Sudah hampir satu jam mereka bermain di lapangan. Cuaca hari ini yang mendung dengan angin yang berhembus kencang jadi mereka memanfaatkannya untuk melakukan olahraga. Darel dan Eric kini sudah terbaring lemas di pinggir lapangan sembari mengatur nafasnya yang terengah. Sementara Dicky masih bisa melayani laki-laki yang energinya tak pernah habis disebrang sana. Kini laki-laki itu sedang membalas bola Dicky dengan kekuatan yang lebih besar hingga bola itu tak dapat Dicky gapai lagi.
"Gar, udahan!"
Dicky langsung ambruk di tengah lapangan. Matanya terpejam erat, nafasnya terengah tak karuan. Dicky salah, seharusnya ia tak meladeni temannya ini untuk bermain tenis padahal ia tak pernah olahraga sebelumnya. Ia tak pernah menyangka kalau energi Sagara segila ini.
"Anjrit," cerca Dicky saat botol air mendarat di perutnya, "thanks btw."
"Gar air, " ucap Eric pelan, "Sagara air!"
Air botol melayang menuju kepalanya, untungnya Eric sudah lebih dulu menghindar sebelum air botol itu mendarat tepat di kepalanya. Eric memicingkan matanya pada Sagara sekilas lalu mengambil air botol itu. Mau marah tapi ia juga takut pada Sagara. Jadi memicingkan mata tajam adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan.
Baru tiga hari mereka berkenalan dengan Sagara, tapi Sagara sudah mengajak mereka main ke rumahnya yang sangat amat luas dan megah ini. Di depan tadi, sebelum masuk ke dalam rumah yang ada lapangan tenisnya ini, Eric, Darel dan Dicky menganga selama lima detik melihat rumah megah ini. Apalagi saat melihat lapangan tenis di dalamnya, mulut mereka terbuka tambah lebar.
"Nanti malem ikut main billiard?"
Sagara menggeleng. "Gue ada urusan."
"Kemana? Ikut dong!"
Berbeda dari Eric dan Darel, Dicky lebih berani menanggapi ucapan Sagara walaupun sudah ditatap tajam oleh Sagara, Dicky tetap tak gentar.
Sagara menjauhkan wajah Dicky darinya. "Nggak. Lo nyusahin."
"Nyusahin apanya?"
"Nggak."
"Oke. Gue diem," Dicky langsung menutup mulutnya daripada dilempar raket tenis oleh Sagara. Laki-laki itu memainkan ponselnya, mengunggah foto yang sempat ia ambil tadi ke media sosialnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
love me well
Teen Fiction"Love me well or leave me alone, you decide." Seharusnya, dari awal kita berani mengambil keputusan setelah sadar bahwa langkah yang kita ambil adalah langkah yang salah. Tapi waktu sudah tidak bisa diputar ulang. Dan dengan bodohnya, kita berdua m...