11

2.6K 774 48
                                    

Asahi berjalan dengan gontai di lorong, tubuhnya melemah, bukan deh, hatinya yang melemah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Asahi berjalan dengan gontai di lorong, tubuhnya melemah, bukan deh, hatinya yang melemah.

Asahi lapar sekali..

Tadi ia salah ambil keperluan, jelas saja Asahi akan memilih makanan. Tapi yang keambil malah obat, Asahi tidak begitu memerlukannya, padahal sudah susah-susah.

"Makanan, makanan, di mana kah dirimu~"

Asahi mengayun-ngayunkan kedua tangannya ke depan dan ke belakang.

Gabut doang, gak tahu mau ngapain. Oh ya, ngomong-ngomong Asahi sudah mendengar tentang kematian Jaehyuk, sedikit terkejut karena mengingat bagaimana pemuda itu sangat ingin membunuhnya.

Padahal rencana Asahi masih panjang, ck. Jangan bermimpi Jaehyuk...

"Oi upil!"

Asahi menolehkan kepalanya ke samping, tepat di mana Jihoon bersandar di dinding. Tidak terkejut karena ia tahu sedari tadi Jihoon memperhatikannya.

"Apa?" tanya Asahi malas kemudian melanjutkan langkahnya dengan santai, Jihoon mengikutinya.

"Lo mau makan?" tanya Jihoon dan Asahi mengangguk.

"Kalau gitu bantuin gue dulu, gue bakalan bantuin elo dapat makanan."

"Gak perlu, makasih. Gue bisa dapatin makanan sendiri," tolak Asahi tanpa basa-basi kemudian berjalan lebih cepat untuk meninggalkan Jihoon.

"Gue tahu Jaehyuk coba buat bunuh elo."

Langkah Asahi terhenti.

"Pasti ada sesuatu kan di elo? Dia gak mungkin mau bunuh orang tanpa sebab. Apalagi dia bisa ngorbanin nyawa dia buat gue dan Doyoung."

Asahi menoleh ke belakang, mendapati Jihoon dengan wajah datarnya menatapnya.

"Emangnya apa yang gue lakuin?" ujar Asahi sedikit mengejek, kemudian terkekeh.

"Itu yang gue pikirin, apa ya yang dilakuin seorang Asahi sampai-sampai orang kayak Jaehyuk aja kesal dan pengen bunuh elo?"

"Gak usah ngaco." Asahi menggelengkan kepalanya. "Gue gak ngelakuin apa-apa."

"Terus kenapa gak mau bantu gue? Takut ketahuan?"

Kedua alis Asahi menukik tajam, ia menatap Jihoon dari atas kepala sampai ujung kaki. "Bukan level gue elo," ujarnya kemudian mengibaskan tangannya.

"Level apa?"

"Gak usah pura-pura bego, anjing."

Jihoon tertawa, ia menaruh kedua tangannya di depan dada. "Lucu juga."

"Lo ngejek gue?" tanya Asahi tak suka, Jihoon mengendikan bahunya acuh, sedetik kemudian terkekeh datar.

"Maaf, gue gak suka nge drama. To the point aja deh, lo ketemu Yoonbin kan sebelum dia mati?"

















































































Mashiho hilang.

Junkyu sampai kesal sendiri.

"Padahal udah gue bilang jangan pergi ke mana-mana, masih aja tuh bocah," dumel Junkyu sembari berjalan memasuki lorong ke tiga yang sudah ia lewati.

Junkyu harus tetap mencari Mashiho.

"Dia ke mana coba?" bingung Junkyu, secara logika, seharusnya jika Mashiho pergi, ia akan meninggalkan bercak darah.

Seharusnya.

Tapi entah mengapa Mashiho tiba-tiba menghilang seperti memang sebelumnya ia tak pernah berada di sana.

"Kak Junkyu, cari siapa?"

Junkyu terkejut setengah mati saat Doyoung tiba-tiba saja muncul dibalik pintu kayu di lorong.

"Gue ngumpet di sini, sengaja, biar kalau ada yang lewat gue kagetin, haha."

Dasar gila.

Rasanya Junkyu ingin mengutarakan itu, tapi tidak jadi setelah melihat tangan Doyoung yang menggenggam kamera. Bisa-bisa nyawa Junkyu langsung melayang kalau Doyoung tersinggung.

Junkyu lebih memilih tersenyum canggung dan mengangguk saja.

Doyoung mengernyit. "Kok pertanyaan gue gak dijawab? Lo cari siapa, Kak?"

"Gak cari siapa-siapa kok," dusta Junkyu.

"Masa? Gelagat lo noleh ke sana sini kayak nyari orang."

"Iya."

"Iya apa?"

"YA POKOKNYA IYA!"

Junkyu ngegas, Doyoung hampir aja kejungkal. Tiba-tiba sekali.

Junkyu meringis. "Sorry."

"Gak papa kok."

"Gue cari Mashiho."

"Oh." Doyoung manggut-manggut. "Kenapa dicari?"

"Capek ngejelasinnya."

Doyoung tertawa kecil, ia kemudian mendudukkan dirinya di atas bebatuan. Pemuda itu lalu menepuk-nepuk batu di sebelahnya, menyuruh Junkyu untuk duduk.

"Gue punya feeling deh tentang ini," ujar Doyoung menatap lurus depannya, sebuah lorong lagi. Di sana lebih gelap, lilinnya hanya beberapa.

Junkyu menampilkan wajah bingungnya kemudian duduk di sebelah Doyoung. "Maksudnya?"

"Kata Jeongwoo yang selamat kan cuman satu.."

"..."

"Apaan sih." Doyoung merungut sebal, masalahnya Junkyu ngomong titik-titik-titiknya beneran. Kayak orang aneh.

"Gue punya feeling kalau sebenarnya yang selamat itu ya cuman tuannya. Satu orang."

"Halah sok tahu lo," semprot Junkyu, Doyoung pun mendengus kesal.

"Kata gue kan cuman feeling."

"Iya, tapi lo sok tahu."

"Halah, mboh ah karepmu. Pusing gue ngomong sama elo, Kak."

"Kok ngamok sih?"

Doyoung menghela napasnya mencoba untuk sabar walaupun tangannya udah pengen menoyor kepala Junkyu.

"Gue ngomong gini tuh cuman buat diskusi, gak perlu dibicarain seolah-olah itu fakta."

Junkyu manggut-manggut. "Oke deh, tapi emang lo tahu dari mana? Elo pernah main emang?"

"Dih, kan gue bilang cuman feeling! Dungu banget sih!" sahut Doyoung kesal.

"Ya siapa tahu plot twist, lo pemenang di game sebelumnya eh malah main game ini lagi."

"Karepmu ah, ndes."

"Ngumpat mulu nih babi."

Doyoung diam, Junkyu pun juga diam. Doyoung udah capek nanggepin Junkyu.

"Oh ya."

Junkyu bersuara, Doyoung meliriknya malas, takut-takut kalau yang dibicararin Junkyu gak mutu. Namun sepertinya tidak, mimik wajah Junkyu menjadi serius dan sulit dibaca. Pemuda itu lalu berdiri, kemudian menatap Doyoung dalam,

"Yoonbin itu... jahat ya?"





































































Note;

udah ada yang bisa nebak tuannya siapaa? >.<

[i] 1024 | Treasure ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang