Jika napas ini habis • 23

2.6K 226 12
                                    

"Kalau nanti gua pergi, gimana dengan Mahesa? Gua belum siap ninggalin dia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kalau nanti gua pergi, gimana dengan Mahesa? Gua belum siap ninggalin dia."

Mahen Guinandra


^ Happy reading ^

    

     Seharusnya semalam Mahesa bisa mengendalikan emosinya. Atau bahkan menyimpannya sendiri tanpa berdebat dengan Mahen—jika pada akhirnya kembarannya tumbang dengan keadaan fisik yang semakin memburuk.

     Mahen tak sekuat dulu, Mahen tak se-riang dulu, Mahen tak se-lincah dulu. Banyak hal yang hilang dari diri Mahen. Semenjak Kanker yang menyerang otaknya seemakin ganas. Mahen jadi sering mengeluh, menangis, marah dan bahkan hingga menyerah.

     Sebagai seseorang yang begitu dekat dengan Mahen, menyayangi lelaki itu seluruh hembusan napasnya—dirinya selalu meminta agar Tuhan lekas mengabulkan doanya—mengangkat penyakit itu dari tubuh Mahen. Sehingga ia bisa melihat sosok Mahen yang dulu.

     Pagi masih menunjukkan jam 6.00 dengan hujan deras yang dari semalam membasahi kota. Atap-atap rumah, rumput, ranting dan dedaunan yang menggantung pun ikut basah. Dan hal itu seakan-akan menggambarkan suasana hati Mahesa yang kini sedang berduka.

     Di sana, Mahen masih tertidur begitu pulasnya. Efek dari semalam Dokter memberikan obat pereda sakit berdosis tinggi. Dengan kondisi Mahen yang seperti ini, terlalu beresiko untuk lelaki itu kembali menjalani kemoterapi. Yang ada tubuh Mahen akan berontak dan semakin merusak sistem imunnya.

     Dengan setia menunggu, Mahesa mengusap lembut bulir-bulir keringat Mahen yang turun. Karena Dokter menganjurkan jika alangkah baiknya AC tidak di nyalakan. Mereka takut jika Mahesa kedinginan.

     "Hesa, pulang, ya, Nak? Kamu semalaman di sini nungguin Mahen. Mama ngak mau kamu juga ikutan sakit." Mahesa tidak terkejut saat ada sebuah tangan yang mengusap kepalanya dan berbicara dengannya lirih.

     Ibunya, wanita itu baru saja datang. Karena sebelumnya ia mendengar bunyi pintu terbuka, tapi atensinya benar-benar hanya terfokus pada kembarannya yang masih setia memejamkan mata.

     "Ngak, Ma. Aku mau di sini sampai Mahen bangun. Dia begini karena aku," jawabnya yang tanpa di sadari membuat Alya begitu prihatin.

     Tepat di sebelah Mahesa, dimana ia duduk menghadap Mahen—Alya memeluk tubuh Anaknya dari samping. Mencoba menyalurkan kehangatan. Ibu mana yang tidak sakit jika melihat Anaknya menderita?

Jika Napas Ini Habis [END] ✔Where stories live. Discover now