8 | we can't be friend

51 8 9
                                    

"Lo keluar tenis?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Lo keluar tenis?"

Tadi saat jam istirahat pertama, Dicky melihat Sagara buru-buru keluar dari kelas seperti orang kesetanan. Ia kira, Sagara kebelet ke toilet makanya laki-laki itu buru-buru meninggalkan kelas. Makanya setelah merapikan bukunya yang ia jadikan sebagai pajangan saja itu, Dicky langsung mendatangi toilet. Tapi sesampainya ia di sana, Sagara malah tak ada. Akhirnya Dicky memutuskan untuk keliling sekolah, mencari laki-laki itu. Di depan ruang ekskul sains, Sagara berdiri diam, menatap papan nama ruangan itu lama sebelum akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan itu.

Awalnya Dicky ingin menunggu Sagara, tapi karna Sagara lama dan waktu istirahat sudah mulai habis, akhirnya Dicky memutuskan untuk pergi ke kantin sendirian, bergabung bersama Eric, Sultan dan Louis tanpa membawa Sagara bersamanya.

Melihat Sagara masuk ke dalam ruangan club sains dan Sagara yang keluar dari grup chat ekskul tenis membuat Dicky bingung. Perasaan kemarin Sagara yang ngotot sekali ini masuk ke ekskul tenis, tapi kenapa sekarang malah pilihannya beralih?

"Iya."

"Kenapa?" tanya Dicky, "gue kan masuk tenis gara-gara lo. Kenapa lo keluar gitu aja?"

"Salah sendiri masuk tenis gara-gara gue."

"Loh nggak bisa gitu dong Gar? Emangnya kenapa lo tiba-tiba keluar? Bukannya salah satu alasan lo masuk sini karna ekskul tenis Merah Putih terbaik?"

Sagara menghela nafasnya kasar. "Gue mau masuk club sains, makanya keluar dari tenis."

"Lo lagi sadar kan? Ngapain masuk club sains? Lo kan nggak pernah tertarik sama begituan—"

"Lo tau apa tentang gue?" potong Sagara, "lagian tinggal keluar aja dari tenis, nggak usah ikutin gue. Gue juga nggak pernah nyuruh lo ikutin gue."

Dicky memicingkan matanya kesal. "Pantesan aja nggak ada yang tahan temenan sama lo."

"Siapa yang nyuruh lo temenan sama gue?"

Dicky tak menjawab, ia meninggalkan Sagara sendirian di kantin.

Louis dan Sultan yang juga berada di meja yang sama dan mendengar perdebatan itu hanya bisa diam tanpa mau membuka mulutnya. Takut mereka malah memperkeruh suasana. Sagara menghela nafasnya kasar. Kepala pening sejak ditampar oleh Ayahnya tadi malam. Rasa sakit akibat tamparan itu masih berbekas di kepala dan pipinya kini juga terlihat sedikit bengkak. Perut Sagara juga mual karna dari tadi pagi tak ada satu pun makanan yang masuk ke perutnya.

Tadi malam saat Ayahnya menyuruhnya untuk keluar dari ekskul tenis, suasana hati Sagara sudah tidak bagus. Tenis itu olahraga yang paling Sagara suka sejak kecil, tapi Ayahnya malah menyuruhnya keluar dari ekskul itu padahal masih ada ekskul taekwondo yang bisa menjadi pilihan lain. Tapi Ayahnya tetap menyuruh Sagara keluar dari tenis dan masuk ke club sains yang sama sekali tak Sagara minati.

Suasana hati yang tidak bagus itu masih bertahan sampai bel pulang sekolah berbunyi. Sagara berdiri di samping motornya, sesekali menatap ke arah gerbang sekolah yang kini sudah terbuka lebar. Buku bahasa inggris ada di tangannya, Sagara sudah bersiap menyerahkan tugasnya ini pada Aluna lagi.

love me wellWhere stories live. Discover now