41. ODETTA

4.2K 1K 35
                                    

Memilih ayahnya pulang adalah jalan terbaik. Supaya pria itu tidak terburu-buru dan fokus dalam perjalanan. Jika mendengar suara Odet, pasti akan membuat Seda tak fokus dan malah membuat orang rumah panik nantinya selama Seda berada di perjalanan.  Begini lebih baik, menunggu, harap-harap cemas. Odet sangat gugup jika nantinya bertemu dengan sang ayah. Untung saja ada Bima yang sengaja menerima tawaran dari Odessa untuk menginap, setidaknya Odet bisa sedikit tenang dengan menghabiskan waktu mengobrol dengan Bima. Ya, meskipun ada bumbu tambahan dalam kegiatan mengobrol mereka berdua disaat Odessa dan Dastari tertidur. 

"Pagi," sapa Odessa saat Bima bergabung di meja makan dengan wajah yang sudah segar. 

"Pagi, Tante."

"Tidurnya nyenyak, Bima? Atau kamu dirusuhin Odet buat nemenin dia yang gugup?"

Bima memberikan senyuman serba salah. Ya, serba salah. Menjawab bisa membuka aib, tidak menjawab pasti lebih ditebak aneh oleh wanita itu. "Odet nggak ganggu, Tan. Saya yang malah ajak dia ngobrol terus."

Odessa tertawa kecil. "Gitu? Kamu kayaknya suka banget sama Odet sampe ngejar begini."

"Maksudnya, Tante?"

"Ya, awalnya tante pikir bakalan kabur setelah tahu Odet punya pacar. Ya, paling ngejar buat minta maaf dan balik sahabatan, tapi ayahnya Odet bilang kalo kamu izin mau lamar Odet. Jadi, ya ... agak aneh aja. Kirain kamu bakalan seneng karena akhirnya lepas dari persahabatan kalian yang agak ribet, ya. Kalo sekedar sahabatan, kalian nggak bakalan heboh sering liburan berdua. Makanya tante sempet kesel waktu Odet nangis-nangis kamu nggak mau sama dia karena bentuk tubuhnya."

Tidak pernah menyangka bahwa Odessa akan menyampaikan kalimat ini, Bima menyiapkan diri dengan meminum segelas air yang disiapkan oleh wanita itu. 

"Saya minta maaf udah bikin Tante kesel. Saya memang melakukan kebodohan dengan nggak mau mengakui perasaan saya sendiri. Udah banyak yang bilang sama saya kalo hubungan saya dan Odet itu lebih dari cuma sahabatan, tapi saya yang menghindar terus menerus dan bikin Odet juga kecewa waktu itu. Maaf bikin Tante dan Odet kecewa."

Odessa mengangguk, "Jangan ulangi kebodohan kamu dengan menghindar dari apa pun masalah kalian, oke?"

"Iya, Tante."

"Ibu ngasih wejangan apa ke Bima?" tanya Odet yang terlihat sangat tak peduli dengan penampilannya di rumah pagi ini.

"Belum mandi kamu? Nggak malu sama calon suami?"

Odet menoleh pada Bima yang menggigit roti yang sudah disiapkan oleh Odessa. "Kamu keberatan aku belum mandi, Bim?"

"Aku hari ini dukung ibu kamu, Det. Kan, aku dalam misi mendapatkan restu dari ibu dan ayah kamu. Jadi aku harus ikut kata ibu kamu sekarang."

Odet mencubit pipi Bima hingga mengaduh sebelum diberikan omelan oleh Odessa. "Odet! Kamu itu nggak ada lemah lembutnya sama Bima!"

"Dia juga nggak ada romantis-romantisnya sama aku, Bu."

"Orang sering romantis, kok, Bu. Tari jadi saksinya."

Dastari sudah mengenakan pakaian untuk bersepedanya pagi ini. Karena ini adalah hari libur dan Tari hobinya bersepeda pagi dan sore hari mengelilingi komplek rumahnya, maka anak itu sangat rapi dengan semua komponen bersepedanya. 

"Tari!" Odet mendesiskan nama adiknya supaya tidak menimbulkan masalah. Ternyata anak itu diam-diam tahu. "Jangan berisik, deh, kamu."

Tari menjulurkan lidahnya kepada sang kakak dan membuat Odet melotot pada adiknya itu. Mereka kembali dalam mode saling bertengkar di mana saja hingga rumah berisik sekali karena suara dan perdebatan keduanya. Itu sebabnya rumah akan sangat sepi jika salah satu diantara mereka tak ada. Dastari juga merindukan kakaknya jika tak ada di rumah. 

"Kamu tahu dari mana kalo kakakmu sama Bima suka romantis, Tari?" Odessa sengaja memancing anak perempuan keduanya itu. Tari suka sekali membuat kehebohan, jadi sekali pancingan akan membuat anak itu langsung menimpali banyak kalimat.

"Aku, kan, semalem pengen minum, Bu. Udah malem, tuh. Aku takut kalo sendirian ke dapur," ucap Tari yang sengaja menatap kakaknya untuk melihat reaksi seperti apa yang ditampilkan oleh Odet.

"Kamu nggak siapin sebelum tidur? Biasanya kamu nggak lupa." Odessa memberikan tanggapan pada Tari.

"Aku lupa, Ibu. Namanya lupa masa dipaksa inget?" balas Tari yang pandai sekali menjawab. "Yaudah, ini aku lanjut lagi ceritanya."

"Hm." Odessa membiarkan Dastari mengoceh, membuat Odet cemas. 

"Ya, terus aku ke kamar Kak Odet, tapi ternyata kamarnya kosong. Aku, kan, bingung kakak kemana, Bu. Terus aku jalan, terpaksa tapi ini, ke dapur buat ambil minum. Eh, pas aku mau ke dapur aku liat pintu halaman samping kebuka. Aku agak takut tapi penasaran, tuh. Aku maunya langsung ambil minum terus kabur ke kamar, tapi penasaran banget. Akhirnya aku coba nengok gitu, tapi masih takut. Terusssssss," Dastari malah sengaja memperlama ucapannya menjelang akhir dari kalimat itu. 

"Terus apa, Tari?" tanya Odessa.

"Terus, aku liat kak Odet sama kak Bimbim lagi ..."

Kini tatapan Odet serupa dengan kalimat, "Awas kamu kalo berani bilang!"

"Dastari?" Sekali lagi Odessa memperingatkan.

"Mereka lagi berduaan, Bu." Fiuhhhh! Odet bisa bernapas lega dan Bima bisa menelan rotinya. "Masa kayak gitu dibilang nggak romantis? Kak Odet bohong aja, Bu. Kak Bimbim romantis tadi malem."

Odet meringis malu pada ibunya dan mereka melanjutkan sarapan. Odet memilih meminum susu saja dan duduk untuk menanggapi adiknya hingga terjadi perdebatan lain. Mereka tertawa dan bercengkerama dengan hangat hingga satu suara menghentikan semuanya.

"Ayah pulang."

Ini saatnya. Odet semakin gugup mengetahui ayahnya sudah di rumah. Tuhan, beri aku kekuatan buat ngomong sama ayah. 

[Bisa baca duluan bab terbaru di Karyakarsa 'kataromchick', ya.]

ODETTA [TAMAT]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें