22

1.6K 191 18
                                    

Biasanya, setiap selesai mandi, Seokjin akan berlama-lama memandangi cermin dalam rangka memupuk rasa percaya diri dan rasa cintanya kepada diri sendiri. Ia akan menyempatkan bergumam ke cermin, "Seokjin-ah, mengapa kamu sangat tampan?" Sambil mengelus wajahnya sendiri. Lalu tertawa geli sendiri.

Namun, pagi ini kalimat yang ia gumamkan benar-benar berbeda dari hari biasa. Ia hanya menatap cermin sebentar, lalu berpaling, lalu menatap cermin lagi sambil berdecak, "Aish, hidungku jadi aneh." Dan akhirnya memutuskan untuk menghindari cermin demi menjaga suasana hatinya.

Dua hari yang lalu, sebenarnya Seokjin sudah pergi ke rumah sakit bersama Jungkook, tapi ia harus lebih bersabar karena tidak seperti Jungkook yang langsung ditangani hari itu juga, ia harus menunggu sampai besok lusa. Yang artinya adalah hari ini. Punya izin untuk tidak bekerja, pagi ini Seokjin berencana memasak. Member Bangtan jarang sarapan karena kesibukan yang ada, jadi kesempatan ini Seokjin manfaatkan sebaik mungkin. Terlebih ia ingat permintaan Jimin semalam, ini sungguh waktu yang tepat untuk merealisasikannya. Tapi sebelum mengerjakan semua itu, Seokjin lebih dulu mengecek kamar Yoosun.

Dilihatnya buah hatinya itu masih tertidur di dalam box bayi, pulas mengisap ibu jarinya. Tak mampu menahan rasa gemas, iapun mengelus pipi seputih kue beras itu dan menciumnya. Seperti tak cukup, ia mencubit pelan kedua pipinya yang kenyal sebelum menyerbunya dengan kecupan ringan. Aroma bayi memang enak, Seokjin tidak akan bosan menghidunya setiap hari. Saat sedang asik mengendus, eh, tidak diduga putrinya itu membuka mata seolah terganggu dengan kegiatannya barusan. Ia berkedip-kedip lucu membuat hati Seokjin terserang badai. Kawai!

"Selamat pagi, candy! Hehe, maaf membangunkanmu, ya." Seokjin secara otomatis menutup sebagian wajahnya dengan tangan, khawatir Yoosun akan takut setelah melihat penampakannya. Karena itu juga ia tidak bisa berlama-lama bersama si kecil, jadi ia menjauh dan mundur. Tapi Yoosun yang baru bangun merasa ditinggalkan, sehingga tanpa aba-aba ia mulai menangis keras. Membuat Seokjin kewalahan.

"Eh, eh, jangan menangis, dong. Duh, aku jadi serba salah. Kalau kau melihat wajahku, mungkin kau kan semakin menangis. Tapi, jika aku pergi kau juga menangis. Lalu aku harus bagaimana? Aishh, Yoosunie, berhentilah menangis. Aku panggilkan Ahjumma dulu ya! Kau santai saja di dalam sana!" Seokjin baru saja hendak keluar dari kamar Yoosun ketika Bibi Choi muncul.

"Aduh, aduh, Tuan Muda lagi-lagi mengganggu Yoosun yang sedang tidur?" Wanita yang lebih tua beberapa tahun dari ibunya itu menggelengkan kepalanya, ekspresinya seperti seorang ibu yang sedang menegur anaknya.

Seokjin pun menyanggah, "Enak saja! Aku hanya mencium pipinya lalu dia bangun. Bibi lihat wajahku yang menyeramkan ini, aku tidak ingin Yoosun melihatku seperti ini jadi aku hendak pergi. Tapi dia malah menangis."

Bibi Choi terkikik geli, segera mengangkat Yoosun dari tempat tidur. Menimangnya. Tapi posisi Yoosun otomatis menghadap ke arahnya, sehingga Seokjin berseru panik. "Bibi berbalik! Jangan hadap sini nanti Yoosun melihatku!"

"Yoosun tidak akan mengejek ayahnya sendiri. Tuan Muda tidak usah khawatir," ucap Bibi Choi setengah tersenyum. Ia bukan hanya sudah menyaksikan Seokjin tumbuh besar, tapi juga ikut membantu Nyonya Kim merawatnya. Jadi, Seokjin sudah seperti anaknya sendiri, apalagi sifatnya yang sangat ramah tidak memandang status sosial dalam bergaul, menyebabkan hubungan mereka lebih santai daripada kebanyakan majikan-pelayan di luar sana-meski masih tetap mengutamakan etika.

"Bibi jangan meledekku di depan Yoosun dong ...," Seokjin merajuk.

"Bibi tidak meledek. Hanya memberitahu." Sepertinya semua orang suka melihat Seokjin merajuk, tak terkecuali Bibi Choi. "Ya sudah, sudah, kalau bangun biasanya Yoosun minum susu, apa Bibi boleh ke dapur?"

Struggle • KSJ (Completed)Where stories live. Discover now