35

4.7K 634 59
                                    

Ada begitu banyak momen berharga yang terjadi di sepanjang hidup Lily. Momen-momen itu menjadi warna dalam kisah perjalanan hidupnya. Di antara momen-momen itu yang paling berkesan adalah saat Eros melamarnya, menikahinya dan menyentuhnya di malam pertama mereka. Laki-laki itu sudah begitu setia mendampinginya dan menemaninya tak peduli bagaimana kondisinya. Lily tak akan pernah bisa membayangkan kalau laki-laki yang dinikahinya bukan seorang Eros Wardhana. Mungkinkah akan sesetia Eros? Mungkinkah akan tetap mendampingi, meskipun tahu keadaannya?

Lily tak pernah sedetik pun melepas genggaman tangannya pada Eros. Dia sangat gugup. Masa depan pernikahan mereka ditentukan sebentar lagi. Apakah akan diwarnai tangis dan tawa anak-anak atau hanya akan dilalui berdua saja?

"Jangan gugup. Dibawa santai aja," ucap Eros berusaha menenangkan. Sedari tiba di rumah sakit, sang istri tak mengizinkannya untuk menemui Dokter Dahlan sebelum prosedur penanaman embrio dilakukan. "Prosesnya sebentar, kok."

"Sakit nggak, Mas?" tanya Lily. Eros menggeleng. "Kalau yang ini gagal gimana, Mas?"

"Coba lagi, coba lagi dan coba lagi. Selama kamu belum jenuh, kita akan terus coba. Mau?"

Lily menjawabnya dengan sebuah anggukkan. Jauh di dalam hatinya, Lily takut akan satu hal. Ia takut ucapan sang suami menjadi kenyataan. Jenuh. Kata itu begitu menghantuinya. Semoga Tuhan memberikan keteguhan hati selama ia menjalankan keseluruhan proses demi mewujudkan mimpinya.

Rendahnya suhu di ruang tindakan membuat Lily merasa bertambah gugup. Kedua kakinya sudah terbuka lebar. Dokter Dahlan dibantu oleh seorang perawat sedang melakukan prosedur penanaman embrio di rahimnya, sementara Eros setia mendampingi di sebelahnya.

"Selanjutnya, kita tunggu dalam dua minggu ke depan. Proses ini biasa disebut two weeks waiting. Selama fase ini, kamu dilarang mengonsumsi segala macam makanan dan minuman yang mengandung kafein. Kamu juga harus me-manage emosi kamu. Jangan terlalu kamu pikirkan bagaimana hasil dari semua usaha yang kita lakukan. Kamu pakai skin care?" tanya Dokter Dahlan pada Lily yang dijawabnya dengan anggukkan. "Untuk sementara waktu, berhenti dulu. Jaga asupan makanan yang masuk ke tubuh kamu. Perbanyak serat karena kemungkinan besar kamu akan mengalami susah buang air besar dan saya sangat tidak menyarankan kamu untuk mengejan terlalu kuat. Yang terakhir, Eros pasti paham. Kamu paham kan, Er? Ditahan dulu, ya."

Selama fase menunggu, keduanya sepakat untuk tinggal di rumah orang tua Lily untuk sementara waktu. Sebuah kamar di lantai bawah pun dijadikan kamar sementara karena sebisa mungkin Lily harus meminimalisir mobilisasi naik turun ke lantai atas. Eros sudah menyiapkan segala macam obat-obatan dan semua barang yang mungkin dibutuhkan Lily di kamar.

Ada begitu banya obat yang harus Lily minum setiap harinya. Setiap hari, ia juga harus mendapatkan suntikan di bagian perutnya. Rasanya memang berat, tapi Lily berharap kalau hasilnya akan sepadan dengan perjuangan yang dilakukannya.

"Makan dulu," ucap Dahlia. Sejak sang putri kembali tinggal di rumah mereka, ia begitu memperhatikan segala macam makanan dan minuman yang masuk ke tubuh Lily. "Apa yang dirasa sekarang?"

"Perutku rasanya kram, Ma. Punggung juga rasanya pegal. Kenapa ya, Ma? Jangan-jangan kram mau haid."

"Belum tentu. Sekarang kamu makan dulu. Bibik lagi buat jus, nanti Mama minta untuk diantar ke sini."

Bosan. Ya, itu yang Lily rasakan. Untuk menghindari dari pikiran buruk, Eros melarangnya untuk mengases internet, terutama media sosial. Eros paham betul bagaimana sifat istrinya. Berita-berita simpang siur yang tidak bisa dijamin kebenarannya hanya akan membuat Lily semakin overthinking.

Pintu kamarnya diketuk. Bibik-asisten rumah tangga mengantarkan segelas jus yang memang rutin dikonsumsinya akhir-akhir ini. Perutnya kenyang setelah memakan enam butir telur ayam kampung rebus, meskipun hanya bagian putihnya saja.

Scent of LilyOnde histórias criam vida. Descubra agora