BAB 17

23 6 0
                                    

Ika melepas sepatunya, memastikan dengan baik bahwa sepatu tersebut tidak basah akibat guyuran hujan yang turun tiba-tiba. Dia berteduh di sebuah pos kecil yang kemungkinan adalah tempat istirahat pemilik kebun, menemukan kebun tersebut saja sudah cukup beruntung untuk Ika karena ada banyak buah yang bisa menjadi makanan untuk kelompoknya, tapi kemudian dia menemukan pos kecil yang nyaman untuk tempat berlindung.

Di samping kiri pos, terdapat sebuah kolam yang dihuni oleh banyak ikan, sepertinya pemilik kebun memang sengaja membuat kolam ikan tersebut untuk stok makanan selama dia tinggal di pos, hanya saja saat Ika berkeliling kebun sebelum hujan turun, tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di sana, padahal pos tersebut terbilang bersih seperti baru ditinggalkan kurang dari satu hari.

Jarak antara pos itu ke posisi kemah kelompok Ika sekitar setengah kilometer dari timur, artinya ada kemah kelompok lain yang memiliki jarak setengah kilometer dari barat, bisa saja salah satu dari mereka juga menemukan pos tersebut dan memiliki pikiran yang sama dengan Ika, yaitu memindahkan posisi kemah kelompok mereka ke pos kecil yang bisa melindungi dari cuaca buruk.

Hawa dingin perbukitan yang sedang diguyur hujan lebat membuat kesehatan Ika sedikit terganggu, sudah puluhan kali dia bersin, hidungnya terasa sangat gatal dan memerah, suhu tubuhnya menjadi lebih panas, matanya beberapa kali berkedip menahan kantuk, perutnya sudah protes minta diisi ulang, tapi hujan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

Kalau saja dia nekat menembus hujan menuju kemah kelompoknya, maka dia harus bertahan dengan pakaian yang basah kuyup karena tidak ada baju ganti, dia memilih bertahan di pos sambil menunggu hujan reda dengan mempertimbangkan kondisi kesehatannya yang sudah menurun.

Cahaya jingga mulai terlihat di ufuk barat, menandakan penerang alam semesta akan beristirahat sejenak untuk mengumpulkan kembali cahaya yang besar besok hari. Kicauan burung terdengar merdu bak sedang menyanyikan lagu tidur untuk Ika yang masih berjuang menahan matanya agar tidak terpejam, embusan angin ikut serta mengambil peran sebagai pengganggu yang dengan nakalnya memaksa Ika menyipitkan mata.

Rasa kantuk yang teramat kuat sudah tidak mampu lagi di lawan olehnya, hanya saja tertidur sendirian di dalam hutan bisa memancing bahaya. Meskipun berada di dalam pos, harus ada yang berjaga saat yang lain tidur, karena mereka tidak tahu dengan pasti ada binatang apa saja yang tinggal di hutan tersebut. Sayangnya, Ika telah memasuki alam mimpinya.

Kondisi di kemah justru sebaliknya, hujan deras yang disertai angin kencang membuat semua mata terjaga, khawatir jika tenda buatan mereka roboh sewaktu-waktu saat ada yang tertidur di dalamnya. Mereka duduk melingkar menghadap kayu bakar yang sudah terkumpul, mencoba melindungi kayu bakar tersebut agar tidak kebasahan.

Menyalakan api unggun adalah hal yang harus dilakukan ketika sedang berkemah di luar ruangan, apalagi di tengah hutan. Selain untuk menghangatkan diri, api unggun juga berfungsi sebagai penerangan dan pelindung dari hewan-hewan penghuni hutan, salah satunya nyamuk hutan yang tidak takut mati demi mengisi perut.

“Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Ika sendirian di suatu tempat karena berteduh dari hujan, aku takut terjadi hal buruk padanya,” ucap Arman yang sedari tadi sangat gelisah menanti kedatangan teman sekelompoknya.

“Aku ikut.” Dili bangkit saat melihat Arman keluar dari tenda, rasanya tidak nyaman hanya berdiam diri saat salah satu temannya berada di luar jangkauan matanya, terlebih lagi kalau dia seorang perempuan yang tidak pandai bela diri dan terlihat agak lemah seperti Ika.

Arman mengambil beberapa daun pisang untuk digunakan sebagai pengganti payung, dia memberikan salah satunya pada Dili, lalu mereka berjalan dengan hati-hati menerobos runtuhan air langit yang membuat tanah di sekitar mereka tergenang.

Good Generation (TERBIT✓)Where stories live. Discover now