LARGAS || 12

886 80 6
                                    


12. Bareng Bunda

Angin bertiup begitu kencang, dedaunan yang berserakan di atas tanah ikut terbang terbawa angin entah kemana, malam ini terasa sangat dingin, jalanan masih terlihat basah akibat tadi sore dilanda hujan deras. Dengan jaket tebal yang melekat pada tubuhnya, Largas berjalan ke luar rumah, tanpa peduli dengan hukuman dari Bunda yang masih ia jalankan.

Mengingat tadi pagi, Bunda tidak marah saat Largas membawa motor ke sekolah, jadinya sekarang Largas berpikir jika Bunda membebaskannya dari hukuman. Namun satu yang membuat cowok itu sedih, sejak kejadian malam kemarin, saat Galih menebak bahwa dirinya anak pungut, Bunda jadi murung.

Padahal, Largas tidak peduli akan ucapan Galih. Memang adiknya itu kalo bicara gak bisa disaring dulu, makanya jadi begitu. Largas sudah biasa.

"Mau kemana, Gas?" Cowok itu menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke belakang dan mendapati Bunda tengah berdiri dengan tangan yang memegang sebuah plastik berwarna hitam.

Largas terdiam, dia sedang memikirkan sebuah alasan, agar sang Bunda bisa percaya. Dia merasa sangat jenuh berada di rumah, ada orang tapi entah kenapa Largas selalu merasa sendiri. Mungkin kalian juga pernah merasakanya.

"Bunda ikut ya?" Largas menaikan satu alisbingung, tumben sekali wanita yang masih terlihat muda itu ingin ikut malam-malam bersamanya. Biasanya jam segini, Bunda akan sibuk dengan menonton film barat di salah satu aplikasi, atau Bunda akan sibuk dengan koleksi novelnya.

"Agas mau ke tongkrongan, Bun." Intonasi Largas memelan. Bunda terlihat mengerutkan dahinya, mungkin dia bingung apa maksud tongkrongan yang Largas sebut. Sebelum berjalan mendekat ke arah Largas, Bunda membuang plastik hitam terlebih dahulu pada tong sampah di sampingnya.

"Yaudah, Bunda ikut. Bunda bosen di rumah," kata Bunda semakin mendekat ke arah Largas. Largas menghela napas pelan, dia bingung kenapa Bunda ingin sekali ikut bersama dia?

"Papah bisa ajak, Bunda keluar," tutur Largas.

Bunda Alisya menghela napas, dia terlihat kesal dengan sang anak, karena Largas terlihat ragu untuk mengajaknya.

"Kali ini aja, Bunda mau bareng Agas. Kamu tau 'kan maksud Bunda? Selama ini kamu jarang banget di rumah, kalo di rumah cuman tidur, mandi, makan udah keluar lagi. Jarang ikut ngumpul bareng kita," jelas Bunda, dari matanya Largas bisa melihat bahwa Bunda tengah menahan tangisan.

Largas menghela napas, kemudian memeluk tubuh pendek Bunda, kalo disamakan, tubuh Bunda bentukannya mirip sama Derai, kecil dan pendek, hanya sebatas dada Largas.

"Yaudah, Bunda boleh ikut. Nanti Bunda ngobrol aja sama  Bu Yuri pemilik warung biru," putus Largas sambil melepas pelukan Bunda.

Bunda tersenyum hangat, kemudia menatap rumah sebentar, pikiran buruk Largas terus berkeliaran. Apakah Bunda sedang mempunyai masalah dengan orang rumah?

"Ayo, Bun. Kita berangkat!" seru Largas sambil menaiki motornya, kebetulan motor Largas sudah terparkir di depan rumah. Tadi pas hujan Largas lupa, memasukan motornya ke garasi.

Bunda terlihat sangat senang, selama ini dia jarang sekali menghabiskan waktu bersama anak tertuanya, karena dia sibuk mengurus Hana dan juga Galih yang selalu manja. Kadang Bunda hanya menyuruh Largas menemaninya ke toko buku atau ke mall untuk berbelanja, itu juga bisa di hitung dengan jari. Selebihnya Galihlah yang selalu mengantarnya.

LARGAS [Selesai]Where stories live. Discover now