45

1.3K 171 96
                                    

Silau. Matanya mengerjap beberapa kali sampai akhirnya bisa menyesuaikan diri dengan cahaya yang telah lama tidak dilihatnya. Seluruh tubuhnya kebas akibat tidak digerakkan selama beberapa waktu. Tiga hari mungkin? Atau tiga bulan? Dia tidak tahu pasti. Dia tidak ingat.

Ada sebuah suara yang sayup-sayup ia dengar dalam kesadaran yang rendah itu.

"Oh, syukurlah, anakku ..."

Suara itu begitu familier di telinganya. Semakin lama semakin terdengar jelas. Disusul dengan pelukan yang ia terima, kemudian ia mengenali sebuah aroma. Sosok itu adalah ibunya.

"Eomma..."

Ingin dia mengatakan itu, tapi dia benar-benar tidak mempunyai tenaga untuk sekadar menggerakkan lidah. Alih-alih kata, yang keluar dari mulutnya hanya sebuah erangan lemah.

"Jangan dipaksakan ya, Nak. Sabar, kamu pasti akan cepat pulih."

Sekarang suara itu begitu jelas. Pandangannya juga mulai jernih. Dia bisa melihat, mendengar, dan merasakan sentuhan kasih ibunya.

Itu benar. Dia telah bangun dari tidur panjangnya. Dia telah menang melawan pertarungan hidup matinya.

"Ibu sangat merindukanmu, Namjoonie."

***

Barangkali waktu memang memiliki sayap. Ia terbang dengan sangat cepat. Kini Namjoon sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan pasca operasi dan rehabilitasi jantung selama satu bulan.

Dia tidak ingat hal apa yang mengharuskannya menerima donor jantung tapi lebih dari itu semua, dia sangat bersyukur masih diberikan kehidupan hingga detik ini.

Satu bulan ke belakang dia benar-benar tidak melihat siapapun selain keluarganya dan juga para dokter yang menanganinya. Mungkin memang hanya perasaannya saja, atau memang keluarganya mencoba untuk menjauhkannya dari sesuatu.

"Eomma, aku ingin bertemu Bangtan."

Sang ibu sedikit terkejut tapi segera ditutupinya. "Lain waktu saja ya, Nak. Sekarang kita pulang ke rumah dulu. Ayahmu mengadakan jamuan untuk merayakan kesembuhanmu."

"Tidak bisakah aku mengundang Bangtan? Mereka teman-temanku."

"Acara ini hanya untuk keluarga besar kita, sayang."

"Mereka juga sudah seperti keluargaku sendiri. Eomma, please?" Namjoon mengeluarkan senjata pamungkasnya yaitu puppy eyes. Berharap sang ibu akan luluh dengan sekali serangan.

"Tidak."

Uh, ternyata gagal.

"Kenapa sih? Kenapa kalian semua seperti mencoba menghalangiku berhubungan dengan Bangtan? Aku masih leader mereka. Aku sudah berapa lama meninggalkan mereka? Bagaimana kabar mereka saja aku tidak tahu, aku merasa sangat buruk."

"Are they safe? Are they ... ," suara Namjoon memelan saat dia menjeda, "alive?"

Pikiran Namjoon seketika terlempar ke peristiwa di Mansion Kim. Dia akhirnya ingat bagaimana dia bisa berakhir di rumah sakit. Kelebat orang-orang bertopeng, ancaman pistol, pemaksaan pengakuan palsu, rasa sakit akibat tertembus peluru, serta tatapan frustrasi orang itu.

Dia ingat semuanya. Seketika tubuhnya gemetar.

"Namjoon? Hei? Namjoonie!" Sang ibu memanggil anaknya yang tiba-tiba mematung di tengah lorong rumah sakit yang sedang mereka lewati.

Struggle • KSJ (Completed)Where stories live. Discover now