BAB 13

24 6 0
                                    

“Ada lima posko yang tersebar di lima bangunan, berdasarkan kejadian barusan bisa disimpulkan bahwa semua panitia penakut, jadi mereka akan memilih ruangan yang jauh dari toilet dan dekat dengan tangga. Pilihan paling bagus adalah lantai tiga agar tidak mudah ditemukan. Sebagian besar ruangan yang mereka pilih adalah ruangan pertama karena lebih dekat dengan lapangan utama, kecuali di bangunan pertama yang ruangan pertamanya adalah toilet.”

Merasa terpojokkan oleh pertanyaan Dili dan Satria, akhirnya Rama mengalihkan perhatian dengan cara membuat kesimpulan tentang lima ruangan yang harus mereka temukan sebagai posko. Rencananya berhasil karena seketika Dili mengangguk-angguk menandakan dia setuju dengan pendapat Rama, sementara Satria tersenyum sambil mengingat denah sekolah yang pernah dibuat oleh Dili saat tes pengetahuan lingkungan sekolah pada hari pertama MOS.

“Posko pertama adalah Kelas XII Bahasa, letaknya di paling tengah bangunan pertama, mereka pasti malas berjalan jauh ke ruangan paling ujung saat gelap seperti ini. Posko kedua adalah Lab Seni, terletak di ruangan pertama lantai tiga pada bangunan kedua. Posko ketiga ada di Ruang KIR, tadinya aku pikir mereka akan memakai Ruang OSIS, karena tidak ada toilet di lantai tiga, tapi ternyata tangga tengah harus melewati toilet di lantai satu dan dua, jadi mereka pasti lebih memilih Ruang KIR.”

Satria mengutarakan pendapatnya tentang letak pasti ruangan tersebut sambil menjelaskan alasannya. Dua posko selanjutnya bisa mereka simpulkan sendiri dengan petunjuk yang sudah mereka dapatkan. Posko keempat adalah Ruang Otomotif yang terletak di lantai tiga paling depan bangunan keempat, dan posko kelima adalah Kelas XII Favorit yang terletak di seberangnya yaitu di bangunan kelima, keduanya berada di wilayah bangunan kelas favorit.

Karena sudah yakin dengan kesimpulan yang mereka buat, tanpa membuang banyak waktu mereka langsung menuju tangga tengah bangunan pertama menuju lantai tiga. Kelas XII Bahasa tertutup rapat, tapi tidak dikunci karena dipakai sebagai posko. Setelah memastikan pintu bisa dibuka, Rama mengetuk pintu agar mendapatkan izin untuk masuk.

Pada ketukan ketiga, barulah seorang panitia membukakan pintu sambil meminta mereka segera masuk ke dalam ruangan. Salah satu panitia laki-laki bernama Ridla meminta Dili untuk tetap berada di samping pintu, sementara Rama diarahkan untuk menemui panitia yang sudah menunggu di meja guru, dan Satria diarahkan untuk menemui panitia satunya di pojok belakang kelas.

“Kemari, Dili. Silakan duduk.” Ridla menarik sebuah kursi di barisan depan untuk Dili, dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Dili. Remaja laki-laki itu berkulit putih dengan gaya rambut di sisir rapi ke belakang yang membuat wajahnya terlihat jelas meski di dalam kegelapan.

Lilin yang di bawa Dili sudah dimatikan sejak memasuki ruangan, hanya ada satu lilin di tengah ruangan sebagai penerangan, sehingga Dili tidak bisa melihat dengan jelas siapa dua panitia lainnya yang sedang bersama Rama dan Satria. Mereka juga sengaja berbicara dengan pelan agar setiap pertanyaan hanya bisa didengar oleh peserta yang ada di hadapan mereka.

“Di sekolah sebelumnya, kamu pernah ikut ekskul atau kegiatan apa saja?” Untunglah nada bicara Ridla terdengar santai sehingga tidak tercipta nuansa formal seperti saat tes masuk sekolah.

“Saya Anggota Pramuka Andalan dari kelas satu sampai tiga semester awal di SMP, kalau di SD juga pernah, tapi ekstrakurikulernya sempat terhenti beberapa tahun, jadi saya hanya sempat ikut dua tahun yaitu di kelas tiga dan kelas lima. Selain itu, saya anggota OSIS Seksi Bela Negara saat kelas dua hingga kelas tiga awal semester, dan anggota Klub Olimpiade Matematika.”

Dili menjawab seadanya karena memang saat sekolah dasar, hanya ada satu ekstrakurikuler di sekolah mereka yaitu Pramuka, itu pun tidak terlalu aktif karena kondisi sekolah mereka yang sering berganti kepala sekolah sehingga ada beberapa peraturan yang berubah. Sedangkan di SMP, Dili hanya mengikuti Pramuka dan OSIS, dia sempat mendaftar OSIS saat kelas satu tapi tidak diterima, barulah saat kelas dua dia mendaftar lagi dan diterima sebagai satu-satunya anggota OSIS di kelasnya, kelas VIII-A.

Good Generation (TERBIT✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang