15. ODETTA

6.4K 1.4K 55
                                    

Odetta menatap jam pukul 11.11 siang dan dia merasakan lapar datang lebih cepat dari biasanya. Ya ampun, Odet bahkan bangun kesiangan karena memikirkan apa yang terjadi dengan atasannya yang sekarang duduk tenang di balik kursi kejayaannya dengan serius membaca dokumen serta sibuk menilik komputernya. Apa yang berbeda? Sepertinya tidak ada. Hanya saja Odet yang merasa segalanya menjadi berbeda.

Perut Odet berbunyi kembali, pertanda minta diisi. "Duh, kenapa laper disaat begini, sih??" 

Odet tidak akan bisa turun ke kantin karena memang bukan waktunya untuk makan siang. Ini semua karena Anggada! Odet sampai tidak bisa tidur cepat karena menatap makanan yang diberikan pria itu kemarin, entah apa maksudnya.

Menarik napas perlahan, Odet menenangkan diri dan mencoba fokus dengan pekerjaannya. Namun, masalahnya perut yang kosong sulit sekali membuat Odet konsentrasi.

"Detta," panggil Anggada. Ya, pria itu memanggil nama Odet dengan 'Detta' yang memang berbeda dari orang terdekat Odet memanggilnya.

"Ya, Pak?"

"Saya tinggal sebentar, ya. Itu yang di meja saya sebagian sudah saya tanda tangan. Sebagian tolong balikin ke divisinya, masih ada yang ngaco."

Odet mengangguk dengan patuh. Anggada tidak menggunakan waktunya lebih lama, tampak buru-buru untuk pergi.

"Eh, Pak." Odet mencegah langkah pria itu sejenak.

"Kenapa?" balas Anggada.

"Kalo nanti ada yang tanya Anda ke mana, saya harus jawab apa?"

Anggada tidak menjawab dengan jelas. Pria itu hanya mengendikkan bahu dan memberikan jawaban mengambang, "Terserah kamu mau jawab apa. Saya pergi dulu sebentar."

"Baik, Pak." Hanya itu jawaban yang bisa Odet berikan disaat dirinya kini tengah menahan rasa lapar dan sulit membalas kalimat Anggada. Karena berdebat jelas membutuhkan tenaga.

Berkali-kali berikutnya perut Odet terus menerus menunjukkan keberadaannya yang meminta diperhatikan.

"Ya, ampun. Kamu kenapa sibuk krukkk krukkk begini, sih, Belly?!" Begitu sayangnya Odet terhadap perutnya, bahkan bagian itu dinamai Belly. Odet benar-benar menyayanginya seperti separuh nyawa. Intinya mirip seperti anaknya yang berbagi tubuh.

Lima belas menit berlalu, dan Anggada datang dengan wajah yang berkeringat. Pria itu juga membawa bungkus plastik dari mini market logo biru. Odet iri karena Anggada langsung meneguk susu dingin tanpa rasa. Pasti seger banget!

Tidak bisa Odet pungkiri dirinya mendamba makanan dan minuman. Kenapa pula tadi harus bangun telat? Sarapan sampe lewat!

Berusaha fokus, Odet semakin gugup ketika Anggada berjalan mendekat ke arah mejanya. Jika sampai pekerjaannya ketahuan tidak beres sedari tadi, bisa kena semprot kembali Odet.

Tanpa diperkirakan, Odet melihat berbagai camilan mampir di atas mejanya yang kosong.

SOYJOY, Crispy Salad Potato Healthy Chips, Tropicana Slim Cookies, Fitbar, WRP Cookies Chocolate, Fitchips, Naraya Oat Choco, Oatbits Oat 8, Heavenly Blush Tummy Yogurt Bar.

Semuanya Odet baca dengan teliti sebelum dia mendongak menatap Anggada yang tidak berkata apa pun dan bergerak cepat menuju mejanya sendiri dan membuka bungkus L-Men Protein Bar untuk diri pria itu sendiri. Odet melihat banyak camilan sehat di meja atasannya juga. Odet sampai menggelengkan kepala karena tak menyangka Anggada membeli banyak camilan begini.

Dia itu kenapa, sih? Meski begitu, Odet tetap melahap camilan yang ada di mejanya sekarang. Lapar membuatnya enggan memikirkan apakah Anggada menatapnya dengan senyuman senang atau tidak.

*

Bima tidak tahu harus berapa kali lagi menggunakan nomor berbeda hanya untuk bicara dengan Odet. Membawa banyak masalah dalam hubungan mereka memang bukanlah jalan yang Bima mau, tapi hubungan mereka sudah terlanjur bermasalah.

"Kamu udah mirip tukang pulsa, deh, Kak. Kartu perdana kamu kumpulin dan buang-buang begini. Coba kamu tinggal di luar negeri, beli nomor telepon itu susah! Ini malah kayak makan kacang."

"Mama, plis—"

"Iya, iya. Mama tahu, kok. Mama cuma mau ingetin, berapa banyak kamu ganti nomor, ujungnya tetap akan sama. Mendingan kamu kasih kejelasan sama Odet. Khususnya ke mamanya Odet, Kak. Mama janji bakalan langsung berangkat kalo kamu mau langsung lamar Odet. Yuk!" 

Bima meletakkan ponselnya dengan kesal. Frustrasi menghadapi semua ini.

"Aku mau tidur," ucap Bima yang digunakan hanya untuk menghindari pembicaraan dengan mamanya.

"Bima. Mama kasih saran sama kamu. Pertama, kamu lamar Odet langsung ke depan orangtuanya. Kedua, kamu mulai cari pasangan serius yang kamu mau."

Bima membalikkan tubuh, menatap Rosalia yang begitu serius saat ini.

"Kenapa mama maksa banget aku buat nikah?"

Rosalia menghela napasnya. "Mama nggak akan pernah tahu kapan nyawa mama dicabut, sama seperti papa kamu, Bimaskara Yowendra. Apa kamu mau menikah disaat kedua orangtuamu nggak ada?"

"Ma! Ngomong apa, sih?!"

Rosalia mendekat pada Bima, memeluk putranya dengan erat. "Mama jagain kamu, kamu yang harus jagain adik kamu nanti. Plis, Kak. Mama nggak akan ribut lagi kalo kamu menikah."

Bima masuk dalam kebimbangan lagi. Urusannya dengan Odet saja belum selesai, ini harus ditambah lagi dengan keinginan mamanya untuk dirinya segera menikah. Entah bagaimana masa depannya akan berjalan.


[Baca duluan bisa langsung ke Karyakarsa'kataromchick'.]

ODETTA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang