16. ODETTA

6.1K 1.5K 78
                                    

Rapat produksi kali ini terasa begitu menegangkan. Anggada tidak memiliki kesabaran lagi saat persiapan produksi sudah dekat, tetapi sponsor besar belum datang. Rasanya aneh sekali mendapati hal ini. Tidak seperti Anggada yang sedang tegang, Odet memilih untuk duduk diam dan tidak mendapat banyak sorotan supaya mereka semua bisa bekerja dalam tekanan Anggada, dan bukan malah ingin mengetahui asal usul Odet yang sedikit banyak diketahui orang yang bekerja di stasiun televisi.

"Ini nggak ada yang bisa kerja bener, ya? Apa semuanya harus saya yang selalu urus masalah ini? Padahal ini bukan permasalahan yang harus saya tangani. Tim kalian harusnya punya bagiannya sendiri, kan? Tim ini saya harapkan bisa memberi acara yang bermutu sekaligus nggak menyulitkan saya."

"Maaf, Pak." Odet tahu produser tim tersebut sangat tertekan. Anggada sudah menggebrak meja saat baru masuk ke ruangan rapat tadi. Pasti sulit untuk menyatakan pendapat disaat Anggada tidak ingin dibantah.

"Maaf nggak akan menyelesaikan masalah!"

Odet malas sekali menghadapi atasan yang sedang marah-marah, hanya membuat frustrasi. Itu sebabnya Seda yang selalu menjadi contoh terbaik dalam memimpin. Pria itu tetap saja suka marah-marah kepada bawahannya saat sesuatu tak seperti ekspektasinya.

"Jangan ada yang bicara lagi. Saya mau masalah ini bisa diselesaikan segera mungkin!"

Ya, begitulah atasan. Masalah yang dipikul memang tidak hanya satu, mereka datang biasanya untuk mengevaluasi, tetapi tidak memberikan solusi bagi bawahan. Sulit sekali menyesuaikan pendapat dengan mereka yang berkuasa lebih.

"Harusnya Anda bisa menahan diri dari kemarahan, Pak. Lagi pula masalah ini pasti bisa diatasi."

Anggada melonggarkan dasinya. Gerah dengan balasan yang Odet berikan.

"Ngomong memang paling enak."

Itu adalah kalimat yang pernah Odet berikan, dan sekarang pria itu menggunakannya untuk menyerang Odet balik.

"Saya bicara yang benar. Kalau Bapak lebih—"

Seseorang dari divisi public relation sudah menunggu Anggada di depan ruangan pria itu. "Selamat siang, Pak."

"Hm. Masuk."

Anggada memang benar-benar menyebalkan jika dalam mode marah begini. Balasannya pada orang lain juga tidak menyenangkan.

"Kenapa? Ada masalah apa lagi?"

Odet mendengarkan pembicaraan mereka berdua. Meski memiliki pekerjaannya sendiri, Odet juga ingin tahu apa yang saja laporan yang masuk kepada Anggada.

"Pihak SEMSA mau mengajak kerjasama, Pak. Sponsor besar untuk acara baru kita."

Anggada langsung menegakkan kepalanya. "SEMSA? Kok, bisa? Siapa yang lobi pihak mereka?"

Odetta yang tahu siapa pemimpin perusahaan SEMSA langsung mendesah lelah. Bima memang tidak akan pernah berhenti mencari cara untuk bertemu dengannya. Kenapa pula tiba-tiba mau menjadi sponsor terbesar untuk acara televisi Anggada? Apa yang Bima pertaruhkan untuk semua ini? Odet? Astaga! Itu cara kekanakan yang sangat nekat.

"Tidak ada, Pak. Mungkin mereka ingin produknya bisa dilihat melalui acara ini."

Odetta bergumam, "Nggak masuk akal."

Anggada yang mendengar hal itu langsung menoleh. Tidak senang dengan komentar Odet yang terdengar oleh telinganya.

"Hei! Apa maksud kamu nggak masuk akal? Menurutmu perusahaan saya nggak pantas dapat sponsor besar seperti SEMSA!?"

Odet sudah membuat kesalahpahaman. Saat ini Anggada sedang tidak dalam kondisi emosi yang baik, maka jelas saja Odet langsung terkena imbasnya.

"Bukan begitu maksud saya, Pak. Saya nggak bicara mengenai perusahaan ini, tapi—"

Anggada langsung menatap karyawannya dan langsung setuju untuk bertemu dengan pihak SEMSA yang pastinya menurut pria itu sangat menguntungkan. Tidak heran jika semua hal menjadi masuk akal betapa bersaingnya stasiun televisi milik Seda dengan yang Anggada pimpin ini. Anggada masih terlalu muda dan berpikir bahwa semua kerjasama memiliki peluang yang bagus. Padahal Odet yakin ini adalah cara Bima untuk mendekatinya.

Bukan bermaksud terlalu percaya diri, tapi Odet tahu betapa depresinya Bima untuk bisa bertemu. Bahkan mengganti-ganti nomor untuk menghubungi Odet.

"Kamu, kalau lain kali nggak hati-hati bicara, saya akan pertimbangkan kamu untuk keluar dari perusahaan saya. Paham kamu?!"

"Iya, Pak."

Nasib bekerja dibawah kekuasaan orang lain.

*

Bima tidak bisa menyembunyikan senyumannya saat tahu kerjasamanya diterima dengan mudah oleh Anggada Prabu. Ternyata semudah ini untuk bisa bertemu dengan Odet, kenapa dia sampai membeli banyak nomor telepon untuk menganggu perempuan itu saja? Padahal ada cara yang paling menjanjikan sejak awal.

"Sebenarnya ini rencana pribadi Bapak, ya?" Garfis, si tangan kanan Bima melayangkan pertanyaan yang sudah sangat jelas.

"Hanya dengan begini saya bisa lebih dekat dengan perempuan yang sedang marah dengan saya."

Garfis mengirimkan file elektronik ke email Bima dan terus mengajak pria itu bicara. "Perempuan yang harusnya Bapak berikan jabatan tinggi kalau masuk ke sini?"

Bima menghela napasnya. "Kamu ini kenapa jadi penasaran sekali dengan kehidupan dan keputusan saya, sih, Fis? Kamu mirip ibu-ibu komplek kalau begini."

Garfis tertawa, sudah biasa menghadapi Bima yang sudah seperti temannya sendiri.

"Saya begini juga karena Bapak yang memperkerjakan saya cukup lama. Saya jadi tahu kehidupan pribadi Anda dan kekasih Bapak itu."

Bima menatap Garfis terkejut. "Kekasih saya?"

"Iya, perempuan yang sedang marah ke Bapak. Kekasih, kan? Bapak terlalu sering kacau dengan perempuan bernama Odetta itu, Pak."

Bima kembali tersentil. Bahkan pegawainya pun memiliki penilaian yang sama dengan teman kuliahnya dulu.

"Apa terlihat begitu? Saya dan Odetta seperti kekasih menurut kamu?" tanya Bima.

"Iya. Saya heran kenapa Bapak nggak melamar juga sampai sekarang, padahal Anda bilang sudah mengenal lama."

Bima langsung berdiri dari kursinya. "Kita percepat pertemuan dengan Anggada Prabu!"

Kali ini Bima ingin bicara serius dengan Odet. Namun, apa langsung membicarakan jenjang serius tidak membuat Odet malah kabur?


[Aloha! Cara dapetin voucher paket gratis nanti aku kasih tahu begitu aku selesai nulisnya. Btw, bab 17 & 18 sudah ada di Karyakarsa. Yang nggak mau nunggu bisa ke sana.]

ODETTA [TAMAT]Where stories live. Discover now