BAB 28

19 8 0
                                    

Bel istirahat berbunyi, Dili bergegas keluar dari kelas bersama Ali dan Lia. Mereka mempercepat langkah agar teman-teman sekelas mereka tidak menyadari tempat tujuan mereka. Setelah menyusuri jalur belakang yang berhadapan dengan lapangan olahraga, mereka berbelok ke jalur kelas jurusan menuju ruangan paling depan di lantai tiga.

Perpustakaan di area kelas jurusan lebih sepi dari hari biasanya, bisa dibilang hanya ada beberapa murid yang berkunjung pada hari ini, itu pun bukan untuk membaca atau meminjam buku, ruangan itu kini disulap menjadi markas para alumni kelompok 9 MOS yang kini menyebut kelompok mereka dengan nama Komunitas 9 Cahaya.

Dili, Lia, dan Ali tampak lelah karena harus menempuh perjalanan yang cukup panjang. Jika saja mereka lewat jalur depan, maka jarak tempuhnya akan lebih dekat karena Perpustakaan kelas jurusan berada di ruangan paling depan bangunan sisi kiri, begitu juga dengan kelas favorit yang terletak di ruangan paling depan bangunan sisi kanan. Namun, jika mereka lewat jalur depan, bisa saja ada yang mencurigai gerak-gerik mereka.

“Karena sudah lengkap semua, mari kita mulai rapatnya,” ucap Dili setelah duduk di kursi yang telah disediakan teman-temannya. Setiap perpustakaan memiliki peraturan yang sama yaitu dilarang berisik, karena itulah mereka meminta izin kepada penjaga perpustakaan untuk memakai gudangnya. Karena mereka semua bisa dipercaya, maka penjaga perpustakaan dengan senang hati meminjamkan ruangan tersebut.

“Tidak ada cara lain, Dili. Baik murid maupun guru sama-sama keras kepala. Jika terus membolos, para murid akan kehilangan waktu belajar yang jelas-jelas akan merugikan diri mereka sendiri. Sedangkan para guru enggan bertindak karena merasa para murid itu pasti akan menyadari kesalahan mereka,” jelas Satria yang duduk di samping Dili.

Para murid baru dari kelas jurusan melakukan aksi mogok belajar. Sebagian dari mereka memang serius melakukannya karena mengincar posisi kelas favorit yang mereka anggap bermasalah sehingga perlu diganti dengan murid-murid yang lebih layak. Sedangkan sebagian lagi hanya ikut-ikutan karena ingin menikmati libur belajar. 305 murid kelas satu dari tiga jurusan, hanya tersisa puluhan murid yang hadir di sekolah karena tidak ingin ikut aksi tersebut, jumlah mereka bahkan tidak mencapai 30 orang.

Sudah tiga hari aksi ini dilakukan, dibuka dengan aksi demo besar-besaran pada hari pertama. Mereka menuntut diadakannya seleksi ulang karena merasa ada kecurangan dalam pemilihan murid kelas jurusan angkatan dua, berbagai isu menyebar hingga dijadikan alasan kuat bagi mereka untuk melakukan aksi itu.

“Dilia Anastasya, adik dari Ketua OSIS. Arjuna Rama Alvarendra dan Halidy Areez Xavier, putra dari salah satu sponsor sekolah. Mereka bertiga memenangkan permainan Sang Juara karena mendapatkan bocoran soal dari koneksi mereka untuk mendapatkan 5 poin tambahan sebagai hadiah dari permainan itu.”

Satria terdiam, padahal jelas-jelas para murid tahu bahwa Satria saudara angkat Rama, apakah karena status saudara angkat jadi mereka berpikir bahwa Satria mendapatkan perlakuan berbeda dari keluarganya? Saat Satria larut dalam pikirannya, Ali mengambil ponsel Satria dan melanjutkan membaca isu yang beredar sebelum aksi demo berlangsung.

“Posisi keempat adalah Garnida Guinevere Byakta, putri dari salah satu sponsor sekolah, nilainya berada di peringkat pertama dari semua murid baru yang tidak memenangkan permainan Sang Juara. Sedangkan sebelas murid lainnya bahkan bermasalah hingga membuat para guru tidak ingin mengajar di kelas mereka. Mereka tidak bisa menjaga nama baik kelas favorit, bagaimana mungkin bisa mengharumkan nama sekolah?”

Ali dihujani tatapan dari teman-temannya, karena sampai sekarang mereka belum tahu apa yang sebenarnya terjadi di Kelas X Favorit sehingga para guru tidak ingin mengajar di kelas mereka, bahkan rela dihukum saat ketahuan membolos oleh kepala sekolah, dari pada masuk ke Kelas X Favorit. Masalah separah itu tentu saja membuat murid-murid lain penasaran dan bebas berasumsi karena tidak mengetahui kebenarannya.

Good Generation (TERBIT✓)Where stories live. Discover now