Jika napas ini habis • 28

2K 183 12
                                    

"Kesedihan mereka adalah luka bagiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kesedihan mereka adalah luka bagiku."

—Mahen Guiandra

      Mahesa menidurkan Mahen yang di bantu oleh sang Ibu di tas ranjang. sedikit lega Mahen tidak kehilangan kesadarannya, lelaki itu hanya tertidur setelah hampir lima belas menit mimisan.

     Dengan gerakan perlahan, tangan Mahesa lekas menyelimuti kembarannya sebatas dada. Melihat wajah Mahen yang sedikit pucat alih-alih kembali membuat dirinya merasa bersalah. Jika saja tadi dirinya tidak berdebat dengan Mahen dan berakhir meninggalkan lelaki itu—mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi. Tetapi, ia juga tidak bisa diam saja saat Mahen berulang kali mengucapkan kata ‘menyerah.

     Mahesa tidak bisa melihat Mahen yang terus-menerus putus asa. Ia tahu jika semua ini—semua takdir yang terus Mahen lalui begitu berat. Tapi, di sini ada banyak orang yang menyayangi lelaki itu, menyemangati lelaki itu. Mahen tidak sendirian, sekali lagi Mahen tidak berjalan sendirian. Dirinya akan terus mengiringi langkah kaki Mahen—kemanapun Anak itu melangkah.

     Setelahnya, bunyi pintu terbuka dari luar. Seorang Dokter masuk dan melangkahkan kakinya mendekati ranjang Mahen. Mahesa pun sedikit mundur dan memberikan Dokter itu ruang—membiarkannya memeriksa kondisi Mahen.

     Dokter itu nampak meng-ecek kedua kornea mata Mahen dengan sebuah senter kecil dan menempelkan sebuah stetoskop ke dada Mahen secara bergantian. Di sana Mahesa dan Sang Ibu nampak was-was.

     "Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Mahen baik-baik saja." Dokter itu tersenyum manis setelah menyelesaikan tugasnya. Membuat Mahesa dan Alya mampu bernapas lega.

     "Alhamdulillah, saya takut dia kenapa-kenapa, Dok," ujar Alya sedikit sendu.

     "Tapi, Dok." Mahesa menyela, ia menatap Mahen dan sang Dokter bergantian. "Tadi dia mimisan, beneran gak apa-apa?"

     Dokter itu kembali memberikan senyuman terbaiknya, "Mahen hanya kelelahan karena terlalu lama membiarkan angin malam menerpa tubuhnya yang sepenuhnya belum fit. Jadi saran saya, perhatikan setiap aktifitas Mahen. Jangan buat Mahen terlalu menggunakan tenaganya."

     Perkataan sang Dokter membuat Mahesa maupun Alya bungkam. Ibu dan Anak itu menatap Mahen yang tertidur begitu damai lamat-lamat. Hati mereka teriris melihatnya.

     "Ya sudah kalau begitu saya permisi dulu," tukas sang Dokter yang lekas berpamitan.

     Alya tersadar, "Mari dok saya antar." lalu menatap Mahesa sejenak, "Jagain Kakaknya, ya."

     Mahesa hanya mengangguk, setelah ia membiarkan Ibunya dan Dokter itu pergi meninggalkan ruang inap Mahen. Kini, hanya mereka berdua lah yang tersisa. Dengan langkah gontai, Mahesa mendekati saudara kembarnya—menarik sebuah kursi kecil lalu duduk tepat di samping Kanan Mahen.

Jika Napas Ini Habis [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang