22. Aku, Dia, dan Kita

20 12 0
                                    

Jikjin - Treasure

Yang mau request silahkan...

JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN DAN KEBERSIHAN!

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

HAPPY READING!

_____________________________________

Senja berjalan ogah-ogahan. Di sebelahnya, Dewi mengapit lengannya dengan senyum lebar, kepalanya bersandar pada bahu Senja. Sementara di belakang, ada Dewa yang memijit kening pelan, merasa frustasi dengan sang saudara kembar. Mereka bertiga menjadi pusat perhatian siswa-siswi yang bertebaran di sepanjang jalan karena jam pulang sekolah, menatap heran Dewi yang menempeli Senja seperti orang gila yang sedang kasmaran.

"Stres tuh cewek!" seorang cewek berkomentar ketika melewati ketiganya.

"Elo yang stres! Sirik aja lo!" balas Dewi dengan galak.

"Udahlah Wi. Lepasin," Dewa memberi nasihat, kini berjalan beriringan dengan Senja dan Dewi.

"Ssst!" Dewi meletakkan jari telunjuk di bibir.

"Lo itu berat. Kasian Senja."

Dewi berhenti melangkah, membuat orang di sisi kanan dan kirinya ikut berhenti. Gadis itu tersenyum, kemudian menarik lengan Dewa, mengapitnya dengan tangan lain sembari tersenyum lebar. "Perfect." Senja menghela nafas samar.

Sementara Dewa geram sekali. "Pengen banget gue ngumpat." Tapi hal itu ditahannya untuk alasan yang dia sendiri tidak tahu.

Ketika hendak melanjutkan langkah, Senja melihat Gissa berlari masuk ke dalam sekolah, meninggalkan Nathan yang memegang helm di sebelah motor. Mengambil kesempatan dari 'mumpung Gissa tidak menempeli Nathan', gadis ber-hoodie putih itu melepas apitan Dewi, lalu berlari menghampiri Nathan, hingga membuatnya benar-benar jadi pusat perhatian. Bahkan beberapa murid rela berhenti untuk melihat adegan berikutnya.

"Nathan." Nathan menoleh. "Bisa ngomong sebentar?"

Nathan melihat sekeliling, kemudian meletakkan helm di jok motornya. "Ayo."

Di gazebo taman yang tidak terlalu dekat dengan parkiran, Senja dan Nathan duduk berdua dalam diam, sebelum Senja mengambil nafas dan berbicara, "Diwawanca, kenapa lo nggak bilang kalo name tag gue ada di TKP?"

"Name tag nggak mungkin bisa lepas gitu aja, Nja. Apalagi waktu ditemuin Gissa, peniti name tag lo itu nggak rusak."

"Lo percaya sama gue?"

"Sorry. Tapi gue ... masih ragu."

Bahu Senja menurun dengan helaan nafas samar. "Gue paham kok."

"Gue masih punya keyakinan kalo lo bukan pelakunya, tapi gue juga nggak terlalu yakin. Cuman menurut gue, nggak ada alasan buat lo ngelakuin itu. Kalo emang cerita lo diwawancara itu bener, lo harus hati-hati."

"Iya. Thanks."

Nathan tersenyum tipis. "Sorry banget, gue nggak bisa bujuk Angel buat bicara baik-baik sama lo."

"Nggak papa kok." Jeda sejenak. "Ngomong-ngomong, apa yang lo liat di bawah sampe rela jinjit-jinjit?"

"Sebenernya lo udah liat wawancara gue apa belum?"

Senja menyengir. "Gue cuman liat bagian barang bukti, sisanya belum. Abis itu lupa. Hehe."

Nathan menepuk jidat, menghela nafas. "Gue waktu itu liat hamster di lantai satu, deket ruang guru. Lucuuuuu banget. Saking lucunya pengen gue karungin terus bawa pulang," wajahnya berbinar cerah dengan senyum lebar. Iya, Jonathan Alvarezi itu maniak hamster.

Our TwilightWhere stories live. Discover now