48. ODETTA

3.3K 870 25
                                    

Odet sempat bingung harus pulang kemana setelah statusnya berubah menjadi istri Bimaskara Yowendra. Sekarang, Odet tidak bisa bersikap sebagai putri dari Seda Dactari yang tanggung jawabnya memang dibawah kepemimpinan keluarga sang ayah. Sekarang Odet memiliki Bima sebagai pria yang bertanggung jawab atas diri Odet. Pria itu pasti tahu bagaimana cara menjadi seorang pemimpin untuk memutuskan pilihan atas anggota keluarganya—Odet adalah anggota keluarga Bima sekarang.

"Kita ke apart aku, ya." Bima memutuskan dan Odet bereaksi.

"Aku oke, aja. Cuma aku agak bingung nasib rumahku gimana, Bim?"

Bima merapikan rambut di kening istrinya dengan pelan. "Kalo aku kasih saran boleh?" tanya Bima. Pria itu bukan tipikal yang akan bertindak semaunya meski sebenarnya bisa. Bima lebih suka bertanya supaya tidak menimbulkan masalah diantara mereka.

"Iya, aku emang nunggu saran kamu."

"Kamu sewain buat orang yang memang butuh tempat tinggal berjangka waktu. Supaya rumah kamu nggak terbengkalai."

Odet menimang saran tersebut. Hanya saja ada beberapa poin yang membuat Odet enggan menyewakan rumah itu.

"Atau kamu kepikiran mau jual, Det?" tanya Bima.

"Awalnya, sih, iya. Aku agak males gitu buat ngurusin komplenan orang kalo nanti ada yang bermasalah sama rumah. Males ributnya. Kalo dijual, kan, nggak mikirin begitu. Pemilik baru yang nanti bersedia renov."

Bima tidak merasa keberatan dengan apa pun keputusan yang akan diambil oleh istrinya. "Aku setuju apa pun yang kamu ambil, Det."

"Kamu nggak mau tinggal di sana, ya, Bim?" tanya Odet dengan hati-hati. Tak mau membuat perdebatan yang nantinya akan melibatkan nama Anggada.

"Nggak," jawab Bima tanpa menutupinya. "Aku tahu dari ayah kalo yang nyariin rumah itu buat kamu, ya, Anggada. Terus aku juga bermasalah sama tetangga kamu yang udah terlanjur akrab sama Anggada. Aku juga dinilai nggak baik sama tetangga kamu. Jadi ... nggak. Aku nggak mau tinggal di sana, Det. Maaf, ya. Untuk pilihan yang itu aku nggak bersedia."

Odet mengangguki penjelasan suaminya dan memeluk pinggang pria itu dengan cepat. Mereka harus keluar dari hotel sore ini, itu sebabnya mereka sudah membahas rencana tinggal di mana. Membahas tempat tinggal memang baru bisa mereka lakukan karena sebelum pernikahan, semuanya serba hectic. Bersyukur sekali pernikahan mereka terlaksana dengan baik.

"Ini meluk-meluk gini ada apanya, nih?" tanya Bima yang mengernyit dengan sikap istrinya.

"Aku males banget angkut barang-barang dari rumahku. Perasaan baru kemaren kita nikah, capeknya belum hilang, udah beberes barang?"

Bima membalas pelukan perempuan itu. "Terus? Mau pake barang-barang aku juga sebenarnya nggak masalah, sih, Det."

Odet menggeleng pelan. "Ada satu opsi yang aku pikirin buat istirahat dulu sebelum pindahan ke apart kamu, Bim."

"Apa?"

Kedua alis Odet digerakkan naik turun seolah Bima mengerti apa maksud dari perempuan itu.

"Apaan, sih, Det? Aku beneran nggak tahu opsi kamu yang sekarang ini."

Mau tak mau Odet menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya sendiri. "Nginep di rumah ayah sama ibu, Bim."

*

Sebenarnya Bima tidak masalah untuk tinggal sementara di rumah mertuanya. Di sana juga masih cukup untuk ditempati keduanya. Hanya saja ada rasa tak percaya diri yang Bima rasakan karena menumpang tinggal di rumah Seda dan Odesaa.

"Masuk, masuk!" Dengan semangat Odesaa menyambut putrinya yang sudah memiliki aura yang berbeda. "Ibu siapin makan, ya. Kalian pasti jarang makan dengan bener karena sibuk."

Odet dan Bima salah tingkah dengan apa yang Odessa ucapkan. Pipi mereka merona membayangkan malam—bahkan pagi, siang, atau sore—bercinta mereka yang terasa luar biasa.

"Kok, malah pada buang muka?" Odesaa tertawa. "Kalian mikir yang aneh-aneh, ya? Padahal ibu bahas kesibukan kalian selama persiapan sampai hari H pernikahan, loh. Pasti bikin capek, kan?"

Bima menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Sedangkan Odet berkata, "Ibuuu."

Pasangan yang baru menikah memang rentan mendapatkan candaan dari sekitar. Tentu saja tidak jauh-jauh dari malam pertama atau momen sakral  belah duren yang seringnya dibuat olok-olokkan.

"Mau mandi dulu? Biar nanti ibu panggil kalo makanan udah siap."

"Saya mau beli sesuatu dulu di minimarket, Bu."

Odet langsung menatap suaminya. "Beli apa? Kamu, kan, mau nemenin aku tidur tadi katanya. Aku mau minta dipijetin badan ini, loh, Bim. Kamu udah janji. Aku masih pegel gara-gara kamu!"

Odessa yang mendengar hal itu menyembulkan senyuman yang menyiratkan bahwa putrinya dan Bima tidak main-main dengan urusan ranjang mereka.

"Uuuuuhhh, lucu deh kalian ini. Bikin ibu inget waktu akur sama ayah!"

Bima meringis dan Odet tahu dirinya sudah membuat Bima malu di hadapan Odessa. "Jangan dengerin ibu, Bim. Ayo, ke kamar!"

"Tapi aku mau beli—"

"Nanti suruh Dastari aja. Aku nggak mau nunggu."

Odet buru-buru mendorong tubuh suaminya untuk menuju kamar Odet sendiri dan membiarkan wajah Odessa yang sarat dengan kode 'kotor' yang akan semakin membuat Bima salah tingkah nantinya.

"Jangan keras-keras, ya! Nanti Dastari denger!"

Astaga! Kenapa pikiran wanita itu bisa menjadi sangat kotor dalam situasi seperti ini? Padahal Odet kira ibunya tidak akan sevulgar sekarang ini.

"Anak-anak jaman sekarang. Mau begituan nggak tahu waktu, mana putriku yang mesum lagi. Dasar putrinya Seda!"

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang