"Aluna, bangun!"
Hal pertama kali yang Aluna lihat saat membuka matanya adalah asap yang tebal memenuhi langit-langit kamarnya. Dadanya langsung sesak, ia menutup mulut dan hidungnya. Aluna tak sempat membawa apa-apa, yang ia bisa selamatkan hanyalah tas sekolahnya sebelum Bundanya menarik tangannya keluar dari rumahnya. Suara tangisan, teriakan kesedihan, langkah panik warga dan juga sirine pemadam kebakaran berdegung menjadi satu di dalam telinganya. Aluna mematung di posisinya, ia hanya bisa melihat rumah-rumah di hadapannya habis dilahap oleh api.
Semua terjadi begitu cepat, Aluna tak pernah membayangkan hal seperti ini akan menimpanya. Dengan pelan, Aluna mengangkat tangannya, mengusap punggung Bundanya yang sedang menangis di pelukannya dengan lembut.
"Semuanya bakalan baik-baik aja kan, Bun?"
• • •
Sudah tiga hari setelah seluruh berita heboh menayangkan rekaman kebakaran di salah satu kawasan yang menghabiskan banyak rumah itu. Sudah tiga hari juga Aluna tidak datang sekolah dan tidak bisa dihubungi. Semua ikut panik setelah tau rumah Aluna berada di kawasan itu. Beritanya menyebar dengan cepat hingga ke seluruh penjuru sekolah. Bahkan Kepala Sekolah juga sudah turun ke TKP, tapi Aluna sendiri yang menolak agar teman-temannya tak mendatanginya. Aluna memang butuh bantuan, tapi ia tak perlu dikasihani oleh siapa pun.
Kedua temannya, Aqila dan Yania juga sudah berusaha mencari tempat pengungsian Aluna dengan bertanya kepada Kepala Sekolah. Tapi Kepala Sekolah memilih untuk menghargai permintaan Aluna dan mengatakan bahwa Aluna baik-baik saja.
Walaupun kejadiannya sudah tiga hari yang lalu, tapi masih ada beberapa stasiun televisi yang masih menayangkan berita mengenai kejadian itu. Sagara mematikan televisinya, melempar remot televisinya ke sofa begitu saja sebelum ia berjalan menuju taman belakang rumahnya. Di sana teman-temannya sedang berkumpul. Mereka baru pulang sekolah.
"Gar, nanti malem lo ikut?" tanya Louis sembari memakan bolu yang sudah disediakan untuk mereka, "pada mau main billiard."
Sagara menggeleng. "Gue mau ke RS."
"Titip salam sama Nesya ya," ucap Dicky sembari tersenyum geli.
"Gue pukul lo."
"Galak banget Bang," jawab Dicky. Ia meneguk soda kalengnya yang sisa setengah, "btw Gar, kan dari kemarin lo sibuk terus latihan. Kapan-kapan ikut nongkrong lah sama kita. Pasti lo gabut juga kan di rumah?"
Benar sih. Biasanya ada Logan dan Nesya yang bisa Sagara ajak main bareng. Tapi karna Nesya di rawat, jadi waktu untuk kumpul juga tidak banyak. Sagara juga tidak suka berlama-lama menghabiskan waktu di rumah sakit karna ia benci rumah sakit. Tapi malam ini, ia akan menemani Nesya. Lagipula, ia tak punya alasan lagi untuk tidak menemani Nesya karna pertandingan juga sudah selesai.
Kemarin Nesya tidak datang ke final karna kondisinya menurun. Sagara mengerti, makanya ia tak marah sama sekali. Yang lebih penting itu kesehatannya Nesya, bukan pertandingannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
love me well
Teen Fiction"Love me well or leave me alone, you decide." Seharusnya, dari awal kita berani mengambil keputusan setelah sadar bahwa langkah yang kita ambil adalah langkah yang salah. Tapi waktu sudah tidak bisa diputar ulang. Dan dengan bodohnya, kita berdua m...