Jika napas ini habis • 5

5.9K 414 23
                                    

[

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.

[...]

"Sa, di cari kakak kelas di atap sekolah!" gelak tawa Mahesa dan beberapa temannya seakan berhenti saat itu juga, saat sebuah suara menyebut namanya dan melontarkan beberapa kalimat yang membuat lelaki itu bingung. Di sana bukan hanya Mahesa, bahkan teman-temannya menampilkan raut bingung.

"Siapa, Sa? Tumben banget ada kakak kelas nyariin lo." Mahesa melirik sekilas lelaki di sampingnya sebelum ia turun dari atas ganggu dan sigap untuk menggerakkan kakinya menuju atap sekolah–seperti yang siswa tadi lontarkan.

"Gua, ngak tahu."

    Sungguh itu bukan jawaban yang bisa melegakan rasa penasaran mereka. Raut mereka bahkan tampak ragu–berbagai pasang mata saling melirik.

"Menurut gua ngak usah, deh, Sa ... kalau mereka nyari masalah sama lo, gimana?" nasehat salah satu teman Mahesa yang duduk tepat di sebelah pintu masuk ruang kelas 11 IPS-1. Awalnya ia pun juga merasakan keraguan itu, namun ia tidak mau menjadi seorang pengecut meski ia tidak tahu siapa Kakak kelas itu dan ada keperluan apa dengan dirinya.

Mahesa mengulum senyuman.

"Semoga aja gak. Gua duluan bro!" langkah kaki Mahesa bergerak meninggalkan mereka yang menyisakan raut keraguan disertai kekhawatiran.

     Mahesa, lelaki yang jarang–hampir tidak sama sekali mencari gara-gara dengan orang lain atau bahkan sekedar repot mengurusi hal yang tidak penting.

     Bagi Mahesa, itu hanya akan membuang waktunya yang sangat berharga. Namun kali ini seperti hal yang sangat berbeda dari biasanya. Membuat beberapa temannya menimang-nimang, kira-kira dengan siapa lelaki itu akan berjumpa?

"Kasih tahu Mahen, gak, nih?" salah satu dari mereka memulai obrolan yang tadi sempat terjeda.

"Tunggu aja. Kalau Mahesa ngak balik selang lima belas menit, kita samperin bareng Mahen."

.....

    Selalu, dan tak pernah tidak. Ramai dan tak pernah sekalipun sepi. Satu area berbentuk huruf U itu sudah bertahun-tahun berdiri di sana, sejak sekolah ini lahir. Kantin, sangat menyesakkan jika para siswa sudah mempijakkan kaki mereka di sana.

     Barisan-barisan semut, kerumunan-keruman dan teriak-teriakkan yang memekakan telinga–sungguh lelaki itu sangat malas, namun apa boleh buat? Kita tidak bisa menolak ajakan tulus seseorang bukan.

"Mau makan apa, lo?"

     Mahen bahkan tak sekalipun  mengindahkan pertanyaan Hero. Lelaki itu masih diam dengan dunianya–sepasang headset menyumpal kedua telinga lelaki itu erat. Sungguh Hero geram di buatnya, membuat lelaki itu melepas headset Mahen dengan paksa.

Jika Napas Ini Habis [END] ✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora