Pundak Ternyaman Kedua

1.4K 177 36
                                    

Bukan tentang seberapa lama nya. Tapi tentang seberapa hebat nya kamu bertahan melewati semua itu dengan lapang.

Jadi, jangan sedih!
Semangat lagi.
Karena besok masih ada hari-hari berat yang masih perlu kamu dilewati.

***

Selama ini tidak ada satupun orang yang tau, kalau setiap hari esok setelah hari ulang tahun nya, Adrastea selalu menjadi manusia paling bersalah yang ada di muka bumi.

Bersalah karena kehadiran nya sudah menghilangkan satu nyawa yang dicintai banyak orang; Mami nya. Semasa hidup, Lavenia adalah kesayangan keluarganya. Dia menjadi satu-satunya anak gadis untuk kedua orang tuanya. Menjadi yang terkecil dan paling dilindungi bagi para kakak nya. Dan tentu nya, menjadi wanita yang paling dicintai oleh seorang Asterion Helios, bahkan setelah enam belas tahun berlalu pun, rasa cinta itu tidak berubah sedikit pun. Dan Adrastea tau semua tentang itu.

"Sayang, letakkan bungan nya." Ucapan lembut seorang wanita itu membuyarkan semua lamunan Tea.

Gadis itu pun menghela nafas sejenak sebelum kemudian mengangguk dan meletakkan buket bunga tulip putih yang dia bawa pada pusara Mami nya.

"Mami, apa kabar?" Ujar Tea pelan.

Akan selalu ada rasa sedih saat matanya  menatap ukiran nama lengkap Mami nya pada batu nisan, meskipun gadis itu hanya mengenal sosok Ibunya dari cerita orang.

Menghela nafas sejenak, Tea segera menyatukan kedua tangan nya lalu memejamkan mata untuk mendoakan wanita yang sudah mengorbankan nyawa untuk kehadiran nya di dunia. Setelah selesai, dia membentuk salib sebelum kemudian bangkit dan menghampiri orang-orang yang tak lain adalah keluarga dari Mami nya. Well, semalam mereka semua menginap di rumah supaya paginya bisa mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Lavenia bareng-bareng.

"Oh udah ya sayang? Mau ke mobil sekarang?" Tanya Diana dengan lembut pada cucu ketiga nya.

Tea menggeleng. "Mau nunggu Papi dulu, Nek."

"Yaudah, Nenek sama yang lain tunggu di mobil ya?"

"Gue temenin ya, Te?" Sambar seorang cowok yang berdiri tepat disamping Tea, Javas nama nya--sepupu Tea yang paling besar yang sebenarnya hanya berjarak satu tahun lebih dengan nya. Cowok itu nyengir, biasanya Tea akan membalas dengan tampang bete kalau Javas sudah mengeluarkan ekspresi seperti itu. Tapi, karena sekarang dia sedang merasa tidak baik-baik saja, Tea hanya menggeleng pelan.

"Nggak usah."

"Pokoknya gue temenin, titik."

"Serah lo deh!" Tea mulai kesal dan Javas langsung nyengir lebar lagi. Sebenarnya maksud cowok itu baik, dia hanya mau menghibur adik sepupunya supaya tidak berlarut-larut dalam kesedihan.

"Nah gitu dong. Ini baru Adrastea. Kalo gini jadi makin cantik tau, jadi pengen gue pacarin."

Dan karena ucapan itu, Rion yang sejak tadi diam langsung berdeham kencang.

"Bercanda Om. Lemesin dong urat mukanya, jangan serem-serem gitu. Entar Tea nggak laku loh Om."

"Javas!" Seru Ardilla, sebagai Ibu dia memperingati supaya anaknya diam. Karena bagaimana pun juga, mereka ada di kuburan.

"Iya Mam, maaf. Diem nih." Lalu cowok itu berlaga meresleting mulutnya sendiri.

"Yaudah, Rion, Tea kita ke mobil ya. Javas, jaga Tea!" Titah Ardilla sebelum kemudian memboyong banyak orang menuju mobil.

Dan seketika keheningan langsung tercipta. Rion segera berjongkok untuk meletakkan buket bunga lavender yang bercampur dengan bunga lilac pada pusara mendiang istrinya. Dia mengulas senyum saat satu tangan nya mengelus batu nisan yang bertuliskan Lavenia Kemala disana.

Me vs PapiKde žijí příběhy. Začni objevovat