36. ODETTA

4.6K 1.1K 68
                                    

Anggada terlihat tak menyukai situasi sekarang ini. Odetta seolah menekannya dan membuat pria itu kembali pada momen pertama kali mereka bertemu dan berdebat mengenai suatu hal. Bukankah selama beberapa waktu belakangan ini Anggada sudah bisa memegang kendali atas Odetta? Kenapa perempuan di hadapannya kini kembali menjadi sosok yang tidak bisa Anggada bantah? Sungguh Anggada tak ingin menjawab pertanyaan yang diutarakan oleh Odetta mengenai kenapa dan lainnya. 

"Apa yang membuat kamu memperlakukan aku selayaknya yang kamu inginkan, Anggada?"

Odet sebenarnya sudah tak mengerti dengan diri Anggada. Semula pria itu aktif menggunakan kalimat 'aku' ketimbang saya dan sedari mereka berdebat tadi, Anggada kembali menggunakan 'saya'. Seolah tanpa panggilan 'saya' Anggada merasa tidak ada batas untuk melakukan pertahanan bagi dirinya sendiri. 

"Saya memperlakukan kamu seperti yang saya inginkan?" Anggada mendecih. "Ini yang kamu inginkan, Detta. Kamu yang ingin menjadi diri kamu sendiri yang tidak ditekan ayahmu! Kamu ingin memiliki tubuh kurus seperti standar kecantikan yang ada. Bukan saya yang mau, tapi kamu. Kamu yang menginginkan semua itu!"

Odetta mengangguk-angguk untuk membenarkan apa yang pria itu sampaikan. "Benar. Aku yang mau, lalu perlahan banyak perubahan yang terjadi dan membuat aku nggak mengerti kenapa kamu malah mengatur seperti apa bentuk tubuh yang harus aku punya. Kamu mengatakan kalo ini semua salahku, ayahku, keluargaku, dan Bima ... kamu membuat aku hanya memiliki kamu."

"Ya! Saya saja sudah cukup bagi kamu, nggak perlu banyak orang yang hanya bisa merusak tatanan pikiran kamu."

"Itu yang terjadi dengan Sabrina?"

Meski berulang kali Anggada mencoba untuk tidak membahas nama Sabrina, maka Odet akan terus mengulangnya, mengingatkan pria itu bahwa ada jawaban yang dituntut oleh Odetta mengenai kemiripan dirinya dengan adik pria itu. Kemiripan apa yang aku dan Sabrina punya? Odet ingin sekali mengetahui hal itu. 

"Apa?" sahut Anggada dengan ekspresi terkejutnya.

"Itu yang terjadi dengan Sabrina, kan? Terlalu banyak pihak yang merusak tatanan pikirannya, seperti katamu."

Apa pun yang keluar dari bibir Anggada kini adalah bukti dan jawaban bahwa bentuk tubuh menjadi sebuah permasalahan dalam hidup Anggada juga. 

"Aku harusnya sadar kalo menjadi diriku sendiri bukanlah menjadi kurus, Anggada. Sejujurnya, aku nggak seburuk itu dengan bentuk tubuhku. Seperti yang adikku bilang, aku punya body yang dibilang 'gitar Spanyol' dan nggak semua orang memiliki itu. Aku bisa nyaman dengan apa yang aku punya, kalo pun aku ingin kurus, aku tahu mana cara yang tepat untukku. Aku bisa memulainya perlahan, bukan sekali gebrakan yang malah bikin aku semakin berpikiran buruk dan terus menginginkan lebih kurus, semakin kurus, dan harus bertambah kurus setiap waktunya!"

Anggada menggelengkan kepala tidak menganggap ucapan Odet benar. "Kamu nggak bisa mendapatkan tubuh yang kamu inginkan kalo kamu terlalu nyaman dan santai dengan cara yang kamu anggap 'oke'. Kamu harus berjuang keras untuk mendapatkannya!"

"Lalu apa? Kamu akan menuntut aku terus kurus setiap waktu? Kamu akan mengingatkan aku bahwa tubuh berisiku sangat jelek? Bagaimana bisa kamu mengaku sebagai calon suamiku, kalo kamu nggak memikirkan kemungkinan tubuh besarku ketika hamil dan melahirkan nantinya?? Apa kamu pernah membayangkan tubuhku yang akan semakin melar dan bengkak saat menjadi seorang ibu? Disaat seperti itu, apa kamu akan memintaku olahraga full-time lalu memilih-milih makanan yang seharusnya bisa aku konsumsi karena dibagi dengan bayiku?"

"Itu beda pembahasan, Odetta. Lagi pula, nggak semua yang ibu hamil makan akan masuk nutrisinya buat bayimu. Memilih-milih makanan itu sangat perlu bahkan saat kamu hamil nantinya!"

Odetta terperangah dengan Anggada yang selalu mengutamakan memilih makanan ketimbang kebahagiaan perempuan yang bisa merdeka memilih makanan yang diinginkan, dengan catatan tidak berlebihan. Pria itu justru membahas harus memilih makanan apa pun kondisinya.

"Aku bisa mati karena stres karena otoritas kamu yang melebihi pemerintah!"

Anggada terlihat membelalak. "Kamu akan menyesal menganggap saya bisa membuat kamu stres. Kamu justru akan mati sia-sia dengan penilaian orang lain yang menyakitkan karena bentuk tubuhmu! Bahkan Sabrina nggak bisa bertahan dengan semua penilaian soal bentuk tubuhnya yang masuk ke pendengarannya sampai bunuh diri!"

Bukannya Odetta tidak menaruh simpati pada meninggalnya Sabrina , tapi Odet terlalu tak terima karena disamakan dengan ketidaksiapan Sabrina secara mental. 

"Kamu pikir aku akan melakukan apa yang Sabrina lakukan??"

"Ya! Aku nggak ingin ada Sabrina Sabrina lainnya yang nggak aku ketahui bahwa sedang struggle dengan bentuk tubuhnya dan tiba-tiba saja meninggal karena bunuh diri!"

"Aku bukan adikmu! Aku bukan Sabrina!"

Odet bisa saja dengan kejam mengatakan bahwa mentalnya tidak sekacau Sabrina yang memilih bunuh diri karena ucapan orang mengenai bentuk tubuhnya. Odetta memiliki Tuhan dan keluarga yang bisa menerimanya dan ucapan orang tidak masuk dalam pemikirannya hingga memilih mengakhiri hidup. Odetta merasa hidupnya lebih berharga ketimbang ucapan orang lain yang mungkin bahkan tidak mengenal diri kita. 

"Kamu akan melakukan hal yang sama ketika depresi!" seru Anggada yang menganggap Odetta akan melakukan tindakan konyol itu.

Sepertinya pemikiran Odet sudah terbuka sepenuhnya. Anggada memang mengubah rencananya karena ternyata, pria itu merefleksikan Odet sebagai Sabrina yang harus Anggada ubah karena pria itu tak sempat melakukannya saat sang adik masih hidup. Dengan kata lain, Odet hanya dianggap sebagai adik pria itu!

"Aku paham sekarang," ucap Odet dengan tegas. "Nggak ada hal yang perlu kita lanjutkan. Niatmu sudah salah sejak awal. Dan aku nggak bisa mempertahankan apa pun lagi, karena ternyata kamu nggak memiliki perasaan sayang yang aku kira begitu besar. Kamu sedang merefleksikan aku sebagai Sabrina. Dan mungkin aku harus katakan ini, Anggada. Kamu sepertinya menyimpan rasa yang aneh untuk Sabrina."

Anggada membantah, "Nggak. Kamu salah sangka! Aku nggak punya rasa aneh yang kamu maksud. Aku nggak berniat mengakhiri semua ini karena aku ingin kamu tetap menjadi bintang utama. Kamu belum mendapatkannya, Odetta!"

"Pergi dari sini." Odetta mendorong pria itu untuk keluar dari rumahnya. "We're done, Anggada! Hubungan pribadi ini tidak perlu kamu lanjutkan. Aku tahu apa yang aku mau. Terima kasih untuk beberapa waktu ini. Besok, aku akan kembali menjadi sekretarismu, bukan kekasihmu."

"Odetta! Nggak bisa seperti ini! Odetta!"

Tidak ada yang perlu dilanjutkan, Odet sudah lelah memperalat dirinya sendiri untuk menjadi sosok yang tidak membuatnya nyaman dengan hidupnya.  

ODETTA [TAMAT]Where stories live. Discover now