23. Drama Bukan Musikal

21 13 0
                                    

Kau Rumahku - Raissa Anggiani

Yang mau request silahkan...

JANGAN LUPA JAGA KESEHATAN DAN KEBERSIHAN!

JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT!

HAPPY READING!

_____________________________________

"Itu Senja," ucapan Dewa mengalihkan atensi.

Dewi yang terkejut spontan berkata, "Lhoh kok dia...?"

Sepasang sahabat dan saudara kembar di sana menatap diam ke arah yang sama, tak percaya. Kala, Dewi, dan Sadika bahkan ternganga. Mereka syok, tapi kesyokkan Kala masih terkendali, berbeda dengan Dewi dan Sadika yang sudah parah. Di sisi lain bahkan lebih berbeda lagi, Dewa mengerjap, raut wajah sedikit syoknya berubah. Terpaku dan terpesona pada waktu yang sama. Tak berselang lama, senyum tipis terpancar dengan tatapan mata menghangat.

Di bagian sana, koridor rumah sakit, Senja berputar, menari-nari dengan senyum kelewat lebar, tertawa, melompat-lompat kecil, bahkan menjadikan map plastik putih di tangannya sebagai pasangan dansa. Terlebih, gadis berambut coklat tua itu melambaikan tangan kepada beberapa orang yang dilewatinya, lalu berjalan bak model kelas dunia dengan memberi kecupan bibir pada ujung telapak tangan, yang kemudian didistribusikan lewat udara.

Pada tempatnya, Dewi dan Sadika tambah syok, raut wajah mereka melemah dengan sedikit linglung. Kala mengatupkan bibir, menarik nafas dan terdiam, tatapannya sudah berbeda dari sebelumnya, kini justru sulit dimengerti. Lalu Dewa, cowok itu terkekeh bahagia tanpa suara, masih menatap Senja yang kini sibuk tersenyum sembari memasukkan mapnya ke tas. Kemudian, dramanya yang misterius berlanjut.

"Senja ... kenapa?" ucap Dewi yang masih linglung.

"Nona Senja gila. Gitu kan Sek?" Sadika justru mengingat Kala yang mengatai Senja sebagai cewek gila.

"Dia makin aneh," balas Kala. "Tapi...."

Dewa tersenyum lembut, "Dia cantik."

Dewi bertanya, "Emang Senja ... gitu ya?"

"Ini pertama kalinya," Kala menjawab.

"Jangan-jangan dokternya salah kasih suntikan?" ucap Sadika.

Kala menoleh, "Elo yang gue suntik mati."

"Apa Anda baru saja membela Nona Senja, Tuan Muda Sekala?"

"Ooh ... thank you Aruna!" Senja melompat ke depan Kala.

Peristiwa tersebut mengejutkan, namun setelahnya lebih mengejutkan, ketika Senja menarik tangan Kala dan menuntunnya berputar, menari-nari riang, dan berdansa. Tak bisa ditampik, Dewi dan Sadika menganga lagi. Sedangkan Dewa mengerjap bersama tatapan tak biasanya, sulit ditebak.

Senja berhenti. Mulai dari Dewi, Sadika, hingga Dewa, gadis yang matanya berbinar-binar itu menarik mereka pada Kala. Dituntunnya mereka bergandengan tangan, lalu mulai berputar, menari-nari, dan berdansa. Awalnya wajah mereka tak secerah Senja dan Dewa, khususnya Kala yang tatapannya lagi-lagi sulit dimengerti. Namun tak lama, bersama Senja dan Dewa, Kala, Dewi, dan Sadika tersenyum dan tertawa.

Di perjalanan menuju penghujung hari, ketika matahari sedang hangat, bayangan-bayangan yang terlihat tenang, bagai Teletubbies di padang rumbut berangin sejuk, kelima remaja yang belum dekat mengenal satu sama lain itu berbahagia bersama. Meski kebahagiaan itu dibagikan Senja tanpa aba-aba, tanpa pemberitahuan dan pengaturan yang jelas, namun bahagia mereka murni, murni karena ..., "Kalau dia, mereka, bisa bahagia, gue juga ikut bahagia." Sederhana, seperti yang dikatakan mereka-mereka yang bahagia dalam beragam kesederhanaan.

Our TwilightWhere stories live. Discover now