NARENDRA[25]

131K 13K 545
                                    


★ ★ ★

"Kak Artan?"

"Kenapa gak bilang kalau lo udah pulang dari rumah gue?" Tanya Artan.

"Aku udah bilang sama Loren, kok kak" Jawab Nalva sambil mengelap sisa ingusnya.

Artan tertawa kecil kemudian memberikan sapu tangannya kepada Nalva. "Jorok banget sih! Nih pake" Artan berbicara dengan sedikit terkekeh pasalnya saat mengelap ingus nya Nalva terlihat persis seperti anak kecil.

"Makasih"

"Mau jalan gak?" Tawar Artan.

Nalva berfikir kemudian menggeleng kaku. "Enggak deh, nanti kak Naren marah" Tolaknya.

Artan terdiam kemudian tersenyum kecut, bisa-bisanya Nalva masih memikirkan perasaan Naren disaat Naren sudah tidak perduli lagi kepadanya.

"Yaudah kalau gitu, gue tadi cuman mau mastiin lo sampai rumah dengan selamat, soalnya kan lo habis dari rumah gue, bahaya kan kalau lo sampe hilang, bisa-bisa gue yang di salahin" Artan mengacak rambut Nalva asal. "Kalau gitu gue pamit dulu" Kata Artan.

Nalva tersenyum dan mengangguk kecil. "Hati-hati kak" Nalva melambaikan tangannya dan tersenyum manis membuat Artan ikut tersenyum.

Dari kejauhan Naren terus mengamati setiap gerak dua orang tersebut. Rasanya tidak rela jika Nalva tersenyum kepada Artan, tapi pikirannya selalu berusaha meyakinkan nya agar tidak perlu perduli kepada gadis itu.

Naren menatap sekantung es krim strawberry yang mulai mencair, niat awalnya yang ingin mengirimkan es krim tersebut tanpa memunculkan dirinya kembali dia urungkan karena merasa hal itu tidak akan berguna sama sekali.

Naren membuang asal sekantung es krim tersebut dan menancapkan kan motornya untuk pergi dari tempat nya mengawasi Nalva tadi.

★ ★ ★

"Sampai kapan lo mau diem kaya gini terus?" Tanya Yansen lelah, pasalnya saat semua anggota Morvesca mulai tertawa, bercanda, Hans hanya diam seolah pikiran dan hatinya tidak ada di tempat ini.

Hans tetap diam tidak menjawab sama sekali. Anggota Morvesca yang awalnya berbincang-bincang pun terdiam karena sepertinya suasana hati Hans benar-benar tidak baik saat ini.

"Sedih itu wajar, tapi jangan kelamaan" Kata Elio dari bangku yang lumayan jauh dari tempat duduk Hans.

"Gimanapun kita harus tetap menjalani hidup' kan? Jadi mau sampai kapan lo kaya gini terus?" Sambung Elio lagi dengan melontarkan pertanyaan. "Langit udah tenang" Ujarnya.

Naren berjalan ke arah Hans dan mengambil tempat duduk tepat di samping laki-laki itu. "Gue tau apa yang lo rasain, gak ada yang abadi, semua akan pergi satu persatu" Perkataan Naren membuat Hans menoleh ke arahnya.

"Tapi kalau bisa, gue mau pergi sehari sebelum Langit pergi" Balas Hans dengan suara beratnya. "Biar gue gak ngerasain sakit yang saat ini gue rasain" Sambung laki-laki dengan aura yang khas itu.

Anggota Morvesca terdiam. Sebegitu berarti nya Langit dalam hidup Hans. Mungkin bagi orang lain Langit hanya seorang laki-laki polos, tidak ada sesuatu yg spesial dari Langit. Tapi bagi Hans Langit itu adalah sahabat, kakak, adik, bahkan segalanya bagi Hans.

Naren mengangguk kan kepalanya dua kali. "Gak semua yang lo harepin, sesuai sama garis takdir— Nya" Balas Naren.

Naren paham betul dengan perasaan Hans. Kepergian dua orang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya membuatnya mulai terbiasa akan kehilangan. Rasanya hampa, kosong dan seolah tak ada ruang.

NARENDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang