Jika napas ini habis • 4

7.5K 437 22
                                    

[

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[...]

     Hari ini Mahen bangun lebih awal, jam duduk di atas nakas kamar masih menunjukkan pukul setengah enam pagi. Bahkan beberapa menit yang lalu ia sudah mandi, memakai seragam lengkap dan bersiap berangkat ke sekolah. Mengingat kondisi tubuhnya, ia yakin kalau hari ini ia sudah merasa fit dan semoga saja di hari kedepan tubuhnya selalu bisa berkompromi dengan dirinya.

     Langkah kaki Mahen berjalan ke arah meja belajar dan bergegas menyiapkan beberapa perlengkapan sekolah yang hendak ia bawa. Sungguh ini masih terlalu pagi bahkan matahari pun masih enggan menampakkan diri.

     Bukan hanya itu, bahkan saudara kembarnya pun-Mahesa masih berkelana di alam mimpi. Disela ia menyiapkan buku, entah kenapa ingatannya kembali berputar pada sebuah pesan dari nomor tak di kenal yang masuk ke ponselnya dan isi pesan tersebut lebih mengarah pada kata ancaman.

     Dan seingat dirinya, ia tak pernah mencari seorang musuh sekalipun. Bahkan kebanyakan anak-anak di sekolahnya lebih dekat dengan Mahesa, ketimbang dirinya yang konon katanya sangat acuh dan misterius.

     Mahen menghela napas panjang. Untuk apa dirinya memikirkan suatu hal yang tidak berguna sama sekali? Hanya membuang-buang waktu dan tenaga.

      Melupakan apa yang ia pikirkan tadi adalah hal yang cukup benar untuk Mahen. Lelaki itu masih berdiri di hadapan meja belajar persis, mencoba meraih ponselnya namun tiba-tiba saja pandangannya berubah memburam sehingga membuat ponsel itu jatuh dan mencium dinginnya lantai.

"Ck, kenapa burem lagi?" keluh Mahen. Sebisa mungkin ia mencoba untuk tenang dan memijat kelopak matanya secara perlahan. Entah beberapa hari ini matanya selalu buram dalam waktu yang tidak bisa di tentukan. Merasa sudah dalam pandangan normal, ia meraih ponselnya yang terjatuh di lantai.

Bibirnya sedikit terbuka dan mengeluarkan decakan.

"Sial, mati, kan." tangannya melempar benda pipih itu ke kasur. Meraih tas punggungnya dan segera bergegas pergi meninggalkan kamar.

Hari ini ia hanya ingin berangkat lebih awal saja. Tidak ada niat lain.

     Ruangan cat serba putih dengan ukuran minimum itu masih tampak sepi. Namun hanya satu yang terlihat membisingkan telinga, bunyi perabotan dapur yang saling bergesekan serta aroma masakan seketika menggugah selera makan Mahen.

     Ia mengambil kursi dan duduk di hadapan sebuah meja makan yang masih kosong melompong tersebut. Ekor matanya hanya melihat kesibukan sang Ibu dan Bi Indah di dalam dapur.

     Entahlah, selain hobi bermain futsal dirinya juga sangat hobi memperhatikan sang Ibu saat memasak. Wanita cantik yang sangat ia cintai melebihi apapun di dunia ini.

"Loh, kok udah siap? Masih belum jam enam, lho, Hen." Rani sedikit terkejut saat menemukan Anaknya sudah duduk diam di meja makan. Wanita cantik itu memasang raut keheranan, pasalnya Mahen akan sedikit telat bangun daripada Mahesa. Namun kali ini benar-benar berbeda.

Jika Napas Ini Habis [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang