SoL 4

4.4K 754 72
                                    

Ya ampyuuun. Moon maap, sodaraaa.

Aku baru bisa update Mbak Lily sama Mas Erosnya.

Kemaren emang lagi hectic banget.

Makasih kalian udah mau syabar tekewer-ewer yeeeeee.

Silakan dibaca. Semoga syukaaaa! HAAPPY READING, LOVES!

KOMEN YANG BANYAKKKKKK!

Dengan basah kuyup Lily turun dari taksi yang ditumpanginya. Pak Tono-satpam rumah mereka yang hari ini mendapat giliran berjaga malam pun terlihat kaget mendapati sulung keluarga Tjandra itu tiba berdiri di depan gerbang rumah dengan keadaan yang menyedihkan. Diambilnya payung yang memang selalu disediakan kalau-kalau ia harus membukakan gerbang saat hujan deras.

"Ya ampun, Mbak Lily. Kenapa basah-basahan kayak begini?" Meskipun sudah sangat terlambat, Tono tetap memayungi Lily dengan payung berwarna pelangi berukuran lumayan besar. "Kenapa nggak telepon Pak Endang supaya dijemput?"

"Nggak apa-apa, Pak Tono. Terima kasih banyak ya, Pak. Aku masuk dulu."

"Selamat beristirahat ya, Mbak."

Langkahnya terasa begitu berat saat memasuki rumah. Lily masih ingat betul betapa bahagianya ia saat Dipta menjemputnya di rumah ini siang tadi. Kebahagiaan begitu meliputi dirinya sampai sebelum akhirnya mimpi-mimpinya terempas begitu saja.

Ingin rasanya Lily berjalan lurus tanpa harus menoleh ke arah kedua orang tuanya yang sedang menikmati siaran televisi di ruang tengah, tapi panggilan sang Papa pun menghentikan langkahnya. Tetesan air hujan yang membasahi pakaiannya pun turut membasahi lantai yang dipijaknya.

"Kak!" pekik Dahlia. Bagaimana ia tidak terkejut saat mendapati putri tersayangnya tiba di rumah dalam kondisi seperti itu? Meninggalkan sang suami, Dahlia segera menghampiri Lily yang masih berdiri terpaku. "Kamu kenapa? Kenapa sampai basah kayak begini?"

Bahkan, untuk menjawab pertanyaan mamanya pun Lily tak sanggup. Bibirnya terasa sangat kelu. Lily sadar betul apa yang ia ceritakan akan membuat kedua orang tuanya kecewa.

"Kamu kenapa, Kak?" tanya Hariawan. Menyadari ada hal aneh tengah terjadi pada putrinya, Hariawan pun segera memeluk Lily. "Ada apa? Cerita sama Papa."

"Papa ... Mama, aku minta maaf. Aku minta maaf." Hanya itu yang bisa Lily sampaikan. Semua sungguh terasa berat untuk diucapkan. Lily tak sanggup menyakiti hati kedua orang tuanya yang sudah sangat begitu bersemangatnya mempersiapkan pernikahan untuknya dan Dipta. "Maaf."

"Kamu tenang dulu," ucap Hariawan mencoba menenangkan Lily yang terisak. Kedua telapak tangannya membingkai wajah dang putri yang terasa sangat dingin karena kehujanan. Disematkannya satu kecupan di kening Lily. "Naik ke kamarmu, bersih-bersih dan langsung istirahat. Kalau kamu belum siap cerita semuanya ke Papa dan Mama, maka jangan cerita. Papa dan Mama sayang kamu. Ceritakan semuanya ke Papa dan Mama kalau kamu sudah benar-benar siap, ya."

"Mama antar ya, Kak," ucap Dahlia yang ditanggapi Lily dengan satu anggukkan. "Mama akan minta Bibik buatin air jahe panas untuk kamu."

"Terima kasih ya, Ma."

Usai mengantarkan Lily masuk ke kamarnya, Dahlia turun ke lantai bawah. Hariawan tengah menunggunya dengan cemas. Dahlia tak mengucapkan sepatah kata pun saat berlalu melewatinya.

Tak lama, Dahlia kembali dengan sebuah cangkir, termos kecil berisikan jahe manis panas dan setoples camilan. Ia sadar betul kalau suaminya itu sangat khawatir dengan keadaan putri mereka. Sebelum mengantarkan semua itu ke kamar Lily, Dahlia menyempatkan diri untuk sedikit berbincang dengan suaminya.

Scent of LilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang