Menjenguk

1.4K 216 80
                                    

"Mau Papi masakin apa biar kamu makannya lahap?" Rion cukup frustasi sebenarnya. Sudah dua hari Tea sakit, sudah dua hari juga anak itu sulit makan, meski dibujuk dengan makanan kesukaan sekalipun. Selama ini Tea hanya mengonsumsi buah pisang. Itupun hanya beberapa gigitan saja ketika mau minum obat.

Tea menggeleng cepat.

"Nggak selera makan, Papi."

"Gimana mau sembuh coba, kalo makan aja susah?" Gadis itu langsung memanyunkan bibirnya.

"Minimal bubur deh, sayang. Habis lima sendok aja udah bagus banget itu. Mau ya?"

Tea diam sejenak nampak menimbangkan perkataan Papi nya. Sampai kemudian dia berkata.

"Yaudah, iya. Tapi nanti kalo mau minum obat aja." Rion menghela napas lega. Seenggaknya Tea mau makan walau nanti sekitar dua jam lagi kalau nungguin waktu minum obat.

"Good girl. Kalo gitu Papi suruh Bi Martem buatin buburnya dulu."

"Nggak mau bubur nya Bi Martem."

"Mau beli aja di tempat langganan?" Tea menggeleng cepat.

"Yaudah, Papi yang buat."

"Nggak-nggak. Terakhir kali Papi bikin rasanya aneh." Rion meringis kala ingatan nya kembali saat dia membuat bubur yang ujung-ujung sampai tempat sampah karena saking nggak enak nya.

"Terus, beli dimana?"

"Mau bubur yang dibuatin Tante Noushin." Sela Tea dengan cepat.

Ah, Noushin. Satu nama itu langsung membuat Rion memutar kembali hari dimana terakhir kalinya dia bertemu wanita itu. Juga, hari dimana dia meminta sesuatu pada wanita itu pada pukul dua pagi di tepi kolam renang.

"Pi,"

Rion tidak langsung menjawab. Pria itu malah menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali.

"Beli aja ya, sayang?"

"Yaudah, kalo gitu aku nggak mau makan."

"Kenapa harus Tante Noushin yang buat?"

"Aku mau Tante Noushin jengukin aku. Tadi aku udah bilang ke dia kalo aku sakit, terus dia cuma bales gini, 'Get well really soon, Adrastea' terus ditambahin emot hati warna ijo. Kan itu ngeselin banget, Pi!"

"Padahal aku udah ngode banyak biar dia jengukin aku."

"Terus juga, kemaren-kemaren aku tuh mimpiin dia mulu. Di mimpi aku juga dia perhatian banget. Nggak kaya sekarang, whatsapp aku aja di balesnya jarang."

Rion cuma diam.

"Papi! Jangan diem mulu dong, suruh Tante Noushin kesini, pake ancaman bakal Papi pecat gitu kalo sampe dia nolak."

"Nggak bisa, dia sibuk. Gantiin Papi yang dari kemaren nganggur aja karena ngurusin kamu."

"Ihhhhh Papi... Harusnya Papi aja yang sibuk. Tante Noushin yang nganggur." Tea kesal, bibirnya merengut tajam.

Rion memicingkan mata. "Maksudnya?"

"Ya... Papi yang sibuk di kantor, kerja cari duit. Terus Papi suruh Tante Noushin yang urusin aku, gitu." Lalu Tea menunduk sambil memainkan kedua jari telunjuk nya yang sengaja dia tubrukan. Biasanya kalau Tea sudah sok imut gini, Rion bakal luluh. Tapi untuk sekarang, kaya nya nggak. Saolnya Rion masih ragu untuk bertemu dengan Noushin. Karena rasanya... seperti menjadi ironmen kalo kata Mang Oleh yang jual odading.

"Kalo udah bawel gini, harusnya udah bisa dibilang sembuh." Pamungkas Rion sebelum kemudian dia bangkit dari duduknya.

"Ck. Terserah deh, kalo Papi mau aku makan, ya Papi harus suruh Tante Noushin kesini, buatin bubur. Kalo nggak, yaudah aku nggak bakal makan sampe besok, besok nya lagi, besok nya terus dan besok-besok lain nya!" Setelah itu Tea langsung meringsut masuk kedalam selimut nya. Berguling kesamping kiri hingga tubuhnya membelakangi sang Papi.

Me vs PapiWhere stories live. Discover now