Chapter XX

34 9 0
                                    

Singkat cerita dua truk pengangkut pasukan Belanda akhirnya sampai di tempat yang mereka tuju. di pimpin Kapten bernama Van de Jinping.

Satu dari ratusan tentara berpengalaman yang dimiliki Belanda. Baik di medan pertemuran seperti perkotaan, lautan, maupun hutan belantara. Yaa sesuai dengan namanya Kapten Van de Jinping memiliki garis keturunan ASIA. Kapten bermata sipit itu di tugasi menganalisa musuh gerilyawan Indonesia yang lokasinya masih belum di ketahui keberadaanya.

Para tentara mulai berjajar rapi membentuk barisan. Tak lama setelah mendengar suara keramaian di luar, Satu petinggi Belanda keluar dengan seragam rapinya. Kapten Van de Jinping yang melihat petinggi keluar, memberi hormat. Sang petinggi hanya mengangguk lalu mengerti. "Ini bukan masalah serius" ucap sang petinggi dengan nama Cornelis Vicaso dengan bahasa Belandanya. "Pasukan ini terlalu banyak, ini hanya masalah tikus" lanjutnya.

Kapten Van de Jinping hanya tersenyum sinis mendengar pernyataan Kolonel yang menurutnya lalai dalam menjaga markas penting bagi kedudukan Belanda di Surabaya. "Aku hanya menjalankan perintah" jawab Van de Jinping sambil mengikuti langkah Kolonel Cornelis Vicaso.

"Perintahkan mereka untuk segera beristirahat" perintah Kolonel Cornelis Vicaso dengan tegas. Sang Kapten memberi hormat lalu menjalankan perintah yang di ucapkan Kolonel.

Kapten Van de Jinping mengikuti arahan Kolonel dengan memerintah semua pasukan yang ia bawa untuk segera beristirahat di Kamp para serdadu. Setelah menjalankan arahan dari Kolonel, sang Kapten berjalan pelan ke arah rumah kayu yang di tempati Petinggi markas. "saya kemari di perintahkan untuk menganalisa medan pertempuran" jelas Van de Jinping kepada Kolonel.

"Pusat terlalu berlebihan dalam bertindak, ini bukan masalah serius yang harus di hadapi dengan gempuran. Tapi dengan ini" terang Kolonel dengan menunjuk kepalanya di akhir kalimat.

"Bagaimana cara menangkap tikus?" tanya Kolonel.

"Mungkin dengan sebuah perangkap atau racun tikus" jawab Kapten Van de Jinping.

"Yaa.. jawabanmu tepat" ujar Kolonel. "Kita tidak perlu mencari mereka, kita hanya perlu memancing tikus-tikus keluar dari sarangnya" jelas Kolonel dengan tatapan tajam.

"Bukankah memancing memerlukan waktu?" tanya Kapten.

"Ini perang, bukan ujian militer. Jadi kita tidak harus terburu buru dalam bertindak" ucap Kolonel Cornelis Vicaso.

   Mendengar penjelasan Kolonel, Kapten Van de Jinping terdiam menghayati rencana matang yang di ungkapkan sang Kolonel yang sedang duduk di depannya itu. Otaknya berpikir keras tentang bagaimana langkah yang harus ia ambil dalam membuat rencana selanjutnya. Yaitu membuat jebakan untuk menangkap tikus-tikus liar di hutan sana.

"Kamu mau kopi? Kopi Nusantara paling enak di dunia menurutku" tawar Kolonel yang memecah lamunan Kapten. Kapten de Jinping mengangguk mengiyakan tawaran itu.

°~~~°

"Busettt... udah gelap aja ni langit. Kaga ada extra time apa" ujar Abeng yang baru sadar akan waktu yang sudah menjelang magrib. Ia segera mematikan permainan Mobile legend di androidnya lalu mulai melangkah pulang.

  Langkah demi langkah membawanya sampai ke depan rumah berwarna Abu yang ia tinggali sejak masih kecil. Rumah yang menjadi saksi pertumbuhan anak nakal gila tawuran tersebut. Abeng membuka pintu rumah dan langsung menemukan Orang tuanya sedang menonton sinetron kesukaanya.

"Baru pulang?" tanya Ibunya dengan pandangan yang masih fokus menghadap televisi.

"Masak apa mak?" jawab Abeng dengan sebuah pertanyaan balik.

ColonialWhere stories live. Discover now