2. ODETTA

8.9K 1.9K 134
                                    

"Mbul," panggil Seda yang mendapati meja kerja putrinya tidak menunjukkan progres apa pun.

"Ayah, jangan panggil embul terus, dong. Dastari jadi ikutan tahu," protes Odet yang ditanggapi dengan tawa kecil ayahnya.

Dastari. Adik Odetta yang berjarak 15 tahun darinya, berjenis kelamin perempuan, dan selalu mengikuti apa yang ayah mereka ucapkan. Dastari adalah cerminan dari sosok Seda yang sesungguhnya.

"Aduh, ayah kayaknya salah ngomong lagi, ya? Padahal seneng banget panggil kamu embul. Kamu lucu dan gemesin, meskipun udah tua, kamu selucu waktu kamu di dalam perut ibu."

Odet memutar bola matanya malas. "Plis, deh, Ayah. Waktu aku di perut ibu, yang ayah lihat itu permukaan perut ibu, bukan aku. Itu tandanya ayah gemes sama ibu."

Sekali lagi Seda tertawa. Masa tuanya diisi dengan banyak tawa. Jujur saja Seda tidak menyangka, tapi lebih banyak tertawa sangat menyenangkan. Seda menjadi lebih hidup dan tidak merasa monoton seperti dulu. Dipikirkan lagi, bisa saja tiga tahun menanti adanya anak ternyata efek dari kurang santainya Seda dan kurang 'hidup' dari pengalaman yang dirasakannya.

Odet menyandarkan punggung pada kursi kerjanya. Ruangan kerja yang berada diantara kamar Odet dan Dastari memang seringkali dikunjungi oleh Seda. Jika melihat anaknya sangat sibuk, Seda hanya akan memastikan ada makanan yang bisa putrinya kunyah selama proses berpikir. Jika tidak, maka akan seperti ini, mengganggu anaknya supaya pria itu memiliki kesibukan.

"Eh, ayah lupa bawain makanan. Tapi kamu juga nggak kelihatan lagi serius, Mbul. Kita cerita aja, gimana?"

Odet menatap ayahnya dengan napas yang dihembuskan tanpa ditutupi sama sekali. Ayahnya pasti sudah tahu apa makna embusan napas Odet yang semacam itu.

"Ini jadinya gimana? Kamu belum bilang sama ayah wawancara kamu lancar atau nggak? Kamu yakin nggak mau jadi pemimpin—"

"Ayah suka nggak, sih, sama Bima?" sela Odet membuat Seda kebingungan.

"Bima? Bimaskara Yowendra? Temen kamu? Yang suka main itu?"

Tahu tidak? Odet sampai harus mengangguk empat kali untuk menjawab keempat pertanyaan ayahnya yang bisa dijadikan satu kalimat tanya tersebut. Namun, tak apa. Odet mencintai ayahnya tanpa pamrih. Jika hanya perlu mengangguk berulang kali untuk mendapatkan jawaban, maka akan Odet lakukan.

"Kamu nanya ayah suka atau nggak sama Bima?"

"Iya, Ayah."

Seda langsung menjitak kening putri pertamanya itu hingga Odet mengaduh dan menangkup keningnya cukup lama. "Ayaaahh!" keluhnya.

"Udah sadar belum, Det? Kamu nanya begitu, emangnya bukti cinta ayah ke ibu nggak cukup? Ngapain ayah suka sama laki-laki?"

Kali ini Odet benar-benar menangis. Pertama karena rasa sakit dijitak ayahnya, kedua karena ayahnya yang keluar konteks, ketiga adalah karena Odet tidak bisa menyingkirkan bayang Bima dari pikirannya. Semua aspek itu melebur dan membuat Odet kesal hingga hanya menangislah jalan keluar yang tepat.

"Mbul? Kamu nangis, Nak? Ayah bercanda," ucap Seda yang langsung panik. Seda bisa habis disiksa Odessa jika membuat anak mereka menangis.

"Odetta, sshttt. Jangan nangis, oke? Nanti ibu denger."

"Lagian ... ayah iseng banget, sih!" Odet berusaha menahan diri agar tidak terlalu terbawa emosi.

Mengangsurkan tisu untuk putrinya, Seda meminta maaf. Kali ini memasang wajah serius.

"Ayah jawab serius, Det. Jujur, ayah nggak suka semua laki-laki yang masuk ke hidup kamu, kecuali diri ayah sendiri. Mau itu Bima, bemo, bimo, siapa pun! Ayah nggak suka kalo posisi ayah terancam dengan laki-laki yang masuk dan menarik perhatian putri ayah."

"Tapi kalo diluar itu, apa Ayah tetap nggak suka sama Bima?"

"Nggak juga. Beberapa tahun lihat anak itu bolak balik main ke rumah, ayah jadi biasa aja. Lagian kalian saling suka juga buat deketan. Ya, karena deketnya normal, ayah biasa aja."

Odet mendengar pernyataan itu lagi. 'Saling suka', padahal hanya Odet yang merasakannya. Kenapa mama Bima dan ayah Odet sendiri menyatakan demikian?

"Odet mau tanya lagi, Yah."

Seda mengangguk siap. "Tanya aja."

"Kenapa Odet nggak boleh diet?"

Untuk yang satu ini kedua alis Seda langsung naik tinggi. "Siapa yang nyuruh kamu diet? Ada yang ngatain kamu?"

"Bukan gitu, Yah. Aku mau diet atas kemauan sendiri. Aku pengen punya bentuk tubuh ideal, Ayah."

"Dan apa kamu tahu konsekuensi dari tubuh ideal yang kamu maksud, Odetta?"

Odet menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Kalo kamu diet, porsi makan diatur dan dikurangi segala macam, kamu nggak tahu betapa ayah dan ibu cemas karena kamu mudah sakit. Kami beri kamu asupan yang cukup, bentuk tubuh kamu sudah ideal menurut ayah dan ibu. Berhenti menilai tubuh kamu gendut. Kamu berisi, sehat, bukan gendut."

Seda terlihat sangat marah. Harusnya Odet yang lebih sensitif dengan pembahasan bentuk tubuh, tapi entah bagaimana Odet takut menatap ayahnya sekarang.

"Kalo orang lain yang mengejek kamu, ayah pasti pukul mulutnya yang nggak bertanggung jawab. Tapi kalo diri kamu sendiri yang memandang rendah bentuk tubuhmu ... ayah nggak tahu harus gimana, Odetta."

Seda meninggalkan ruangan itu dengan ekspresi kecewa yang tidak ditutupi sama sekali. Odet sudah salah bertanya.

Maafin Odet, Ayah.

[Karya ini aku dedikasikan untuk perempuan yang tubuhnya dipandang 'nggak ideal'. Entah itu terlalu kurus atau terlalu gendut. Aku pernah mengalami keduanya. Bingung nggak? Wkwk. Semasa SD, SMP, dan SMA aku gendut berisi gitu. Mulai lulus SMA dan kuliah, badanku jadi kurus gitu, sampe tulang selangka yang tadinya ketutup daging jadi nongol. Dulu, keluarga pada bilang "Bongsor banget!" sebagai kalimat pengganti 'gendut banget'. Ya, gimana, ya. SMP aku aja BB hampir 60kg dengan TB yang 150an. Buntel gak tuh😆. Terus begitu kuliah, jrooooottttt, turun. Sbnrnya BB menurutku biasa aja, sih. Untuk ukuran tb harusnya 45 an, tapi BB aku 54. Bentuk tubuh sama berat badan seringnya gak sinkron. Cuma, ya, itu. Pas kuliah keluarga jadi ribet 'kurus banget. Jelek!'. Ya Allah, gak tau aja gue makan ttp porsi kuli. Cuma mungkin karena aku tipikal kalo stres gak jadi daging mau makan sebanyak apa pun, jadi ya kelihatan kurus aja. Padahal mah biasa aja.

Makanya, kadang apa yang dilihat mata gak sesuai dengan faktanya. Aku suka dengan pola Seda dan Odessa. Mereka dukung anaknya.

Buat kalian. Yang dianggap terlalu kurus atau terlalu gendut, santaiii aja. Okeh👍 yang penting bisa nempatin diri dan punya mental yang bagus. Dah!

Wkwk. Jadi curhat.]

ODETTA [TAMAT]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant