34. ODETTA

4.2K 1K 80
                                    

Tidak terjadi apa-apa. Odet sudah memancing Bima untuk melakukan hal yang pasti membuat ayahnya marah jika mengetahuinya. Odet berniat melakukan semua hal yang ayahnya larang. Tepat disaat dirinya juga meragu dengan perasaannya sendiri, antara Anggada dan Bima. Jika Anggada akan dengan mudahnya mencium bibirnya tanpa ragu, maka Bima terlihat begitu penuh perhitungan. Ada perbedaan rasa, sudah pasti! Ciuman Anggada begitu mendominasi dan sulit Odet imbangi, sedangkan Bima terasa menunggu Odet. Bima menunggu apa yang Odet inginkan ketika ciuman mereka terjadi.

"Apa yang mau kamu buktikan dengan mempengaruhi aku untuk menyentuh kamu?" tanya Bima yang sudah keluar dari kamar mandi dan Odet mendapati ereksi pria itu tidak terlihat lagi.

Bima sudah duduk di samping Odet yang menggigit bibirnya sendiri dengan tatapan mengamati Bima lekat.

"Kamu main sendiri?" tanya Odet polos.

Bima tersedak dengan pertanyaan Odet. Itu tipe pertanyaan yang tidak Bima sangka akan keluar dari bibir Odet.

"Menurut kamu? Apa aku bisa ngobrol sama kamu dengan ereksi yang nggak aku tenangin, Det?"

Odet menghela napasnya. Mengangkat kakinya untuk duduk menyilang di atas sofa setelah mengganti pakaiannya dengan kaus dan celana milik Bima. Membuat si pemilik tidak benar-benar fokus.

"Aku pengen punya pacar, Bim." Odet memulai.

"Kamu punya sekarang."

Odet tidak menanggapi kalimat Bima itu. "Aku mau melakukan semua yang selama ini ayah larang."

Bima berdehem singkat dan membuka minuman kopi kaleng yang dibelinya. "Nggak semua aturan harus dilanggar, Det. Somehow, itu cuma bikin kamu menyesal pada akhirnya. Tapi ada juga yang mengaku menyesal karena jadi orang baik-baik tanpa melanggar aturan, sih." Bima mulai bicara dengan santai.

"Kamu tipe yang mana, Bim?"

"Aku? Aku agak strict, sih, jujur."

Odet mencibir, "Bohong! Kamu aja pacaran, diem-diem, dan aku yakin udah banyak. Iya, kan?"

Bima berpikir sejenak. "Pacaran dilarang, ya?" tanya pria itu lebih dulu.

"Ya, seenggaknya itu yang ayahku lakukan sebelum aku dewasa. Bahkan saat aku dewasa ayah berulang kali bilang aku bebas dari aturannya setelah punya suami. Berarti ayah menganut paham nggak boleh pacaran, langsung nikah."

Bima memiringkan tubuhnya kepada Odetta. "Wait, wait! Kamu kayaknya belum benar-benar mikir, ya, Det?"

"Mikir apa?"

"Mikir kalo selama ini kamu sudah cukup dibebaskan," balas Bima dengan yakin.

"Sejak kapan aku bebas? Ayah selalu mengekang aku, nggak boleh diet, nggak boleh pacaran, nggak boleh ini dan itu."

"Det, selama ini kamu dan aku nggak pernah dilarang pergi berduaan. Liburan berdua, nginep berdua, ini itu berdua. Ayah kamu nggak melarang. Kamu sadar nggak, aku ini laki-laki. Terlepas aku sahabat kamu, kita bisa aja melakukan hal kayak—ekhem—tadi, tapi ayah kamu nggak melarang. Dia kasih aturan, tapi nggak melarang asal kita tahu rambu-rambu."

Odet mulai merasa sesuatu memukulnya perlahan. Menyadari ada yang salah dengan pemikirannya.

"Orang lain lihat kita kayak pacaran yang emang deket banget. Aku aja sadar setelah kamu marah ke aku. Persahabatan kita itu ... kayak kita sepasang kekasih. Kita lakuin banyak hal berdua, Det. Mantanku banyak yang minta putus karena aku terlalu mementingkan kamu, milih liburan sama kamu ketimbang sama mereka. Dan ayah kamu nggak melarang aku deket-deket kamu setelah kita pulang liburan berdua atau nginep di tempat yang sama berdua."

"Itu ... karena ayah kita cuma sekedar sahabat aja, Bim."

"Nggak, Det. Kalo ayah kamu cuma anggap kita sahabat, dia nggak akan punya panggilan pangeran Daniel buat aku. Ayah kamu anggap aku sejenis pacar kamu. Ya, sampai seenggaknya sekarang kamu punya pacar sendiri."

Odet menatap Bima dengan gamang. "Soal diet? Ayah bahkan marah kalo aku singgung diet, Bim."

"Mungkin cara kamu bilang kurang tepat. Ketimbang diet, aku juga lebih suka kalo kamu bilang hidup sehat. Nggak harus diet, kan bisa mengurangi konsumsi karbo atau puasa? Dan jangan lupa olahraga. Kalo tujuannya untuk kesehatan, aku yakin ayah kamu mendukung. Kalo diet ... kesannya kayak mengharapkan kurus banget. Sedangkan kamu gampang sakit. Jadi yang perlu kamu ubah adalah tujuannya dulu. Bukan kurus, tapi sehat." 

Odet mulai membandingkan cara Bima memberikan penjelasan dari milik Anggada. Memang ucapan Anggada ada benarnya, tapi Bima lebih tenang dan tidak memaksakan pendapatnya.

"Tapi jujur, aku memang capek dibilang gendut. Aku ... pengen kurus, Bim."

Bima menarik napas dalam sebelum memberikan tanggapan. "Aku nggak bisa mengubah pemikiran seseorang kecuali orang itu yang mau mengubahnya. Sekarang kalo aku cuma bisa bilang, aku akan mendukung apa pun yang membuat kamu nyaman, Det."

"Bim ..."

Menyadari tatapan itu kembali, Bima langsung berdiri dan berlari menjauh dari Odet.

"No, no, no! Jangan bikin aku mandi dua kali, Det."

Mungkin hubungan mereka bisa membaik lagi, kan? Setidaknya, sekarang Odet tahu Bima memang akan menjadi salah satu pilihan—

Anggada P. [Aku tunggu kamu pulang. Aku tahu kamu sama temenmu yang mukul aku, dan aku tunggu kamu di rumahmu.]

Odet rasa hidupnya memang harus kembali pada jalan yang seharusnya. Mungkin mengajak Anggada dalam satu visi misi bisa membuat hubungan itu berhasil? Atau tidak sama sekali. Odet akan mencoba mencari tahunya. Menyamakan visi misi atau melepaskannya.

[Bab 36 dan 37 udah meluncur di KK, silakan yang mau baca duluan.]

ODETTA [TAMAT]Where stories live. Discover now