END

921 90 48
                                    

"Sudah, terima kasih."

(Y/n) mengembalikan gelas yang sudah kosong itu pada Kei seraya mengusap bibir untuk menghilangkan jejak basah. Kei dengan sigap menerimanya, lalu menyimpan gelas yang sama di meja di depannya.

"(Y/n)-chan kau kenapa? Tiba-tiba menangis begitu, buat khawatir saja."

Gadis itu tersenyum tipis mendengar pertanyaan dari Kei. Ia membungkukkan badannya, menahan kepala menggunakan kedua tangan. "Maaf, aku agak sensitif akhir-akhir ini," balasnya. Surai (Y/n) berjatuhan menutupi wajahnya.

"A-ADUHHH!! Kak, mau ngobatin apa bunuh orang, sih?!"

"Jadi cowok bawel amat! Jangan gerak-gerak makanya, kan susah diobatin jadinya!"

"Sumpah ya, Kakak ga cocok jadi dokter deh kalau gini."

"Ha? Bilang apa kau? Aku pencet sekalian lukanya."

"AARRRGHHH, KAK!!!"

Kei dan (Y/n) yang tengah dalam suasana serius tak mengindahkan kericuhan yang terjadi di dapur. Karena mendengar (Y/n) tiba-tiba menangis, tanpa sengaja Oreki menggores tangannya dengan pisau yang sedang ia gunakan untuk mengupas apel.

Karenanya sekarang Oreki tengah diobati oleh Aya, tetapi keduanya tidak bisa akur sama sekali sehingga proses pengobatan semakin lama.

"(Y/n)-chan, apa sebab itu?" kembali pada Kei, ia menopang dagu dengan sebelah tangannya.

Terdengar kekehan yang menyusul. Namun, dibandingkan bahagia, justru suara itu terdengar menyedihkan. "Bagaimana, ya? Memangnya aku harus bersikap seperti apa setelah kehilangan satu-satunya keluargaku yang tersisa?"

Kei memandang (Y/n) sendu, tak bisa berbuat apa-apa. "(Y/n)-chan ..., jangan berbicara seperti itu."

(Y/n) seolah tak mengacuhkan perkataan Kei. Ia mengusap wajahnya kasar, masih frustasi jika harus memikirkan dirinya tak punya siapa-siapa lagi sekarang. "Kei, aku tau aku punya banyak sekali kesalahan, tapi apakah harus sampai Fukube-kun pergi meninggalkanku?"

Menggeleng tegas, Kei berusaha meyakinkan. Ia bergeser supaya tubuhnya sedikit maju dari tempat duduknya. "Jika kau membicarakan tentang kepergian Fukube, kau tidak salah sama sekali, ini memang karena alasan lain."

"Tidak Kei, aku memang salah. Karena itulah aku datang ke sini."

Kei menaikkan sebelah alisnya. "Maksudmu?"

Helaan nafas tampak keluar dari celah bibir gadis itu. (Y/n) mengacak poninya dengan pandangan frustasi yang mengarah pada kedua kaki. "Kau tau kan, hubungan kita sedang buruk sejak terakhir kali kita bertemu."

Kei melebarkan matanya sesaat, seketika teringat dengan kejadian saat itu. Ia membuang wajahnya, tidak sanggup menatap (Y/n), suasana pun menjadi canggung dalam sekejap.

"Aku ingin minta maaf," ungkapnya. "Aku akui dulu pikiranku benar-benar sempit. Aku terlalu terkejut dengan kematian Ibuku sehingga tak bisa berfikir dengan jernih." (Y/n) sekali lagi menghela nafas berat, hatinya tak bisa tenang sejak datang ke sini.

"Kau tau, aku, hanya takut." (Y/n) menggigiti kuku ibu jarinya gelisah, melanjutkan, "Terlalu banyak orang yang meninggalkanku sehingga aku terlalu takut. Aku sudah lelah dengan kehilangan, aku tak ingin merasakannya lagi."

"Tapi aku memang tidak bisa membenarkan apa yang aku lakukan dulu."

"Saat itu aku hanya memikirkan diriku sendiri. Padahal jika dipikir-pikir, dibanding sekarang, saat itu aku benar-benar beruntung karena Fukube-kun masih berada di sampingku. Tapi sedikitpun aku tak pernah mempedulikan keberadaannya."

Waiting for You || Hyouka (OrekixReaders) [✔]Where stories live. Discover now