan-jalan atau cuddle di tempat tidur terus menghantui dirinya. Sungguh benar-benar wanita gila.

Langkahnya terhenti, senyum pun pudar kala sudah benar-benar memasuki rumah. Ia berdecak kesal membanting ember yang ia bawa hingga dua orang yang duduk di sofa ruang keluarga sampai menatap dirinya dengan heran.

Ia menatap tak suka memanyunkan bibirnya ke depan menatap Revin dan Amora bergantian. Ia mengepal kuat, hancur sudah seluruh rencana hari minggu yang tersusun manis di pemikiran Aleta. Perasaannya semakin dongkol kala melihat senyum manis Amora, dasar perisak masih bisa tersenyum pula.

"Pagi kak Aleta," sapa Amora menatap Aleta yang berjalan mendekat setelah menepikan ember yang ia banting ke kamar mandi dekat dapur.

Revin hanya diam melirik dari balik komik yang baru saja ia buka. Lelaki itu tau betul kalau istrinya akan marah apalagi ia bisa melihat gadis berambut panjang itu begitu semangat memeluk serta mengajaknya berbicara untuk pergi ke Ancol sedari bangun tidur.

Tapi bagaimana lagi, bahkan Revin juga tidak mengerti kenapa teman sepermainannya alias Amora tiba-tiba datang beralasan kangen karena lama tidak bertemu dan ingin main saja. Revin semakin menundukkan pandangan kala Aleta sudah duduk disampingnya dengan tangan yang bergerak mencubit pahanya. Ia meringis kecil menatap perempuan itu.

"Dia ngapain disini?," tanya Aleta menunjuk Amora yang duduk di sofa seberang mereka. Revin menggeleng pelan, menaikkan bahu sedikit tanda tidak mengerti. Aleta menghela nafas, menarik ujung kaos merah hati yang Revin kenakan dengan muka masam.

"Main aja sih kak Leta, aku kangen kak Evin di SMA ga ada dia, kak Evan sama kak Vano jadi sepi," tutur Amora menjawab pertanyaan Aleta yang ia tanyakan pada Revin. Aleta mengalihkan pandangannya menatap perempuan berambut pendek itu, begitu menyebalkan merindukan suami orang.

"Ya terserah sih, gue mau keluar sama Revin, pulang gih kan lu udah liat," usir Aleta begitu tega merubah mimik wajah Amora yang semula terang menjadi mendung. Amora melirik Revin yang masih fokus menatap Aleta yang menatap nyalang padanya.

Tidak lama kembali lagi wajah terang Amora, gadis berusia tujuh belas tahun itu berdiri merapikan rok tenis bercorak kotak-kotak cream putih segera berjalan mendekati Revin kemudian duduk di sebelahnya.

Aleta melotot dengan sigap menarik Revin untuk mendekat padanya dipeluknya erat lelaki itu. Ia tersenyum puas menatap Amora yang diam tidak bergerak melihat keduanya.

"ah anu, Amora ikut ya kak Evin kalau kalian mau keluar, ga ada orang di rumah,"

"Gak!,"
"ikut aja,"

Aleta menoleh menatap Revin yang juga menoleh menatapnya. Dengan segera ia mendorong Revin untuk menjauh darinya, enak saja memberi persetujuan ikut pada Amora.

"Oke deh, makasih kak Evin," teriakan gembira Amora mulai terdengar dengan senyum yang sangat lebar.

"Gak! Gue yang mutusin siapa yang ikut! Bukan cowo ini!," sergah Aleta kembali membawa atmosfer peperangan diantara mereka bertiga.

"Tapi aku tanya sama kak Evin bukan sama kamu,"

Revin mendesah pelan, meletakkan komik yang ia pegang ke meja. Berdirilah dia berjalan menuju tangga utama.

Kedua wanita segera bangkit berlari terburu mengejar Revin yang berjalan santai. Ia berhenti di tangga ketiga saat mendengar bisikan-bisikan pertarungan adu mulut di belakangnya.

Ia menoleh, "Lo berdua bisa diem?, ga ada pergi, gue ke tempat kerja papa mau belajar bisnis sama dia. Amora, kamu pulang sekarang. Aleta, lakuin hal lain sesuka lo," jelasnya kemudian melanjutkan berjalan menuju ruang kerja Rescha yang berada di lantai dua hanya berjarak beberapa pintu dengan kamar mereka.

Aleta dan Amora kompak berdecak saling pandang dengan amarah yang mewarnai sorot mata mereka seakan ingin melenyapkan satu sama lain.

"Semua gara-gara lo! Udah berapa kali gue bilang, jauhin Revin," pekik Amora mendorong pelan bahu Aleta yang sedang bersedekap menghadap dia.

Bibir Aleta terbuka lebar sangat heran dengan perkataan anak kecil ini. Berani sekali dia, seakan gantian Aleta ikut mendorong bahu perempuan itu dengan keras sampai Amora mundur dua langkah dari tempatnya semula.

Aleta mendekat, mengacungkan telunjuknya di bahu kiri Amora. "Denger ya, Revin itu suami gue jangan jadi pelakor dong lo. Revin cuma anggep lo ade woy sadar! Jangan berharap lebih," ungkap Aleta menusuk nusuk bahu kiri Amora dengan telunjuknya.

Tidak lama segera telunjuk itu ditepis oleh Amora, ia maju mendesak Aleta untuk mundur beberapa langkah. "Istri bohong bohongan jangan sok keras lo," ejeknya pada Aleta dengan senyum miring.

Aleta tertawa menghilangkan senyum penuh percaya diri Amora, ia memajukan langkah tak ingin di gertak mantan adik kelasnya itu. "Siapa bilang bohong bohong an?, gue udah icip si Revin dari atas sampe bawah, ade doang mana ngerasain," bisiknya pada Amora kini ganti dirinya yang tersenyum puas.

Amora memundurkan langkah, suara gigi yang bergelutuk dan hentakan kaki mengikuti kepergian Amora yang melengos begitu saja keluar dari Kediaman Ardiaz.

"Main-main kok sama pawangnya," gumam Aleta disela tawanya yang bergema saking hebohnya.

"Aleta,"

Aleta menoleh mendengar namanya diserukan serta lengkah kaki menuruni tangga yang semakin mendekat. Ternyata Alvina—mama mertuanya.

"Cantik banget mama," puji Aleta pada wanita bersetelan putih hijau itu. Alvina menggeleng pelan, tersipu menepuk lengan Aleta.

"Kamu ini, mau ikut mama?," tanyanya pada Aleta.

Aleta mengangguk senang, karena tidak jadi keluar dengan Revin lebih baik keluar dengan Alvina. "kemana ma?,"

"kerumah temen mama, Calistopia namanya"

Calistopia?,

— Married Dadakan —

Suara meja yang digebrak pelan mengalihkan sebentar perhatian beberapa orang yang duduk di kafe bernuansa putih biru ini.

Amora sangat kesal, sekarang mendekati Revin bukan hanya susah lantaran sudah tidak satu sekolah tapi juga hubungan Revin dan Aleta yang semakin baik menjadi penghalang utama. Ia mengusap wajah ayunya berhenti menumpu dahi dengan kedua tangannya.

"Kamu ... Amora?,"

Amora mendongak menatap seorang pria yang terlihat seumuran dengan ayahnya tiba-tiba duduk di kursi depan. Ia mengangguk kaku, menatap gerak gerik pria itu yang sok akrab. Apa jangan jangan pria ini sugar daddy, alah tidak mungkin. Hembusan nafas terdengar dari mulut gadis itu memikirkan hal tidak tidak.

"Saya Haris Adijaya, saya bisa membantu kamu mendapatkan Arevin asal kamu bisa mengembalikan putri saya, Aleta,"

"Putri anda?! Aleta quenby?," tanya Amora begitu terkejut terlihat dari mulutnya yang menganga dengan mata melotot. Jadi perempuan itu tidak yatim piatu? Apa semua ini.

"Benar, Aleta Quenby William Adijaya, putri saya pewaris tunggal William group,"

"Hah?!,"



Married Dadakan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang