14. ODETTA

6.2K 1.4K 45
                                    

Ini bukan pertama kalinya Odetta mendengar pria yang mengatakan bahwa kecantikannya memang berbeda dari standar kecantikan yang ada. Bima juga mengatakan hal yang sama, keduanya memiliki maksud yang sama; membangun rasa percaya diri untuk Odetta. Hanya saja kalimat tersebut tidak akan benar-benar bisa Odet terima bila belum ada bukti nyata. Misalnya, ketika salah satu dari mereka menyatakan bahwa kecantikan Odet berbeda, maka ada tindakan yang dilakukan oleh keduanya, yaitu mengajukan diri sebagai lawan jenis yang memang tertarik dengan kecantikan Odet yang berbeda dari standar yang ada.

"Memang bicara itu paling enak, Pak."

Anggada tidak mengerti kenapa justru Odet malah membalasnya dengan kalimat sinis. Bukankah yang Anggada sampaikan tadi adalah pujian? Kenapa harus ada balasan semacam itu pula?

"Maksudnya? Kenapa kamu malah jadi marah?" sahut Anggada yang tidak terima dengan apa yang Odetta sampaikan. Bicara itu memang yang paling enak? Memangnya perempuan itu tidak mengerti apa itu orgasme? Jelas hal satu itu lebih enak ketimbang bicara.

"Ya, enak bagi Bapak untuk bicara bahwa saya cantik bagi orang sekitar saya. Kalau memang itu benar, kenapa sampai sekarang saya malah nggak diterima satu pun laki-laki?"

Curhatan itu sepertinya tanpa kesadaran keluar dari mulut Odet, bahkan Odet setengah melamun saat mengatakan hal tersebut.

"Ini ... kamu serius bicara begini dengan saya?"

Odet terdiam. Anggada yang mendapati perempuan itu menatap ke depan tanpa ekspresi jadi tahu bahwa Odet sedang tidak fokus. 

"Odetta? Hei, kamu dengar saya?" Panggilan Anggada tidak digubris sama sekali, yang ada justru Odet menjadi semakin mengacau dengan isi pikirannya. 

Menghela napas Anggada memilih untuk menyalakan musik dan sengaja dikeraskan volume nya. Sontak saja Odet terkejut dan refleks meneriaki Anggada karena suara di dalam mobil jadi tidak terkendali.

"Pak?! Apa-apaan, sih?!" teriaknya.

Anggada tidak menggubris hingga Odet memilih untuk mengecilkan suara musik itu sendiri, barulah pria itu menatap Odet dan bertanya. "Kenapa?"

"Bapak ngapain nyalain musik keras banget begini?"

"Kamu yang ngapain saya panggil malah melamun?"

Odet kebingungan. "Saya melamun?" tanyanya pada Anggada.

"Iya." Anggada berdecak sendiri. "Sudahlah, saya jadi males ngajak kamu ngobrol."

Anggada masuk dalam mode merajuk kembali, dengan begitu mereka saling terdiam selama sisa perjalanan menuju kantor. 

*

Pekerjaannya hari ini terlalu aneh. Sikap Anggada yang berubah-ubah agaknya membuat Odet kebingungan. Mungkin karena terlalu banyak perbedaan yang bisa dibandingkan antara Anggada versi pertama kali Odet masuk perusahaan dan Odet yang sekarang resmi menjadi asisten pria itu. Sebelum pulang tadi, pria itu juga memberikan bungkusan tempat makan yang dipesan melalui aplikasi. Odet tidak tahu menu makanan itu sampai dia mencarinya sendiri melalui laman online bahwa makanan yang dipesan pria itu adalah menu sehat. 

"Bawa apaan, Kak?" tanya Dastari yang memangku cup es krim dan menonton televisi bersama Odessa. 

Odessa sedang memakai sheet mask dan sibuk sendiri memastikan wajahnya terawat dengan baik. Untungnya sang ibu rajin merawat diri, jika tidak Odet dan Dastari tidak akan peduli dengan kebersihan dan kelangsungan wajah masing-masing. Meski Odet gendut, tetap saja wajahnya bersih dari noda jerawat berkat rajinnya dia perawatan diluar dan di rumah. 

"Oh, Odet. Tumben kamu beli makanan dari luar? Ibu udah siapin makanan, loh."

Odet sendiri bingung bagaimana harus menjawab pertanyaan dari adik dan ibunya. Ini makanan yang bukan dirinya beli sendiri, melainkan dibelikan oleh atasannya alias rival ayahnya. 

"Ini ... bukan aku yang beli."

Bergabung dengan kedua perempuan yang memiliki kesibukan masing-masing, Odet meletakkan bungkus makanan itu dan menatapnya dengan fokus yang tidak terbagi. Dia bingung dengan sikap Anggada. 

"Yah, kakak dibeliin makanan sama pacarnya, tuh!" celetuk Dastari yang langsung membuat Seda kehilangan ketenangan.

"Wait! Kenapa ayah mencium bau-bau pengkhianatan di rumah ini, ya?"

Odessa memutar bola matanya malas. Enggan sekali mendengarkan drama yang suaminya akan buat sebentar lagi. "Tariiiii ... kamu memang pinter mancing kehebohan di rumah ini. Bagus sekali anak ibu."

Seda tidak peduli dengan sindiran istrinya, dia mendekati Odetta setelah bersih dan wangi karena lebih dulu mandi setelah pulang dari kantor. 

"Ini makanan dari siapa, Mbul? Kamu kenapa nggak bilang sama ayah kalo lagi deket sama laki-laki? Jadi, ini alasan kenapa kamu nolak Bima? Karena kamu udah punya pacar?"

Dastari tertawa dan Odet mendecak karena berlebihannya ayah mereka. "Ayah kenapa suka kemakan jahilnya Dastari, sih? Dia cuma pengen lihat ayah lepas kendali."

Kini, Seda menatap putri keduanya. "Dastari?! Kamu bohongin ayah?"

"Nggak. Aku nggak bohong, aku nebak."

Seda langsung mengusap wajahnya sendiri. "Astaga, Dastari! Kenapa kamu selalu begitu, sih, Nak?"

"Hm? Begitu gimana? Aku, kan, cuma nebak. Ayah aja yang lebay. Harusnya ayah pastiin apa yang terjadi. Bukan langsung percaya sama ucapan anak kecil."

Odessa tertawa kecil karena tak mau nantinya membuat sheet mask nya melonggar dari posisi semula. "Enak, kan, Mas? Gitu, tuh, dulu aku menghadapi kamu."

Seda menatap Odet dan anaknya memilih mengangkat kedua bahunya. "Aku mau mandi dulu, kalo ada yang mau makan itu makan aja."

Odet pusing memikirkan hal ini. Terserahlah siapa yang akan menghabiskan makanan itu. Terserah maksud Anda, Pak Anggada. 



[Yang mau baca duluan bab 15, special chapter 15, dan bab 16. Sudah tayang di Karyakarsa, ya. 🖤]

ODETTA [TAMAT]Where stories live. Discover now