22. Jerico, si anak tengah.

8.8K 1.3K 233
                                    

Jerico berjalan menyusuri jalanan yang dipenuhi pohon rindang. Saat ini anak kedua Dizon itu tengah healing dengan berjalan sendirian di jalan menuju Asrama.

Asap rokok mengepul yang disebabkan oleh Jerico, menghisapnya lalu menghembuskan nikotin itu. Jerico mendongak, menatap langit yang sedikit mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Jerico hanya memakai jaket dan membawa handphone yang di casing terdapat black card miliknya, tak membawa jas hujan ataupun payung.

Alasan kenapa Jerico berjalan sendirian tanpa ditemani kembaran dan juga adiknya adalah dia kepikiran ucapan tantenya, tetapi bukan tante Irene. Lebih tepatnya tante mereka bertiga yang baru pulang dari Hongkong.

"Duh gimana ya, dek, Jerico kalau dibandingin sama Jean sama Jake kebating banget. Emangnya anak kedua kamu itu bisa apa?"

Jerico tertawa saat kalimat itu kembali terngiang di kepalanya. Tantenya mengatakan kalimat tadi saat berada di rumah, karena si kembar sempat mampir kerumah sebelum kembali ke Asrama lagi. Membiarkan Papa dan Mamanya yang menyelesaikan urusan disana.

"Iya ya? Emangnya gue bisa apa? Bisanya cuma berantem," Jerico berucap sembari menghisap rokoknya. Pemuda tampan itu berhenti disalah satu tempat singgah, duduk disana sembari menatap datar jalanan didepannya.

Baru saja merasakan ketenangan, Jerico dibuat kaget saat melihat gerombolan pemuda berlari dari arah timur. Anak tengah Reviano itu menyerngit, merasa kenal dengan almamater yang dipakai salah satu dari mereka.

Berikutnya, kedua mata Jerico melebar saat mengenali almamater yang dipakai salah satu pemuda itu adalah almamater Kampusnya.

"Sial!" Jerico langsung menghindar saat gerombolan itu lari dengan rusuh. Dibelakang mereka ada gerombolan pemuda lain, yang Jerico tak tau mereka siapa.

Jerico menoleh kaget saat dengan tiba-tiba ada yang menarik jaketnya. Seorang pemuda tinggi menyeringai menatapnya.

"Ada yang ketinggalan ternyata."

Jerico menyerngit, "apaan? Gue gak kenal sama lo! Minggir!" Jerico berusaha melepaskan cengkraman pemuda tinggi itu dari jaketnya.

Bugh!

Jerico termundur saat pemuda tinggi tadi tiba-tiba memukulnya. Dia menyentuh sudut bibirnya, dan menemukan darah disana.

Jerico menatap tangannya yang ada darah dari sudut bibirnya dengan datar, dia paling benci saat ada darah diwajahnya. Anak kedua Reviano itu mengangkat wajah, menatap beberapa pemuda didepannya dingin. Sorot matanya sudah berubah menjadi sorot mata ketika Jerico emosi.

"Liat tatapannya, ugh takut," ledek pemuda tampan didepannya.

Jerico langsung maju dan menendang pemuda itu kuat, hingga langsung terpental mengenai pohon dengan suara yang terdengar keras. Yang lain langsung menatap kaget.

"Sialan!"

Jerico menangkap tangan pemuda lain yang hendak memukulnya, memelintir kuat hingga terdengar bunyi tulang patah. Mengabaikan teriakan pemuda itu yang berteriak histeris dan kesakitan, Jerico menendang lutut pemuda itu hingga membuatnya terduduk, seperti memohon ke Jerico.

Pemuda lainnya yang sudah siap maju jadi berhenti, meneguk ludah ragu. Apalagi pemuda tampan didepan mereka hanya memberikan tatapan dingin dan tajam.

"Jangan kebawa suasana, dia sendirian! Kita pasti menang!"

Anak kedua Reviano itu kembali bersiap saat pemuda berbaju putih berlari dan bersiap memukulnya. Dia dengan mudah membaca gerakan itu, mengangkat pemuda tadi lalu membantingnya ke tanah dengan kuat. Dan lagi, suara tulang patah terdengar jelas.

Asrama SiblingsWhere stories live. Discover now