Jika napas ini habis • 25

2.2K 220 13
                                    

"Jangan dulu bawa raga dan jiwa ini pergi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jangan dulu bawa raga dan jiwa ini pergi. Beri sedikit waktu, aku ingin melihat mereka tersenyum tanpa duka."

—Mahen Guinandra


• Happy Reading •

    
     Hari sudah semakin larut, aula rumah sakit sudah tidak seramai tadi. Mungkin mereka sudah bergegas meng-istirahatkan diri karena banyaknya aktifitas yang mereka jalani hari ini.

     Akan tetapi berbeda dengan Mahesa. Anak lelaki itu menarik bibirnya ke atas, menampilkan seulas senyum sembari menenteng satu kantong keresek berisikan dua kotak bubur ayam yang ia beli di depan rumah sakit. Wajahnya sama sekali tak terlihat letih dan juga lesu. Malah, langkah kakinya terdengar begitu bersemangat.

     Tangan Mahesa mulai menekan tombol pada lift rumah sakit. Menunggu beberapa saat sampai lift terbuka, ia lekas masuk dan kembali menekaan angka 3—letak di mana ruang inap Mahen berada. Di dalam lift, Mahesa mendekap tubuhnya sendiri kala dingin mulai datang. Salahkan dirinya yang tidak memakai jaket.

     Hingga tak lama, kini pun kakinya sudah menapak di depan sebuah kamar. Mahesa menarik satu napasnya panjang, sebelum berniat untuk memegang gagang pintu dan lekas membukanya.

     Seketika ia di sambut oleh sunyi. Dahi Mahesa berkerut heran, pasalnya ia tidak menemukan saudaranya di atas ranjang pesakitan. Dengan gerakan cepat Mahesa meletakkan kantong yang sempat ia bawa—mengedarkan pandangan ke penjuru ruang.

"Hen? Ini gua udah beli buburnya," ujar Mahesa sedikit menaikkan suaranya. Akan tetapi, perkataanya malah tak di jawab oleh Mahen. Hal itu membuat Mahesa curiga.

Mahesa kembali menggerakkan kakinya. Kali ini menuju kamar mandi yang nyatanya sedikit terbuka. Perlahan-lahan, tangannya mendorong pintu kamar mandi sembari berkata, "Hen, lo di dalem?" panggilnya.

     Dan pintu berhasil terbuka lebar, memperlihatkan Mahen yang meringkuk—memeluk tubuhnya sendiri di sudut kamar mandi dengan air shower yang menyala.

     Tak ada perasaan lain yang bersemayam di hati Mahesa selain rasa khawatir saat melihat keadaan saudaranya. Mahesa lekas menerobos masuk—mematikan air shower dalam satu gerakan cepat.

"Apa yang lo lakuin? Lo kenapa gini, Mahen?!" teriak Mahesa.

     Mahen hanya diam, tubuhnya bahkan sudah basah kuyup. Tak hanya itu, dirinya juga begitu menggigil kedinginan. Entah, ia juga tak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Membiarkan rasa sakit yang terus menghujaminya, membiarkan luka yang terus menganga, membiarkan keadaan yang terus mendesaknya, juga membiarkan Tuhan yang terus memutar-mutar hidupnya layaknya rollercoaster.

Jika Napas Ini Habis [END] ✔Where stories live. Discover now