LARGAS || 15

954 71 9
                                    

15

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

15. Masih di pantai

"Kenapa kamu ngelakuin semua ini, Gas?" Brenda melirik Largas yang berada di sampingnya, saat ini mereka belum juga beranjak pergi dari pantai. Terutama Largas, dia suka sekali dengan laut, hingga betah berlama-lama di sana.

Sekarang mereka tengah duduk di atas kain putih dengan kaki diselonjorkan, pandangan keduanya lurus ke depan memandang laut yang terlihat berkilau, akibat terkena pancaran sinar matahari. Di dekat mereka, terdapat dua gelas teh beserta roti. Ada yang menawarkan barang-barang beserta makanan tersebut pada Largas dan Brenda, sepuasnya dengan harga dua ratus ribu.

"Emang gaboleh?" Largas malah balik bertanya, tidak melirik Brenda sama sekali, dia tetap fokus ke arah depan.

Brenda menggeleng pelan, lalu meraih secangkir teh, meneguknya hingga cangkir berukuran sedang itu kosong. Lagi-lagi terjadi keheningan diantara mereka, merasa sangat jengah dengan suasana ini Brenda berniat beranjak pergi dari sini. Tidak peduli dengan Largas yang masih terdiam.

Brenda segera bangun, tapi tangannya langsung digenggam oleh Largas, hingga bokongnya kembali menyentuh kain putih di bawahnya. Tidak ada suara yang keluar dari bibir Largas, yang Brenda dapatkan hanyalah tatapan datar dari cowok itu. Mata kecoklatan Brenda terus memperhatikan pergerakan Largas, hingga kini tangan Largas tepat berada di telapakkakinya. Sedikit meringis, karena Largas menyentuh luka lecetnya.

"Gak usah, Gas," tolak Brenda halus, saat Largas mengeluarkan tisu beserta betadine dari keranjang.

"Takut infeksi," cetus Largas mulai mengobati kaki Brenda. Kali ini Brenda harus pasrah lagi, Largas memang keras kepala. Setelah selesai, Largas kembali memasukan tisu dan betadine pada keranjang.

"Sendalnya kemana?" tanya Largas menatap dalam, manik Brenda.

"Talinya putus," jawab Brenda sambil menunduk.

"Sama siapa ke sini?" Sudah Brenda duga, pasti Largas akan menyakan hal ini. Brenda sedari pagi sudah berada di sini, dia meminta supir yang mengantarnya untuk berhenti di pantai tempat dia menghabiskan waktu bareng Largas ketika masih bersama. Tidak bisa dipungkiri, Brenda juga suka laut. Pikirannya akan terasa tenang saat melihat birunya laut. Apalagi sekarang dia tidak ingin pulang ke rumah dan bertemu Zelin. Brenda sangat membenci wanita itu, dia tega berbuat hal jahat pada anaknya sendiri. Padahal selama ini Brenda tidak mempunyai salah apa-apa.

"Taxi," jawab Brenda singkat.

Largas menarik tangan Brenda untuk kembali digenggam, mengusapnya sambil terus menatap manik Brenda dalam. Perlahan tangan kanan Largas terangkat menyentuh pipi Brenda sampai membuat wanita itu menunduk.

"Aku gak tau apa masalah kamu, Da. Pasti berat ya?" tanya Largas terus mengusap pipi Brenda, wanita itu tetap diam. Bingung harus menjawab apa, untuk saat ini Brenda tidak ingin dibenci oleh Largas. Sampai tidak berani menceritakan masalah yang tengah menimpa dia.

"Kamu gak perlu tau, Gas. Ini masalah aku, bukan masalah kamu, sekalipun aku cerita, pasti kamu bakal jiji dan benci sama aku," balas Brenda sambil buang muka ke arah lain, hingga tangan Largas yang berada di pipi terlelas begitu saja.

"Bukannya dulu kamu sering nyeritain masalah kamu sama aku, terus-"

"Itu dulu, Gas. inget D-U-L-U sekarang setatus kita udah beda! Jadi tolong jangan ungkit yang dulu-dulu!" bentak Brenda dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak ingin mengingat kebersamaan dia dan Largas dulu, karena itu semua membuat hati Brenda sakit.

"Kenapa gakboleh?! Aku yakin kamu pasti masih ada rasa sama aku, aku juga sama Da. kamu mikirnya pendek, ada masalah yang bersangkutan sama hubungan kita, kamu langsung berpikir buruk dan buat hubungan kita jadi renggang. Selalu begitu sampe sekarang kita udahan. Coba kamu berpikir dewasa, selesain masalah secara perlahan, dan gak pake emosi! Pasti hubungan ki-"

"Agas stop!" Brenda menarik bahu Largas kasar, sampai cowok itu menoleh ke arahnya.

Brenda menghela napas kasar, memberanikan diri untuk menatap manik mata hitam itu.

"Okee, sekarang aku bakal cerita semuanya, semua tentang hidup aku. Aku cape kalo kamu ngomong aku gak pernah berpikir dewasa terus, pikiran kamu tuh nunjuknya ke situ terus." Kini giliran Brenda yang menangkup wajah Largas, lalu mengusapnya dengan lembut. Belum apa-apa air mata Brenda sudah jatuh, sungguh sekarang dia belum siap, dia takut Largas akan sangat membencinya.

"Aku anak dari seorang perusak rumah tangga orang, anak pelacur. Anak yang terbuat dari sebuah kesalahan, gaada yang menarik dari diri aku. Bahkan sekarang aku kotor, aku udah kehilangan kesucian aku," jelas Brenda, dia menunduk tapi tangannya masih tetap setia berada di pipi Largas.

Reaksi Largas sekarang adalah mematung, dia masih mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Brenda. Apalagi kalimat terakhir, jantungnya tiba-tiba berdetak dengan cepat, rasa sesak mulai menggerogoti dadanya.

"Kamu boleh benci aku, Gas. Kamu juga boleh nyingkirin aku dari kehidupan kamu, itu hak kamu, aku gak berhak buat ngelarang. Buang rasa itu jauh-jauh Gas, kamu pantes dapetin perempuan yang lebih baik dari aku. Aku wanita rendahan yang gak pantes bersanding sama kamu, laki-laki baik yang punya hati tulus, maaf udah bikin kamu sakit." Brenda mengusap air mata kasar, kemudian beranjak dari sana, meninggalkan Largas yang masih terdiam mematung.

" Brenda mengusap air mata kasar, kemudian beranjak dari sana, meninggalkan Largas yang masih terdiam mematung

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
LARGAS [Selesai]Where stories live. Discover now