Tujuh

1.7K 260 67
                                    

Lisa menatap kosong pada hamparan hijau pegunungan di hadapannya. Pemandangan birunya langit dan cerahnya langit di pagi hari dengan burung-burung yang sedang terbang bergerombol pun tidak menarik perhatiannya. Tidak ada yang menarik bagi Lisa karena saat ini pikirannya hanya tertuju pada satu orang, orang yang sudah mengacak-acak pikiran dan jiwanya.

Lisa tahu kegilaannya harus segera di akhiri. Perasaan untuk Jiyong di hatinya sungguh sangatlah salah. Lisa kembali teringat acara makan siang tempo hari yang berakhir sakit untuknya. Sakit karena harus melihat kemesraan Jennie dan Jiyong tepat di depan matanya.

Teddy adalah sosok penyelamatnya saat itu, dia mengerti dan mencoba mendampingi Lisa di saat Lisa harus terjatuh kalah akan keadaan dan kenyataan.

"Kau bodoh, Lice. Sangat bodoh!" Sungut Chaerin pada Lisa dengan sorot mata gemas. Lisa sudah menceritakan yang sebenarnya pada kakaknya itu, meminta saran dan berakhir dengan cercaan.

"Jiyong memang pria kurang ajar! Bagaimana dia bisa mendekatimu di saat statusnya masih sebagai kekasih membermu itu?! Apakah mereka benar-benar berkencan, Oppa?!" Chaerin menatap Teddy yang sedari lebih banyak diam.

Pagi ini, mereka bertiga tengah berada di sebuah Villa milik Teddy. Sengaja menghabiskan akhir pekan bersama untuk menyegarkan pikiran dan raga mereka, hal yang memang sering mereka lakukan bersama sedari dulu.

"Aku tidak tahu. Tapi setauku Jiyong pun tidak membantah rumor itu." Teddy menjawab dengan tetap sibuk bermain Nintendo di tangannya.

"Berarti memang benar mereka berkencan? Tapi kenapa aku sulit percaya, ya? Maksudku... Apa Jiyong sengaja membiarkan rumor itu berkembang? Kau tahu, mungkin saja ada keuntungan yang dia dapat dari rumor itu? Atau setidaknya untuk Jennie. Dia tidak memiliki apa-apa untuk terus mendongkrak popularitasnya, bukan?" Chaerin menatap Teddy dan Lisa bergantian, mencoba mencari dukungan akan spekulasi yang disampaikannya.

"Tapi Jiyong juga bukan tipikal yang akan diam jika itu tidak benar." Teddy kembali bersuara dengan gaya acuhnya.

"Kurasa mereka memang berkencan, Eonni. Aku yang memang bodoh karena tidak berani bersikap tegas dan malah terjebak pada situasi dan perasaan yang salah ini." Ujar Lisa lemah.


"Kau benar-benar menyukainya?" Teddy menatap Lisa dengan tatapan dingin. Terlihat menyeramkan di mata Lisa jika Teddy sudah dalam mode seperti ini.

"Entahlah, Oppa." Bisik Lisa lirih.

"Hentikan perasaan itu. Setidaknya tunggu sampai mereka selesai. Jangan pernah hadir di tengah hubungan seseorang, meski hubungan itu buruk sekalipun."

"Aku setuju, Lice. Jiyong harus memilih. Jika memang dia memilihmu, dia harus melepaskan Jennie. Meski yang kulihat Jiyong sama sekali tidak tertarik pada Jennie, tetap saja... Semua orang tahu kalau yang menjadi kekasihnya itu Jennie, bukan kau." Chaerin kembali menatap Lisa yang masih berdiri terdiam sembari menatap keluar kearah balkon.

"Kau mau makan apa?" Teddy kembali bersuara saat melihat wajah murung Lisa.

"Aku mau pulang saja, Oppa. Aku butuh waktu sendiri dulu." Balasnya lengkap dengan senyum yang terlihat begitu di paksakan.

"Jangan selalu keras kepala. Aku tahu kau bisa dapatkan apa yang kau mau, tapi ingat... Tidak semua yang kau mau baik untukmu, Beau." Teddy mendekat kearah Lisa, meraih tubuh mungil yang masih diam membatu di ujung tangga dekat dengan pintu keluar Villa milik Teddy tersebut.

"Biarkan dia yang berjuang untukmu. Biarkan Jiyong yang bekerja keras untukmu. Kau... Cukup diam dan lihat sebesar apa usahanya untuk bisa bersamamu." Lanjut Teddy sembari merengkuh Lisa semakin erat di dalam pelukannya. "Jangan pulang. Tetaplah disini bersamaku." Bisiknya lagi.






EASY ON MEWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu