SoL 32

3K 587 36
                                    


Lily dan Eros tengah berada di kediaman keluarga Wardhana. Keduanya datang untuk memenuhi permintaan Wisnu untuk makan malam bersama. Suasana makan malam kali ini terasa begitu hangat. Makan malam seolah menjadi hal yang langka sejak keduanya memutuskan untuk keluar dari rumah ini. Senyum bahagia tak pernah surut terkembang dari bibir Wisnu dan Ranti. Anak sulung dan menantu kesayangan mereka terlihat begitu menikmati hidangan yang tersaji.

Begitu pula Anindya. Ia merasa begitu bahagia karena kedatangan Om Er dan Tante Lily. Anindya merasa bahagia, meskipun ia sering bermalam di apartemen Eros dan Lily. Tiap libur sekolah dan akhir pekan, pasti ia merengek pada Oma dan Opa agar meminta Pak Burhan untuk mengantarkannya ke apartemen om serta tantenya. Suasana kediaman keluarga Wardhana memang sepi sejak Eros dan Lily pindah.

"Om ... Tante, kenapa nggak tinggal lagi di sini?" tanyanya polos. Anindya masih terlalu kecil untuk mengetahui seberapa pelik alasan om dan tantenya angkat kaki dari rumah ini. "Aku, Oma sama Opa kesepian."

"Anin benar, Er," sahut Wisnu. Memang sudah beberapa bulan ini anak dan menantunya itu hidup mandiri di apartemen mereka. "Tinggal di sini lagi, ya."

"Pi, aku sama Lily sedang menikmati betapa nikmatnya hidup mandiri. Untuk saat ini, kami belum ada rencana untuk kembali. Tapi, Papi dan Mami nggak perlu khawatir. Meskipun, aku dan Lily nggak tinggal di rumah ini, kami akan sering mampir untuk berkunjung."

"Yang sering mampir itu Lily," sungut Ranti kesal. Memang benar kenyataannya kalau Lilylah yang sering berkunjung. Eros selalu absen dan menjadikan pekerjaannya sebagai alasan. "Mami bisa hitung berapa kali kamu ke sini semenjak pindah."

"Aku ...."

"Sibuk kerja, kan?" serobot Ranti yang kemudian dijawab putranya dengan sebuah anggukkan dan tawa. "Kelak kamu yang akan memimpin rumah sakit itu."

"Justru karena itu aku harus banyak belajar, Mi. Aku hanrus mempersiapkan diri untuk jadi seorang pemimpin nantinya. Kalau aku nggak kompeten, bisa-bisa Papi yang bakal malu."

"Banyak belajar bukan berarti kamu lupa sama Papi dan Mami, kan? Mumpung kami berdua masih ada lho, Mas. Mami pikir lepas masa residen kamu bakal punya waktu banyak kumpul sama keluarga. Ternyata ...."

"Jangan ngomong begitu lah, Mi. Papi dan Mami akan selalu sehat." Eros menatap istrinya yang duduk di sebelahnya selama beberapa detik. Tangannya menggenggam tangan Lily yang tergeletak di atas meja makan dengan erat. "Papi dan Mami harus tetap sehat, jadi bisa main sama anak-anak kami nantinya."

Seketika Lily langsung terdiam. Sebuah senyuman bahkan terlalu sulit untuk disajikan olehnya. Saat ini, ia tengah berada di ambang ketidakpastian. Usaha yang dilakukannya selama beberapa bulan terakhir ini belum menunjukkan hilal.

"Mas Er benar, Pi ... Mi. Papi dan Mami harus selalu sehat. Anak-anak kami pasti bakal senang main sama Opa dan Oma." Ada rasa getir yang dirasanya. Ia seolah menggadaikan ucapan saat keadaan belum jelas.

"Papi sempat ngobrol dengan Dokter Dahlan," ucap Wisnu yang membuat Eros dan Lily sontak menengadahkan kepala. "Papi minta maaf sebelumnya. Bukan maksud Papi untuk bersikap lancang. Papi hanya ingin tau bagaimana keadaan kalian berdua. Dokter Dahlan sudah menjelaskan keadaan yang sebenarnya." Tatapan teduh Wisnu di balik kacamata berbingkai warna emas segera mengarah pada menantu perempuan satu-satunya. "Jangan pernah bosan untuk berusaha ya, Nak. Tugas manusia hanya berusaha, sisanya biar Tuhan yang mengambil alih."

"Ka—kalau aku nggak bisa kasih Papi dan Mami cu—"

Tanpa diduga, Ranti bangkit dari duduknya, mendekat pada menantunya dan memeluknya. Kasih sayang seorang ibu memang tak pernah gagal untuk menyejukkan hati. Lily yang merasa sedih sekaligus bisa merasakan rasa nyaman secara bersamaan.

Scent of LilyWhere stories live. Discover now