Don't Leave Him

2.3K 389 51
                                    

update this chapter special my birthday. so me hoping this one gonna be special tho :p

anw, makasih yang udah purchase pdf kemarin! woof you temen2

***


RYU SEULHEE tidak terlalu yakin mana yang kira-kira meninggalkan rasa pahit dan getir di dalam kerongkongannya detik ituㅡsegelas ice latte dengan espresso double shot, atau tentang kenyataan bahwa pernikahannya dengan Jungkook dipermainkan begitu enteng dalam surat perjanjian hitam di atas putih antara pria tersebut dengan ibunya. Mungkin kopinya yang terlalu pahit, mungkin keadaannya sekarang yang terlalu menyedihkan, atau bisa jadi, keduanya sama-sama membuat kerongkongan wanita tersebut terasa begitu tercekat.

Sebagian besar sisi kewarasannya masih panas dibakar perasaan sakit. Kedua matanya, sepasang tangannya, serta isi kepalanya yang terasa penuh dan menyesakkan, sama-sama tengah mengantongi serta menggenggam fakta pahit yang gadis itu tahu, hal-hal seperti ini bisa menjadi kematian baginyaㅡkalau ia sedikit saja lemah.

"Jadi Kak Seokjin juga tahu soal perjanjian Jungkook dan Ibunya?"

Pertanyaan tersebut Seulhee lontarkan setengah jam lalu, setelah ia sampai di rumah sakit.

Melihat raut wajah Seokjin yang tak terkejut ketika tahu bahwa hubungan Jungkook dan dirinya berada di ujung tanduk, Seulhee tahu bahwa paling tidak, pria di hadapannya itu mengetahui sesuatu lebih banyak dari dirinya. Meski sejujurnya ia berharap Seokjin akan menjadi satu-satunya orang yang masih cukup waras dan ia harapkan ada dipihaknya. Tetapi lihat? Mereka semua benar-benar luar biasa dan Seulhee nyaris terlihat seperti boneka musikal yang dimainkan sesuka hati.

Membeku di sudut sofa yang terasa begitu dingin, netra Seulhee nampak sangat merah dengan suara yang serak kentara di sana. Tubuhnya menggigil begitu jelas sehingga Kim Seokjin yang tengah dirundung perasaan bersalahnya tersebut, benar-benar ingin mencungkil matanya sendiri karena turut menceburkan diri dalam masalah ini.

"Aku begitu transparan di hadapanmu, Kak. Kau memberiku semangat untuk tetap hidup, tetapi sekarang? Kau seperti mereka, sama saja... Sama-sama ingin membuatku mati mengenaskan, didn't you?"

Seokjin masih tercekat.

Jungkook yang berada di sebelah Seulhee sejak awal masih sama, tidak berkutik, kepalanya di tundukkan, bibirnya pucat pasi, tidak ada bedanya dengan kondisi Seulhee. Keduanya sama-sama kacau dan berantakan. Seokjin bahkan tidak tahu harus berkata seperti apa. Tidak sampai Renjun, adik Jungkook, datang dengan bibir bergetar. Menahan tangis.

Ibu Seulhee noona sudah tidak ada...


***


Rasanya seperti tengah ditenggelamkan ke dalam air mendidih di dalam kuali besar sebelum tubuhnya dicincang habis setelah lunak. Seulhee tak bisa merasakan kaki berpijak kalau Jungkook tidak mendekapnya erat, begitu erat, kelewat erat separuh menggigil, memandang sang ibu dengan pandangan sulit. Bibirnya yang terbuka lantas terkatup kembali. Alfabetnya mati di ujung lidah, menelan ludah saja rasanya seperti meletakkan telapak tangan di atas kobaran api.

Panas dan tercekat.

Dunia masih terus bergerak maju di luar sana; orang-orang sedang tertawa, sebagian sedang kesulitan mencari sesuap nasi dan mencari pekerjaan, sebagian tengah memeluk yang terkasih atau bersembunyi di balik selimut sembari merasakan buncahan hasrat sehabis seks hebat, sebagian ada yang tengah berduka. Dan Ryu Seulhee adalah salah satunya.

"Ibu belum melihat anakku lahir..." Jungkook mengusap punggungnya rapuh, nyeri, bisikannya di sana seolah mengantarkan perasaan pahit juga menenangkan dalam satu waktu, ada aku, ada aku, ada aku. Aku tidak akan meninggalkanmu. Begitu terus katanya. Meski sebetulnya, mendengar hal tersebut, Seulhee ingin tertawa lantang. "Ibu bilang ingin menjemputku pulang..."

Seulhee masih tidak bisa menangis. Meremas jemari sang ibu yang melemah sepenuhnya, tak ada daya, dingin. Kehangatan yang kerap diberikan tiba-tiba saja lenyap. "Ibu kok jahat sampai meninggalkan Seulhee seorang diri begini..."

"Aku mau ikut..."

"Ibu seharusnya mengajakku."

"Aku harus bagaimana selepas ini?"


***


Hening menyelimuti.

Pukul delapan lewat dua belas menit. Langit bergerak lambat, gelapnya mengitari seluruh penjuru langit Seoul, sebagian manusia barangkali tengah terlelap, sisanya baru kembali selepas kerja seharian suntuk. Ibu Seulhee sudah dipendam jauh ke dalam tanah. Ruangan duka mulai melenggang, sepi, hawanya membuat hati menjerit, kini hanya tersisa beberapa orang yang masih bercengkrama di luar. Entah kapan mereka akan pergi, Seulhee tidak tahu.

Wanita tersebut menekuk lututnya dengan pandangan kosong melompong. Menatap wajah sang ibu pada figuran berukuran besar di depan sana. Kerutan di dahi, senyuman semanis mawar, pipi lusuh, sepasang netra redup, tidak akan terlihat lagi sekarang. Semuanya sudah selesai. Semesta merampas semuanya hingga habis tanpa sisa dan meninggalkannya seorang diri di bumi. Kejam, kejam sekali takdir alam.

Kepada siapa dirinya harus murka sekarang?

Tetapi satu sekon menukik dingin di sana, Seulhee menelan paksa sumpah serapahnya tatkala mendengar seseorang berujar dibalik tubuhnya. "Noona mau makan malam bersamaku?" itu Renjun. Bocah super bandel ini terlihat luar biasa khawatir. Sejak tadi tak berniat meninggalkannya barang seinci pun, menerima tamu dengan baik hati, menjamu makanan dan minuman, Renjun melakukan semuanya begitu gigih. Entah karena kasihan, atau benar-benar peduli, Seulhee tidak tahu. Sebab rasanya seperti kepercayaan yang ia miliki dalam hati telah direnggut seutuhnya. Orang-orang yang berkeliaran disekitarnya sejak beberapa hari lalu bagai seorang penipu ulung yang siap menorehkan sebilah pisau kapan pun Seulhee meleng. "Noona kalau tidak makan-makan, nanti adikku di dalam sana sedih."

Renjun merasakan pasokan udaranya melemah. "Tahu tidak, aku berhenti nongkrong di warnet nyaris selama sebulan." Renjun mendekat lagi. Senyumannya berkembang. Membawa seutas cerita dengan ujaran polos nan lugu miliknya. "Aku rajin belajar karena noona. Noona benar, pendidikan itu penting. Noona benar bahwa aku bisa kerja enak kalau rajin belajar. Noona benar kalau pendidikanku tinggi, akan semakin banyak orang yang menghargaiku sebab dunia ini jahat dan kejam. Tak berbelas kasih. Aku ingin menjadi dokter seperti Seokjin hyung suatu saat nanti serta menjadi bijaksana dan hebat seperti Jungwoo hyung dan Taehyung hyung." Ada jeda sejenak, kemudian pemuda tersebut menunduk dalam perasaan asing yang meletup-letup. "Aku juga ingin menjadi seperti Jungkook hyung yang baik hati. Jungkook hyung yang selalu berusaha. Jungkook hyung yang tidak pernah marah meski aku bandel, well, tidak juga, dia bawel dan berisik, suka marah-marah, tetapi tidak pernah sampai menyakiti hati. Aku sebal dengan hyung yang satu itu, tetapi tidak pernah membenci karena aku tahu, dia ingin aku menjadi lebih baik daripada dirinya." Tiba-tiba saja Renjun meremas jemari Seulhee yang terkulai lemah. "Aku juga ingin menjadi Jungkook hyung yang hanya mencintai satu orang wanita di dunia, yang hanya menikahi wanita yang ia sayangi sepenuh hati, aku ingin menjadi setia dan tulus sepertinya."

Renjun terkekeh beberapa saat, menggeser nampan berisi sup ayam sebelum mengusap lengan Seulhee lirih. "Aku tidak akan membela Jungkook hyung, aku hanya bocah bodoh yang suka main dan tidak begitu paham urusan orang dewasa. Tetapi noona, aku tidak pernah berbohong selain untuk bolos sekolah hanya demi main game online, aku sungguh tidak bisa menahan yang satu itu. Dikebanyakan waktu, aku selalu memegang teguh pendirian bahwa aku harus menjadi orang yang jujur dan tidak merusak kepercayaan orang lain. Dan aku akan mengatakan satu kejujuran lain yang barangkali kau akan sulit mempercayainya," sensasinya begitu terasa hangat. Renjun ingin keluarganya utuh dan baik-baik saja sehingga kejadian seperti kemarinㅡketika sang ibu dan ibu Seulhee bertengkar hebat dan terlihat murkaㅡtidak terulang kembali. Renjun benci pertikaian. Dia membenci kalau keluarganya harus sampai hancur. "Jungkook hyung mencintai noona melebihi dirinya sendiri bahkan Ibu. Jungkook hyung mengorbankan segalanya tetapi Ibu bersikukuh dengan segala pikiran payahnya. Jadi... jadi jika hati noona ingin membenci seseorang, jangan benci Jungkook hyung ya? Kakakku baik, kakakku sudah rapuh sejak dulu karena Ibu lebih melihat Jungwoo hyung daripada dirinya, kakakku sudah cukup berusaha, kakakku hanya memiliki noona sekarang, persis seperti noona hanya memiliki Jungkook hyung."


Renjun terisak kecil. Hidungnya meler. "Noona jangan tinggalkan Jungkook hyung ya? Plis?" [] 

ShatterableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang