Promise me

576 90 169
                                    

"Tea, sayang... Buka pintu nya ya? Mami masuk ya?" Itu suara Noushin yang sejak tadi terus-terusan membujuk Tea, supaya dia mau membuka pintu kamar nya yang dikunci rapat-rapat.

Tapi Tea hanya diam, dia tidak peduli dengan suara-suara lain, karena sekarang dia benar-benar sedang terluka. Dan rasanya sakit sekali.

Bahkan dari banyaknya rasa sakit yang pernah Tea dapat, tamparan dari Papi adalah yang terdahsyat. Sebab, bukan hanya pipi nya saja yang terasa ngilu, tapi hati nya pun demikian.

Gadis itu masih terus menangis tersedu-sedu di kamar nya dengan posisi tengkurap. Dia marah, sedih dan sedikit kecewa dengan perlakuan Papi nya. Pikir Tea, Papi jahat. Papi sudah tidak menyayangi nya lagi. Sampai-sampai, terlintas di kepala nya untuk menyusul sang Mami.

"Aku mau sama Mami aja... Papi jahat Mami.... Papi jahat..." Rintih Tea di sela-sela tangisan nya. Suaranya pelan, sangat pelan sekali sampai Noushin tidak bisa mendengar nya.

"Mami kenapa harus pergi ninggalin aku secepat itu... Aku butuh Mami... Aku mau di peluk Mami... Aku---" Tea tidak dapat melanjutkn ucapan nya karena tiba-tiba dada nya terasa sesak, sampai dia batuk-batuk. Lantas Tea segera merubah posisinya menjadi duduk, lalu mengambil napas dalam-dalam berulang kali, hingga pada akhirnya, usaha Tea membuahkan hasil. Dadanya sudah tidak sesak lagi.

Dan setelah itu Tea terdiam. Tangis nya terhenti, tapi dia masih sesenggukan. Dia melirik bantal nya yang kini sudah terbentuk seperti pulau kecil karena air matanya. Tea mengesah, lalu tanpa sengaja kedua matanya melirik foto yang ada di nakas, foto dia dengan Papi nya yang diambil setahun lalu, tepat nya di Paris, dengan background menara eiffel.

Di foto itu, Tea merangkul lengan kekar Papi nya dengan erat. Kepalanya pun menyender pada bisep Papi nya. Senyuman nya juga lebar, sampai matanya hanya terlihat garis lengkung saja.

Tea mengesah. Matanya jadi terasa hangat lagi sebab air matanya yang kembali jatuh.

"Papi jahat... Aku benci sama Papi..." Ujar nya pelan, sebelum kemudian dia meringkuk memeluk dirinya sendiri.

Karena sungguh, rekaman ingatan Tea saat Papi menampar pipi kiri nya, masih jelas terasa hingga relung hati nya dibuat sakit.

"Mami... Aku mau di peluk Mami... Aku mau Mami di sini...." Tea merintih lagi dalam sela tangisan nya.

Suara pintu kembali di ketuk. Kali ini lebih keras, yang kemudian di susul suara baritone Papi nya.

"Tea... Sayang... Maafin Papi."

"Maafin Papi, Nak. Tolong buka pintu nya ya.... Papi minta maaf sama kamu, Papi----"

"AKU NGGAK MAU NGOMONG SAMA PAPI! PAPI JAHAT! AKU BENCI SAMA PAPI!!!"

"Sayang... Papi minta maaf. Papi mohon jangan kayak gini, oke? Papi benar-benar nggak bermaksud buat--- Papi lepas kontrol, Nak... Papi minta maaf kalau udah bikin kamu terluka ya? Maafin Papi ya, sayang... Buka pintu nya ya, Nak?"

"NGGAK! PAPI PERGI AJA, AKU NGGAK MAU SAMA PAPI!" Tea benar-benar berteriak sekencang yang dia mampu, hingga pada akhirnya, ketukan pintu tidak lagi terdengar.

Tangisan Tea kembali pecah, kali ini lebih keras dari sebelum nya. Sampai ketika dia sudah merasa lelah, rasa kantuk menghampirinya, dan dia tertidur pulas sambil memeluk dirinya sendiri erat-erat.

***

"NGGAK! PAPI PERGI AJA, AKU NGGAK MAU SAMA PAPI!" Ada rasa sedih yang tidak bisa Rion ungkapkan hanya dengan kata-kata, ketika dia mendengar kalimat itu terucap dari bibir anak gadis kesayangan nya.

Dia merasa sudah menjadi Ayah yang buruk, karena telah membuat anak gadis nya terluka. Padahal dia sudah berusaha keras selama ini, supaya tidak ada seorang pun yang melukai Tea, tapi lihat, malam ini dia sendiri yang melukai nya, sampai anak itu tidak mau bertemu dengan nya.

Me vs PapiWhere stories live. Discover now