SoL 33

3.1K 619 61
                                    

Tautan tangan keduanya mengerat dan ... semakin erat. Eros duduk tepat di samping Lily, mendampingi sang istri dan menyaksikan pemeriksaan yang sedang dilakukan Dokter Dahlan. Layar monitor sudah menampilkan pemindaian USG. Ia belum berani bersuara, meskipun sudah mengerti apa yang akan disampaikan Dokter Dahlan hanya dengan melihat raut wajah beliau. Kabar baik mungkin belum bersedia untuk berpihak padanya dan sang istri.

Dokter Dahlan berusaha untuk tetap menampilkan raut wajah tenang. Berkarier selama puluhan tahun sebagai seorang spesialis obgin membuatnya mempunyai begitu banyak pengalaman menemui kasus-kasus tentang masalah kesuburan. Dan kasus Lily adalah satu dari sekian banyak kasus yang sudah pernah ditanganinya.

"Bagaimana, Dok?" tanya Lily dengan tak sabar. Sudah beberapa menit pemeriksaan dilakukan, tapi Dokter Dahlan belum juga membuka suara. "Apa hasilnya masih belum baik?"

"Kita bicarakan di meja saya ya, Ly."

Pemeriksaan selesai. Eros dan Lily sudah kembali duduk di depan meja Dokter Dahlan. Lily tak bisa menyembunyikan rasa penasaran yang begitu memenuhi isi kepalanya. Baikkah atau burukkah?

"Saya akan menyampaikan hasil pemeriksaan yang baru saja kita lakukan. Dari pemeriksaan tadi, ukuran sel telur kamu masih sama. Dari yag saya lihat memang belum ada perubahan yang signifikan. Ukuran sel telur kamu belum memenuhi standar untuk dikatakan baik. Ukurannya masih kecil."

Lily melepaskan genggaman tangan Eros. Telapak tangannya terasa dingin seketika. Usaha yang dilakukan tiga bulan terakhir tak menghasilkan hasil yang baik.

"Sayang ...." Eros mengusapi punggung tangan istrinya. "Kita dengar advise Dokter Dahlan dulu, ya."

"Jadi, apa yang harus saya lakukan selanjutnya, Dok? Apa saya masih punya peluang untuk bisa punya anak?"

"Peluang pasti selalu ada, Ly. Untuk saat ini, saya akan menyarankan kamu untuk kembali melanjutkan program terapi. Kita akan tambah durasi waktunya. Dalam tiga bulan ke depan, kita akan lihat hasilnya."

"Kalau masih ...."

"Kita tetap akan terus berusaha," sela Dokter Dahlan. Dokter Dahlan memandang Eros yang duduk di samping Lily. "Kamu harus terus menyemangati Lily, Er. Saat-saat seperti ini, Lily sangat butuh dukungan dari kamu. Ini bukan hanya perjuangan Lily seorang, tapi perjuangan kalian berdua."

"Baik, Dok," ucap Eros. "Saya akan menjalankan semua advise Dokter."

"Sekedar saran dari saya. Ada baiknya kalian berdua sama-sama meluangkan waktu. Kamu bisa mengajukan cuti kalau memang diperlukan, Er. Saya rasa tidak akan masalah kalau kamu menggunakan jatah cuti kamu. Kamu bisa gunakan waktu cuti kamu untuk menemani Lily sejenak menepi dari kepenatan. Kalian bisa saling terbuka satu sama lain."

Lily berjalan limbung setelah keluar dari ruangan praktik Dokter Dahlan. Eros mengekor beberapa langkah di belakangnya. Ia hanya ingin memberikan ruang untuk istrinya. Langkah Lily terhenti di depan sebuah ruang berkaca besar. Ada begitu banyak tempat tidur mungil berjejer di dalamnya. Kebanyakan para penghuninya pun tengah tertidur lelap dibalut kain bedong yang hangat. Lily menempelkan kedua telapak tangannya di kaca, melihat suasana di dalam ruangan dan menyimpan semuanya di dalam kepalanya. Sungguh ia berharap suatu hari nanti bayinya menjadi salah satu penghuni di ruangan iniini dan ia bisa menyaksikan dari kaca besar di hadapannya.

"Mereka lucu-lucu ya, Mas."

"Sayang ...."

"Andai salah satu dari mereka itu anak kita, kita pasti bahagia banget kan, Mas?"

Eros merangkul pundak Lily. Pundak rapuh itu perlahan mulai bergetar. Wanitanya menangis. Hatinya juga merasa sakit melihat istrinya seperti ini. Eros sangat mengerti betapa besar keinginan Lily untuk memiliki keturunan.

Scent of LilyWhere stories live. Discover now