Jika napas ini habis • 37

2K 192 34
                                    

Hai hai, aku kembali
Apakah udah kangen sama Mahen? Haha
Btw, sebelum kalian lanjut baca... Aku mau ngucapin
Selamat atas pencapaian 100K pembaca untuk Mahen.

Aku seneng banget dan ngak nyangka, yang tentunya itu semua karena kalian semua. Makasih teman-teman yang di luaran sana sudah mampir ke akunku dan memberi banyak dukungan. Semoga kalian selalu berbahagia di manapun kalian berada ♡

Oke, di chapter ini aku persembahkan khusus untuk kalian yang udah nungguin Mahen.
So, tarik napas dulu - keluarkan perlahan hehehe
Dan mungkin ini akan panjang wkwk
Semoga aja kalian gak bosen.
Yuk, yang rileks wkwk
Enjoy

"Hari ini adalah hari dimana aku akan berjuang mempertaruhkan nyawa, antara hidup dan mati—hanya Tuhan-lah yang berkuasa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hari ini adalah hari dimana aku akan berjuang mempertaruhkan nyawa, antara hidup dan mati—hanya Tuhan-lah yang berkuasa."

—Mahen Guinandra

⚠️️ Baca part sebelumnya agar tidak lupa ⚠️

     Mahen menatap Mahesa yang kini sedang menyuapinya, entah mengapa hari ini ia ingin sekali lelaki itu yang menyuapinya—sebelum lelaki itu akan berjuang untuk mengikuti lomba, sedangkan dirinya? Ia akan berjuang mempertaruhkan nyawa dan hidupnya.

     Mahen tak takut, Mahen tak gugup bahkan ia yakin—dengan segenap jiwa dan raganya—Tuhan pasti memiliki rencana yang istimewa untuknya. Maka dari itu, setiap detik bahkan setiap menit ia habiskan momen-momen bersama dengan keluarganya.

     "Har-hari ini lo op-operasi, kan?" Mahesa angkat bicara, nadanya yang terkesan terbata-bata dengan tangan yang mencengkeram erat sendok berbahan stainless—tak berani menatap Mahen.

     "Hari ini juga lo lomba, kan?" balas Mahen lirih. Entah mampu di dengar oleh Mahesa atau tidak—karena semakin hari suaranya semakin hilang.

     Mahesa masih setia menunduk. "Gimana kalau gua batalin lombanya? Gak—maksud gu-gu-gua, gua gak usah ikut... Gua mau di sini."

     "Sa," panggil Mahen lirih. "Gua bakal marah kalau lo sampai batalin lomba itu. Itu impian lo, jangan apa-apa korbanin kebahagiaan lo cuman buat gua."

     Mahesa mendongak, bahkan mata Anak itu sudah berkaca-kaca. "Tapi gua mau nemenin lo operasi," jawabnya lirih seperti memohon.

     Andai saja Mahen mampu menggenggam tangan saudara kembarnya, andai saja Mahen mampu bergerak dan memeluk lelaki itu—akan ia lakukan, pasalnya, ia sudah tak mampu lagi berbuat apa-apa—selain hanya berbaring di atas tempat tidur.

     "Gua bakal baik-baik aja," gumamnya. "Kita sama-sama kirim doa, ya?"

     Mahen menjatuhkan sendoknya, setelah jawaban yang di lontarkan Mahen, ia masih tak tenang bahkan gurat wajahnya menampakkan hak serupa—jika lelaki itu begitu di hantui kekhawatiran.

Jika Napas Ini Habis [END] ✔Where stories live. Discover now