SoL 18

2.9K 692 102
                                    

Hai, aku update lagi.

Kalau ada salah penulisan, mohon dibantu notice, ya.

Silakan baca.

Semoga syukaaa.

Happy reading.

Berpikir dengan waras dan memikirkan tentang keselamatan, Eros pun membiarkan Marcel yang mengemudikan motor. Keduanya mengikuti petunjuk yang dikirim Lily pada Eros. Di sepanjang jalan, Eros pun tak pernah berhenti mengumpat, mengeluarkan seluruh sumpah serapah. Ia berjanji tak akan pernah memaafkan Dipta kalau sesuatu yang buruk sampai terjadi pada Lily. Segores saja Dipta melukai Lily, maka ia akan membuktikan ucapannya di parkiran rumah singgah kala itu, membunuh Dipta.

Dari jejak yang terlihat di layar ponselnya, Eros bisa melihat kalau mereka sempat berhenti di sebuah tempat. Mereka sempat berhenti si sebuah SPBU untuk mengisi bensin, kemudian kembali melanjutkan perjalanan. Eros benci karena mereka tak kunjung bisa mencapai keberadaan Lily.

"Bisa nggak lo bawa motornya cepat sedikit?" omelnya dari jok motor belakang. Suaranya yang kencang tak kalah diterpa angin. Masih terdengar begitu jelas. "Ini masalah penting, Cel. Lily dibawa kabur mantan pacarnya yang gila itu!"

"Gue paham, Ros. Tapi, kita kan juga harus hati-hati. Kalau gue ngebut, terus ada apa-apa, gimana? Bukannya berhasil nemuin Lily, kita malah balik ke rumah sakit karena masuk IGD. Lo mau begitu?"

Marcel benar. Yang terpenting saat ini memang menemukan lokasi keberadaan Lily. Itu yang paling penting.

Eros sangat bersyukur karena Lily bertindak dengan cerdas. Ia berhasil mengirimkan live location-nya karena dirasa keadaan memang sedang tidak baik-baik saja. Mungkin Lily sadar kalau dirinya memang sedang dalam ancaman bahaya.

Eros dan Marcel tiba di sebuah tempat yang ... menghadirkan begitu banyak tanda tanya di kepala keduanya. Mereka berkali-kali memastikan lokasi dengan yang tertera di peta live location. Benar, memang di sini lokasinya.

Sebuah losmen?

Tanpa berpikir panjang, Eros pun segera masuk dan menuju ke bagian informasi. Dua orang pegawai yang duduk di bagian informasi pun terlihat beingsatan saat melihat kedatangannya. Mereka pikir ada keadaan gawat darurat yang membutuhkan penanganan dokter. Eros masih memakai sneli dan setelan baju scrub-nya.

"Selamat siang, Mbak," sapanya.

"Si-siang, Dok. Ada yang bisa kami bantu? Apa ada tamu di sini yang menghubungi medis?"

"Kedatangan saya ke sini bukan untu memberikan pertolongan medis. Saya butuh bantuan Mbak."

"Ada apa, Dok?"

"Apa perempuan yang ada di foto ini datang ke sini?" tanya Eros sambil menunjukkan foto Lily yang ada di ponselnya. "Perempuan ini pacar saya, Mbak. Dan ... dia sedang dalam bahaya. Tolong kasih tau saya kalau memang dia ke sini."

Kedua pegawai bagian informasi itu pun meminjam ponsel Eros. Diamati benar-benar foto Lily yang masih terpampang di sana. Keduanya saling berbisik.

"Itu yang tadi bukan, sih?"

"Kayaknya iya, deh."

Gimana, Mbak? Apa dia ke sini?" tanya Eros. Keduanya mengangguk. "Serius, Mbak?"

"Iya, Dok. Mbaknya memang ke sini. Baru sekitar setengah jam yang lalu."

"Sama laki-laki?" sahut Eros.

"Iya, Dok."

"Emang benar-benar setan tuh orang! Kalau sampai ada apa-apa sama Lily, gue bunuh dia!" teriaknya kesal sambil menggebrak meja. Kerasnya partikel kayu pembentuk meja yang menghantam tangannya pun sama sekali tak dihiraukan, meskipun mungkin terasa sangat sakit. "Kasih tau saya nomor kamarnya! Cepat!"

Scent of LilyOù les histoires vivent. Découvrez maintenant