44. ODETTA

4K 960 65
                                    

[Baca duluan di Karyakarsa kataromchick ya.]

"Haha!" Odet puas dengan tawanya yang menggema di mobil. Untung saja mereka sengaja kencan di mobil seperti malam dimana Odet kesal karena Bima mengatakan tak akan melakukan apa-apa dengan perempuan itu.

"Sumpah, Bim. Kamu itu emang kacau!" Odet terus menertawakan Bima yang mengusap kepalanya karena terasa sakit akibat pukulan mamanya tadi siang.

"Calon suami disiksa sama calon mertua, kamu malah ketawa."

Kalimat Bima tidak bisa menghentikan tawa Odet yang justru semakin keras dan sekarang perempuan itu malah memegangi perutnya karena tertawa berlebihan akibat mendengar cerita Bima.

"Lagian, suruh siapa malah bilang gitu? Wajarlah, kalo kamu langsung dipukul sama Tante Rosa."

Bima berdecak dan memilih untuk menghubungi pihak restoran yang mengurus seafood kesukaan Odet. Belum ada tanda-tanda salah satu pelayannya datang dengan nampan besar dan aroma saus dari kerang tumpah porsi besar. 

"Bim, kalo misal aku hamil beneran gimana?"

Bima tersedak dengan ludahnya sendiri. Tidak akan menyangka dengan pertanyaan Odet ini. "Hah? Kamu hamil? Aku nggak tahu kalo cuma ... kamu beneran hamil?" Bima kebingungan. "Jangan salah sangka dulu, aku pasti bakalan tanggung jawab, kalo bisa besok langsung nikah aja. Aku cuma bingung ... gesek dari luar doang bisa jadi?"

Odetta mendapati wajah panik pria itu. Bima pasti merasa dalam masalah besar jika Seda tahu hal semacam itu terjadi, pasti wajahnya tidak akan terselamatkan.

"Kamu takut dipukul ayah?" tanya Odet.

"Sedikit. Aku bukan pahlawan yang berani berantem sama sepuluh orang sekaligus."

Odetta tersenyum jahil. "Gini, ya, muka kamu kalo panik hamilin aku? Haha!"

Masih dalam mode bingung, Bima belum bisa merasa lega meski Odet sudah kembali menertawakan pria itu dan wajah konyolnya.

"Bukan hamilin kamunya, tapi garis bawahi, menghamili putri kesayangan Seda Dactari!" Bima meraih tangan Odet. "Serius, Det. Kamu hamil?"

Dengan perlahan, Odet mengecup bibir Bima sebelum menjawab, "Nggak, Bim. Gimana bisa hamil kalo nggak ngelakuin, sih? Kamu aja susah banget digodanya. Mana bisa aku hamil?"

Bima menghela napas lega, membuat Odet langsung memicing. "Kamu nggak mau punya anak sama aku?"

"Hah? Maulah!"

"Itu kenapa langsung menghela napas gitu pas aku bilang nggak hamil?"

"Karena aku maunya kamu hamil pas jadi istriku. Lagian, aku pengen bulan madu yang agak lama gitu. Masih pengen pacaran dulu sama kamu sebelum akhirnya kita naik jabatan jadi orangtua."

"Kalo dikasih cepet gimana?" tanya Odet lagi.

"Nggak apa-apa, asal pas kamu udah jadi istriku. Lagian bisa babymoon nanti."

Bima tidak pernah mempermasalahkan anak sebenarnya. Jika Odet hamil, baik Rosalia atau Odessa, keduanya pasti akan siap sedia untuk membantu merawat anak mereka nantinya. Bima bisa meminta bantuan salah satunya ketika ingin berduaan dengan Odet. Ya, tidak akan ada yang keberatan untuk dititipkan cucu pertama mereka.

"Kenapa, sih?" tanya Bima.

"Kenapa apanya?"

"Kamu, kayaknya pengen banget hamil."

Bima tidak tahu kenapa, tapi Odet sepertinya memaksa sekali untuk melakukan seks. Bima rasa itu bukan hanya rasa penasaran semata.

"Det? Kamu kenapa?" Bima memanggil perempuan itu lagi karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari Odet.

"Nggak apa-apa. Kamu, kan, tahu aku suka penasaran orangnya. Anggap aja aku kegatelan sama kamu." Lalu tawa kering perempuan itu terdengar.

"Kenapa malah ngatain diri kamu kegatelan? Kamu ada masalah? Cerita aja sama aku."

"Masa aku cerita kalo aku selalu panas di deket kamu, sih, Bim?"

Sebelum Bima benar-benar melanjutkan ucapannya, pintu mobil mereka diketuk dan kerang tumpah mereka datang. Saat itu juga fokus Odetta sudah terbagi dengan makanan yang datang. Sedangkan Bima merasa masih aneh dengan sikap Odet.

*

Undangan pernikahan Odetta dan Bimaskara sampai di meja ruang tamu rumahnya. Rupanya pasangan itu mengirimkan undangan mereka kepada Anggada. Belum ada satu bulan, dan mereka sudah menentukan pesta pernikahan. Tidak ada yang aneh, tapi Anggada tak suka undangan itu ada di rumahnya.

"Siapa yang kirim undangannya?" tanya Anggada pada pelayan di rumahnya.

"Kurir, Mas."

"Bukan orangnya langsung, ya."

Si pelayan tidak mengerti apakah itu pertanyaan atau bukan, tapi dia tetap memilih menjawab. "Bukan, Mas. Pakaiannya lusuh, kok."

Anggada memberikan gerakan tangannya agar si pelayan pergi. Pandangannya terpatri pada huruf sambung yang menjelaskan nama Alfa Odetta Mayoris di sana beserta keterangan siapakah ayah dari mempelai perempuan.

"Seda Dactari, kita lihat apa yang akan kamu lakukan setelah pesta sebenarnya terlaksana." Anggada menyentuh nama Odetta di sana. "Kamu, silakan menunggu apa resiko dari semua rasa keingintahuanmu sekaligus kebodohanmu, Sayang."

Anggada tidak akan menerima penolakan Odetta yang tak ingin disamakan dengan Sabrina. Bagi Anggada, Odet sama saja dengan Sabrina: rapuh dan akan mudah mencari jalan pintas.

"Kamu pikir, mental kamu sekuat itu, Odetta? Secara nggak langsung kamu menghina mental Sabrina, saya akan membuat kamu sadar bahwa kamu sama saja dengan Sabrina yang memilih mengakhiri hidupnya. Saat itu, tidak akan ada orang yang memilih melindungimu."

Anggada tidak mencintai Odetta, pun tidak terobsesi dengan perempuan itu. Anggada hanya ... mempermainkannya.

ODETTA [TAMAT]Where stories live. Discover now