10. ODETTA

6.7K 1.5K 55
                                    

Odessa menatap putrinya yang terisak di pinggir ranjang. Ini seperti momen patah hati yang dialami Odetta dan membuat Odessa merasa sangat sedih dibuatnya. Putri pertamanya itu belum pernah berpacaran dan patah hati, ini pertama kalinya terjadi. Dulu, saat Odessa menikah dengan Seda, banyak momen pertama kali yang terjadi karena sangat mengecewakan. Sikap Seda yang tidak peka membuat segalanya menjadi sulit.

Odessa mengetahui rasanya patah hati karena orang yang kita anggap sangat penting. Untungnya, Odet merasakannya sebelum melaju ke pelaminan. Odessa tak mau nantinya Odet menginginkan Bima hingga menjadi gila sendiri. Melihat bagaimana Odet meluapkan kemarahannya tadi, sudah bisa dipastikan bahwa Bima tidak menyambut perasaan putri Odessa itu. Jika saja Odessa tidak mendengar ada kata 'pacar' yang bersangkutan dengan Bima, dia pasti membantu keduanya untuk bersama. Sekalipun Bima terlihat sangat perhatian pada Odet, mengharapkan pria yang tidak tahu perasaannya sendiri hanya akan membuat sakit hati. Mungkin memang benar Bima memiliki perasaan pada Odet, tapi bagaimana jika pria itu juga bisa memiliki perasaan pada perempuan lain yang sesuai dengan kriteria yang Bima mau?

"Odet," panggil Odessa.

Panggilan itu tidak dibalas dengan ucapan oleh Odet, melainkan tangisan yang semakin keras.

"Ibu di sini. Siapa tahu kamu butuh sesuatu."

"Aku ... mau sendiri, Bu."

Odessa tahu itu akan terjadi. "Kamu tahu? Dulu waktu ibu menikah dengan ayahmu dan ngerasain sakit hati berulang kali, nggak ada orang yang bisa dengerin keluh kesah hati ibu. Nangis karena patah hati dan sendirian itu nggak menyenangkan, Det. Ibu yang rasain sendiri. Ditambah yang bikin kamu nangis dan patah hati itu adalah orang yang membangun keluarga bersama, satu rumah, nggak ada sekat yang bisa bikin ibu leluasa buat nangis kalo orangnya udah ada di rumah."

"Kenapa Ibu ngomongin itu ke aku?"

"Oh, supaya kamu tahu, laki-laki bukan cuma Bima aja yang bisa bikin nangis. Ayah kamu juga tukang bikin nangis ibu, Det. Jadi kalo dia marah pas lihat kamu nangis begini, jangan langsung percaya kalo cuma ayah kamu yang paling sempurna di dunia ini. Karena ibu yang jadi korban sakit hatinya."

"Jadi ... ibu ... mau bilang semua laki-laki sama aja?"

Meski dengan sesenggukan, Odet tetap menyampaikan apa yang dia tangkap dari maksud ibunya. Jika tidak diajak bicara oleh ibunya, Odet pasti sibuk menangis seperti orang gila.

"Ya ... gimana, ya, jawabnya. Pada dasarnya, kan, semua orang nggak sempurna. Ibu yakin kamu bakalan ngerti bahwa semua hal kalo dilihat dari baiknya aja nggak akan bisa. Kamu terlalu berharap kalo Bima bakalan ngerti, tapi nggak akan ada orang yang bisa ngertiin kita."

"Bu, aku nggak mau begini."

"Ya, makanya ibu usir si Bima. Ibu bantu kamu supaya nggak capek dengerin pembelaannya. Paling juga dia lagi mikir keras. Walaupun nggak akan langsung dapet jawaban."

"Ibu usir Bima? Bukannya dia pulang sendiri?"

Odessa menggeleng. "Kalo nggak ibu usir, dia kayaknya malah mau naik ke kamar kamu. Ibu nggak mau lihat drama. Kalian, kan, bukan suami istri, masa mau rusuh di rumah ini? Kecuali kalian suami istri, ibu pasti nggak akan sok- sok an ikutan. Itu udah beda urusan."

Odet mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Mengusap wajah yang sungguh tidak elegan. "Nih, pake tisu. Kamu bar-bar sekali kalo begini."

Odet menerimanya dan melempar tisu kotornya ke rempat sampah kecil di bawah ranjang. "Aku pengen punya pacar, Bu."

Odessa mengangkat kedua alisnya. "Ini karena mau cari pelampiasan?"

"Nggak. Aku pengen mau tahu gimana rasanya punya pacar."

"Kamu udah tahu rasanya, loh. Selama ini kamu itu sama Bima udah kayak orang pacaran. Berantem kayak tadi aja udah kayak pacar lagi bermasalah dan bau-bau mau putus."

"Ibu ngomong apaan, sih?"

Odessa mengusap pipi putrinya tanpa lupa mencubit karena gemas dengan pipi putrinya itu. "Yaudah, gini aja. Kalo kamu mau pacaran, ibu harus ngapain? Yaudah kamu pacaran aja."

Odet menatap ibunya dengan penuh arti. "Ibu sama ayah, kan, katanya dijodohin."

Odessa mulai curiga dengan kalimat putrinya. "Terusss?" tanya Odessa.

"Terus ... ibu coba cariin kandidat yang mau sama aku gitu. Kayak ibu-ibu di cerita romansa gitu, anaknya dijodohin, dicariin pasangan sama ibunya yang rempong."

Odessa langsung menjitak kening putrinya pelan. "Ibu! Kok, malah aku dijitak?"

"Makanya jangan suka menyamakan realita di hidup sama realita di cerita fiksi, meskipun refleksi dari kenyataan, tetep aja fiksi. Kamu, kan, tahu ibu nggak punya kenalan atau circle arisan begitu. Dulu waktu ibu dijodohin itu karena rekan bisnis orangtua. Kamu tanya ayah kamu harusnya kalo mau dikenalin." Odessa langsung mengingat sesuatu. "Tapi setahu ibu, ayah kamu nggak punya temen bisnis, adanya rival, musuh. Nggak bakalan juga dikenalin ke kamu."

Rival? Musuh? Anggada Prabu?

Odet langsung menggelengkan kepalanya. Kenapa malah jadi memikirkan pria menyebalkan itu? Apa Odet bisa mencoba berpacaran dengan musuh ayahnya saja?

"Mikirin apa, Det? Sampe geleng-geleng begitu segala."

Odet tersadar masih ada ibunya di kamar. "Nggak, Bu. Aku mau mandi dulu, deh. Makasih udah bantuin ngusir Bima, ya. Ibu yang paling hebat, mengerti anaknya."

[Ho ho ho. Tenang aja. Ini cerita nggak akan bertele-tele. Aku kasih dilema, tapi aku kasih kebahagiaan juga buat Odet. Nih, ya. Intinya ini menurut realitas versiku aja, sih. Odet, 28 th, perlu senang-senang 🙊🙊🙊.

Btw, bab 13 dan 14 udah ada di Karyakarsa kataromchick, ya.]

ODETTA [TAMAT]Where stories live. Discover now