SoL 6

3.8K 736 62
                                    

Lily mengiyakan ajakkan sahabatnya—Gendis untuk mengunjungi rumah singgah anak-anak pengidap kanker. Mengingat yang akan ditemuinya anak-anak, Lily tak lupa menyiapkan banyak buah tangan untuk dibagikan. Lily sudah membeli banyak buah-buahan dan beberapa makanan yang bisa dikonsumsi para penderita kanker.

Ia dan kedua sahabatnya sudah tiba di depan sebuah bangunan berlantai empat. Rumah Singgah Matahari Kasih, itulah yang tertulis di papan nama gedung. Ketiganya melangkah masuk ke gedung.

Saat menapaki kaki di lantai pertama gedung, Lily sudah merasakan suasana haru yang begitu menyeruak. Bagaimana tidak, ia sudah melihat beberapa anak yang terduduk di atas kursi rodanya. Kebanyakan dari mereka mengenakan penutup di bagian kepala. Lily harus bersyukur karena ia menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan keadaan sehat dan bahagia.

"Biasanya jam segini mereka main-main di lantai satu, Ly. Nanti kalau sekiranya mereka capek main, langsung ke lantai atas dan masuk ke kamarnya masing-masing," ucap Gendis. Pandangannya tertuju ke arah di mana ada seorang anak yang sedang membaca sebuah buku di atas kursi roda. "Yang di sana namanya Sasha. Dari informasi yang gue dapat, Sasha mengidap leukemia stadium tiga. Dokter bilang kalau keluarganya diminta untuk siap-siap."

"Kenapa begitu?" sahut Lily.

"Sel kankernya sudah menyebar ke mana-mana. Tapi, keluarganya tetap mengupayakan yang terbaik, apapun hasilnya nanti. Yang penting mereka sudah berusaha. Sasha sendiri juga gigih. Keinginannya untuk sembuh besar banget."

"Gue boleh samperin dia nggak?" tanya Lily. Gendis mengangguk. Gendis menyerahkan sebuah apel ke tangan Lily. "Ini untuk apa?"

"Kasih apel ini ke Sasha. Sebagai tanda pertemanan kalian berdua."

Lily melangkah mendekati Sasha dengan perasaan sedikit canggung. Gadis remaja dengan penutup kepala itu sempat melirik dari balik buku yang sedang dibacanya. Merasa ada yang mendekatinya, Sasha pun segera menutup buku dan menyelipkannya di sela-sela tubuh dan kursi rodanya.

"Mbak kenapa?" ucapnya bingung. Lily hanya bisa tersenyum dan menggeleng. "Silakan duduk, Mbak. Mbak bisa duduk di sofa itu karena aku nggak pakai sofanya. Aku duduk di sini."

"Kita bisa ngobrol nggak?" tanya Lily. Sasha mengangguk. "Dari tadi aku perhatiin kamu lagi asyik baca buku. Kamu baca buku apa?"

"Oh, ini." Sasha menunjukkan sebuah buku pelajaran kepada Lily. "Sudah lama aku nggak sekolah, Mbak. Jadi, aku sering ulang-ulang pelajaran supaya aku paham kalau nanti sembuh dan bisa kembali ke sekolah."

"Kamu kelas dua SMP?" ucap Lily yang diangguki Sasha.

Lily menatap nanar ke arah sampul buku itu. Entah sudah berapa lama Sasha menghabiskan waktunya bergelut dengan penyakitnya. Entah sudah berapa lama ia berpisah dengan teman-temannya di sekolah demi bisa mendapatkan perawatan agar cepat pulih.

"Semoga kamu cepat sembuh dan bisa kembali main sama teman-teman, ya."

"Aku Sasha. Nama Mbak siapa?" ucap Sasha.

"Lily. Kamu bisa panggil aku Mbak Lily. Oh iya, aku hampir lupa. Ini untuk kamu." Lily menyerahkan apel yang dibekali Gendis ke tangan Sasha. "Sebagai tanda pertemanan kita."

"Terima kasih banyak, Mbak. Padahal Mbak nggak harus bawa apa-apa."

"Kamu mau tetap di sini?" tanya Lily. "Mbak mau ke atas. Mbak bisa bantu dorong kursi rodamu. Mau?"

"Terima kasih, Mbak. Aku masih mau di sini sambil lihat teman-teman yang lain main."

"Kalau begitu, Mbak ke atas dulu."

Dengan menaiki lift, Lily dan kedua temannya pun sampai di lantai dua. Di sana ada sebuah ruangan dengan sebuah televisi yang terpasang di bagian tengahnya. Ruangan itu lumayan dipenuhi oleh anak-anak dan beberapa orang tua.

Scent of LilyOnde as histórias ganham vida. Descobre agora