Chapter VII

90 12 3
                                    


"Si kunyuk kenapa belum kemari beng?" tanya Lio sambil melempar tusuk gigi ke arah abeng.

"Kagak tau dah" ujar Abeng dengan mata masih fokus menatap layar ponsel.

"Biasanya dia udah dimari jam segini" lanjut Lio.

"Kenape?? Kangen lu" tanya Abeng lalu menaruh ponselnya di bangku warung.

"Yakali gua kangen sama batangan" ucap Lio sewot.

"Ahaha.. yauda bentar gua telpon Aslan dulu" kata Abeng kembali mengotak ngatik ponselnya cepat.

"Iye-iye"

     Lio yang mulai menyulutkan api ke rokoknya terlihat santai dengan lalu lalang orang di sampingnya. Mereka berdua duduk di warung tempat nongkrong anak-anak Gang Jambe. Menikmati libur dengan bersantai sambil sesekali menyeruput kopi panas buatan Bu Itin sang pemilik warung. Tanpa mempedulikan cibiran tetangganya karena Lio merokok saat masih duduk di bangku sekolah. Karena menurutnya Rokok itu obat bersantai dari penatnya duniawi yang sangat mengintimidasi. ucapnya saat ketahuan ngerokok oleh kepala sekolah dan berakhir dengan hukuman mencuci semua kendaraan guru termasuk satpam yang sedang main Mobile Legends.

"Kagak ada jawaban" ujar Abeng kesal.

"Yauda kita kerumahnya aja yok sambil maen PS" ucap Lio usul.

"Gassss, sampe sore dah" kata Abeng sumringah.

"Bentar bayar dulu, buu... Buu itin" panggil Lio sambil mengetuk ngetuk meja dengan jarinya.

  Wanita berumur 46 tahun lebih keluar dari balik etalase berisi bungkusan rokok yang menutupinya. Dengan senyumnya yang tulus dia menyambut tatapan hangat Lio. "Iyaa?" kata Bu Itin.

"Semuanya berapa bu??" tanya Lio.

"Mmm... Kopi dua sama rokok batangan ya masing masing dua, total 18rebu" kata Bu itin dengan raut menghitung.

"Kopinya masukin ke tagihan aja dah, tanggal 12 bakal saya lunasin semuanya" kata Lio cengengesan.

"Huhh.. hutang lagi hutang lagi" kesal Bu Itin manyun.

"Saya juga bu.. hehe..." kata Abeng sambil nyengir.

"Lu kenapa?" tanya Bu Itin sinis.

"Kopinya masukin juga ke tagihan" lanjut Abeng.

"Lu mau hutang sampe berapa Abeng, nihh liat kasbon lu udah 234ribu" ucap Bu itin sambil menunjukan buku kasbonnya. "Untuk Abeng gua kaga menerima kasbon lagi" kata Bu Itin tegas hingga membuat raut Abeng lemas.

"Bujug buseett gitu amat bu sama santri, kagak berkah loh usahanya" rayu Abeng.

"Gapeduli mau santri kek mau ustadnya kek, kalo utang ya lunasin dulu!!" kata Bu Itin sambil mengulurkan tanganya meminta bayaran. Abeng dengan tampang dongkolnya akhirnya harus merelakan uang jajannya abis untuk bayar dan menutupi seperempat utangnya.

   Akhirnya mereka melangkahkan kakinya meninggalkan warung Bi Itin dan menuju rumah Aslan dengan jarak tempuh 4 menit dari warung tempat mereka ngopi. Lio yang fokus dengan Gadgetnya membuat Abeng gerah karena jenuh di perjalanan. Dengan posisi menunduk dia berjalan tanpa melihat ke depan. "Yoo.. kalo Aslan kagak ada gimana?" ujar Abeng memecah keheningan.

"Emang tu anak kemana kalo kagak ada, paling-paling di bengkel depan lagi benerin motor" ucap Lio tanpa menoleh ke arah Abeng.

  Setelah perjalanan yang cukup dekat, rumah sederhana dengan halaman luas terlihat di hadapan, Lio dan Abeng berhenti sejenak di depan pagar melihat ke arah kamar Aslan yang berada di lantai dua. Mata mereka menjelajahi semua pojok rumah dan halaman berusaha menemukan sosok yang mereka cari.

ColonialWhere stories live. Discover now