Bagian 14 - Broken Home

423 228 251
                                    

Untuk segala bahagia
Yang masih diselimuti tanda tanya
Percayalah jika tak selamanya manusia
Akan dirundung derita
______________________________________

Flashback

Javas menatap sekilas pada Gibs lalu kembali menegak beernya sebelum bersuara. "Bawa dia ke gue!" perintah Javas.

______________________________________


Enjoy 📖

______________________________________

Gibs mengernyit ke arah Javas. "Serius? Si Cupu?"

"Yup," jawab Javas singkat.

Gibs heran sembari menatap anak-anak lain yang ada di basecamp, terlihat mereka semua serempak menatap ke arah Javas. Nampaknya mereka memiliki pertanyaan yang sama di benaknya masing-masing.

"Kenapa?" tanya Gibs penasaran lalu tersenyum meremehkan. "Gue pikir selama ini tipe lo yang high class atau anak dugem Jav," ucap Gibs.

"Kali ini lebih menarik." Javas tersenyum miring.

"Gak ah... Males! Yakinkan gue apa menariknya dari itu cewek?" tantang Gibs, lalu merampas botol beer dari tangan Javas. "Setelah itu baru gue putusin mau ikut permainan lo atau gak," ucapnya kemudian menegak beer di tangannya.

Javas spontan menatap ke arah Gibs sebelum ia bangkit dari duduknya. "Ayolah Gibs..."

Javas perlahan mencondongkan tubuhnya di hadapan Gibs dengan tangannya memegang kedua lengan kursi sembari menatap lurus pada manik mata Gibs. Sudah menjadi kebiasaan Javas dimana ia akan selalu mengintimidasi lawan bicara dengan bahasa tubuhnya.

"Lo gak penasaran buat mainin cewek kesayangan Aland?" ucap Javas pelan.

"Aland?" tanya Gibs balik.

"Iya." Javas mengangguk pelan. "Tadi malam gue minum bareng mereka dan..."

"Dan lo dihajar sama Aland?" timpal Gibs sembari menatap luka di pelipis Javas. Gibs tidak bodoh, dia tau jika luka itu masih baru telihat dari bekas lukanya yang masih basah, belum lagi lebam di tulang pipi anak itu.

Javas menarik napas dalam sebelum balik angkat bicara. "Ya... " ucap Javas datar kemudian memutar bola matanya malas, sedang Gibs dan anak-anak lain terkekeh mendengar jawaban salah satu orang yang mereka segani di basecamp itu. "Tapi bukan itu bagian menariknya," lanjut Javas.

"Bukan bagian menarik? Gue pikir bagian lo dihajar lah yang paling menarik. Gue berani bayar buat nontonin itu," sahut Gibs dengan senyum mengejek.

Javas lantas berbalik menghadap Gibs kemudian menyeringai ke arahnya, membuat senyum Gibs hilang sembari bergidik ngeri. "Lo tau Gibs, apa yang bikin Aland kalap dan ngehajar gue malam itu?" ucap Javas dengan intonasi rendah namun terdengar sangat mengintimidasi.

Gibs diam dengan sebelah alis terangkat mendengar pertanyaan laki-laki itu. "Apa?" sahutnya singkat.

Javas menatap tajam tepat pada mata Gibs. "Cewek itu," ujar Javas pelan.

"Bukannya Aland gak pernah peduli sama cewek mana pun?" sahut Gibs heran.

Javas diam beberapa saat sebelum kembali bersuara. "Jelas cewek itu pengecualian dan mereka pasti bukan cuma sekedar sahabat," ucapnya yakin.

"Lo yakin mau main-main sama itu cewek?" Perkataan Gibs terjeda untuk beberapa saat sebelum ia kembali melanjutkan. "Maksud gua... dia milik Aland. Main-main sama dia, sama aja kita main-main sama Aland."

"Itu dia!" Javas menyeringai lantas maju mendekat dan menggenggam kedua pundak Gibs. "Ingat Gibs, lo selalu benci kan sama dia? Kita selalu dipandang sebelah mata di sekolah ini! Kita selalu di cap biang onar dan selalu jadi yang nomor dua! Hanya karna mereka pikir kita lahir dari keluarga yang berantakan!" geram Javas menatap tajam pada Gibs seakan melampiaskan seluruh amarahnya selama ini.

Mendengar penjelasan Javas membuat Gibs mengeraskan otot rahangnya, emosinya seketika memuncak mengingat pandangan hina siswa lain yang selalu melabeli mereka sebagai siswa berandal yang lahir dari keluarga broken home. Lebih buruk lagi bahkan tak hanya siswa tapi guru-guru pun memandang mereka dengan cara yang sama, telapak tangan Gibs mengepal erat melampiaskan amarahnya.

"Aland gak ada bedanya sama kita, dia juga lahir dari keluarga yang berantakan! Dan gue benci setiap kali orang-orang mandang dia selalu lebih baik dari kita." Javas menjeda ucapannya lalu tersenyum sinis. "Gue yakin! Aland akan ngelakuin apapun demi cewek cupu itu, dia bisa jadi alat kita buat ngasih pelajaran ke Aland."

Gibs mengangguk setuju pada Javas sebelum sebuah suara menginterupsi mereka.

"Tapi mau lo apain itu cewek Jav?" tanya Aron, yang sedang berjalan pelan di belakang Javas.

Javas berbalik ke arah Aron lalu menyunggingkan senyum santai miliknya. "Lo boleh mabok hari ini," ucapnya lalu menepuk pundak anak itu.

Senyum Javas berubah menjadi sebuah seringaian setelah ia menatap anak-anak lain yang ada di basecamp. "Bawa kotak beer di lantai dua! Kalian bebas mabok hari ini!!" perintah Javas.

🦋🦋🦋

Emily berjalan menghampiri Becca di mejanya, memperhatikan anak itu sedang menatap pada keramaian di bawah sana.

Becca membenarkan posisi kacamatanya kemudian menatap ke arah Emily.

"Orang bilang, Hansel akan daftar jadi calon ketua osis di semester depan," tutur Becca membuat Emi menaikan alisnya. "Dia akan jadi saingan Dimas nantinya," lanjutnya.

"Dimas...?" tanya Emily dengan ekspresi mengingat-ingat.

Becca mengangguk pelan. "Iya, Dimas. Kapten tim Aland," jelasnya.

Emily lantas mengalihkan pandangannya pada laki-laki di bawah sana yang sedang sibuk sendiri memasukkan gitar akustik ke dalam tasnya.

🦋🦋🦋

Hansel menghela napas panjang. Selesai ia memasukkan gitarnya ke dalam tas, ia mengumpat kesal dalam otaknya. Gara-gara perempuan di lorong tadi, sekarang ia harus menenteng gitarnya seperti ini. Benar-benar merepotkan!

Hans menarik napas lalu menghembuskannya jengkel sembari menengadah ke atas hingga ia mengangkat satu alisnya tanda menemukan suatu hal yang menarik perhatiannya.

Ia mencoba memfokuskan pandangannya hingga...

Dia perempuan yang di lorong tadi? Iya! Dia pelakunya yang membuat tali tas gitar akustiknya putus hingga ia harus menentengnya seperti ini.

Pikir Hans.

Hansel dapat dengan jelas melihat tubuh gadis itu menegang ketika mata mereka bertemu. Hansel lantas tersenyum miring melihat reaksi itu.

Apa yang membuat gadis itu begitu tertegun ketika bertatapan dengan orang lain? Pikirnya detik itu.

_____________________________________

Bersambung

Terimakasih sudah membaca
Vote & Coment juga ya :)

Terimakasih juga bagi yang selalu menunggu
"IS IT LOVE?" yaa
I love u from the bottom of my heart 🤍

IS IT LOVE?  [On Going]Where stories live. Discover now